Minggu, 17 Mei 2020

Psikosomatik, Stres Pikiran yang Bisa Bikin Sakit Fisik

Virus corona yang menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia membuat banyak masyarakat khawatir. Tentu hal ini akan menimbulkan masalah psikis yang dapat berujung pada sakit fisik. Stres yang parah bisa membuat seseorang mengalami psikosomatik.
Psikosomatik adalah penyakit fisik yang bisa diperparah karena stres, marah, cemas atau rasa sedih. Psikosomatik bisa memicu munculnya beberapa gejala sakit fisik seperti sakit perut, sakit punggung bagian belakang, sakit gigi, sakit kepala, bernapas dengan cepat, jantung berdebar, tremor (gemetar) hingga berkeringat.

Penelitian yang dilakukan oleh Harvard Medical School menemukan bahwa gangguan pada perut atau gastrointestinal terkait dengan disfungsi psikologis dari kegagalan komunikasi antara usus dan otak.

"Hubungan antara stres lingkungan atau psikologis dan tekanan gastrointestinal adalah hal yang kompleks dan bersifat dua arah. Stres dapat memicu dan memperburuk sakit perut, begitupula sebaliknya," demikian dikutip dari Health Harvard.

Apa Penyebab Psikosomatik?
Penyebab psikosomatik adalah stres dan rasa cemas yang berlebihan. Ketika kita merasa cemas, gejala fisik meningkat akibat dari aktivitas implus saraf yang dikirim dari otak ke berbagai bagian tubuh, dan adanya pelepasan adrenalin ke dalam aliran darah.

Pengobatan Psikosomatik Seperti Apa?
Untuk pengobatan psikosomatik akut bisa dikonsultasikan ke psikiater. Psikiater akan mengobati pasien dengan mendiagnosis dari berbagai aspek, termasuk durasi penyakit hingga kepribadian pasien. Akan tetapi yang terpenting adalah mengelola stres, kecemasan dan depresi sedini mungkin agar menghindarkan kita dari psikosomatik akut hingga psikosomatik nyeri dada.

Perawat Ini Ceritakan Hampir Semua Pasien Corona Matanya Memerah

 Seorang perawat asal Amerika Serikat (AS), Chesley Earnest membagikan kisahnya yang menakutkan saat menangani pasien virus corona. Ia mengatakan hampir semua pasien bergejala berat memiliki mata yang memerah.

Dikutip dari CNN, mata itulah yang menjadi salah satu tanda paling penting ketika Earnest dan staf lain di Life Care Center of Kirkland, Washington, berjuang untuk melawan virus corona.

"Itu adalah sesuatu yang saya saksikan pada mereka semua (pasien). Mereka memiliki seperti mata alergi, bagian putih mata memerah," kata Earnest.

Menurutnya selama ini pada edaran yang dibagikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), mata memerah tidak pernah tertulis sebagai salah satu gejala virus corona.

Hingga akhirnya pada Minggu (22/3/2020), American Academy of Ophthalmology mengirimkan peringatan kepada semua tenaga medis bahwa virus corona dapat menyebabkan konjungtivitis. Artinya mata dan sekitarnya menjadi merah, sehingga mereka perlu lebih hati-hati dalam merawat pasien agar tidak tertular.

"Ada pasien yang hanya memiliki mata merah sebagai satu-satunya gejala yang kami lihat di rumah sakit, dan ia telah meninggal," ucap Earnest.

Earnest pun menceritakan sebuah kisah yang lain, ketika ia bertugas di malam hari dan sedang berjalan ke salah satu kamar pasien semuanya tampak baik-baik saja. Namun empat jam kemudian pasien tersebut mengalami kesulitan bernapas.

"Dia sedang duduk dan makan semuanya tampak baik-baik saja. Bahkan dia tidak memiliki gejala dan tanda vitalnya sabil. Tetapi pada pukul dua pagi, laju pernapasannya meninggi, saturasi oksigennya kurang dari 80," jelas Earnest.

"Dia sangat kaku, wajahnya memerah dan matanya merah. Dia benar-benar kesulitan untuk bernapas. Semenjak itu aku menyadari bahwa mata adalah isyarat visual, dan batuk kering adalah gejala yang terdengar," tuturnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar