Rabu, 27 Mei 2020

Kapan 'New Normal' Bisa Diterapkan? Ini Syaratnya Menurut Ahli Epidemologi

Pemerintah segera menerapkan new normal atau normal baru d tengah belum pasti kapan berakhirnya pandemi COVID-19. Masyarakat diharapkan dapat segera melaksanakan aktivitas seperti biasa, tetapi dengan cara yang baru.
Lantas, kapan normal baru ini bisa diterapkan?

Pakar epidemologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dr Riris Andono Ahmad atau yang biasa disapa dr Doni menjelaskan banyak hal yang harus diperhatikan pemerintah sebelum benar-benar memberlakukan normal baru.

"Itu menjadi hal yang perlu kita perhatikan. Kapan itu (normal baru) dijalankan jelas akan berbeda-beda berdasarkan wilayah, karena transmisi COVID-19 tidak merata di Indonesia," kata dr Doni saat dihubungi detikcom, Selasa (26/5/2020).

Dia melanjutkan, new normal bisa dilakukan ketika infeksi virus Corona sudah terkendali. Tentunya harus ada indikator yang jelas untuk menyatakan virus itu sudah terkendali.

"Ketika kemudian COVID-19 sudah terkendali yakni ada indikator misalnya jumlah penularannya rendah, tidak ada lagi klaster besar kemudian juga kemampuan diagnosis dan penemuannya sudah memadai kemudian punya fasilitas untuk karantina, maka itu (normal baru) bisa mulai dilakukan," jelasnya.

Untuk menerapkan normal baru, menurut dr Doni harus mengubah proses bisnis. Yaitu dengan memasukkan protokol pencegahan COVID-19 di semua sektor.

"Tapi kemudian harus melihat bagaimana cara melakukannya, yang pasti harus mengubah proses bisnis di semua sektor. Yaitu harus memasukkan komponen social distancing dan pencegahan penularan," terangnya.

"Kemudian ada juga fasilitas untuk mencegah infeksi, orang harus pakai masker, harus cuci tangan, hindari kontak," lanjutnya.

Menurutnya, semua protokol ini harus disiapkan. Sembari menyiapkan protokol, dia juga meminta agar masyarakat diberi pendidikan terkait pencegahan Corona.

"Jadi isunya di situ, mulai dari kapan itu harus dilaksanakan, dan itu berdasarkan apakah sudah terkendali atau tidak transmisinya dan kemudian bagaimana cara melakukan new normal itu," tegasnya.

Studi di Swedia Sebut Herd Immunity Tak Efektif Lawan Virus Corona

 Tak seperti negara kebanyakan, Swedia tak menerapkan lockdown dalam menghadapi pandemi Corona. Bar, restoran, bisnis tetap dibuka, dan orang-orang tidak dipaksa berdiam diri di rumah.
Ahli epidemiologi Swedia Anders Tegnell meyakini kebijakan ini untuk menciptakan kekebalan dalam suatu kelompok. Dikenal juga dengan strategi herd immunity di mana secara alami kekebalan pada virus Corona akan muncul di suatu kelompok dan dinilai bisa mencegah penyebaran lebih luas.

Pada hari Rabu lalu, Badan Kesehatan Swedia memperkirakan sepertiga dari populasi Stockholm, ibukota Swedia, sudah memiliki kekebalan pada virus Corona COVID-19. "Ini sedikit lebih rendah dari yang diharapkan tetapi tidak terlalu rendah, mungkin satu atau beberapa persen," kata Tegnell, dikutip dari Express.

"Itu cocok dengan model yang kita miliki," lanjutnya meyakinkan.

Namun, studi baru di Swedia meragukan kebijakan tersebut berhasil. Berdasarkan 1.100 tes di Swedia, ditemukan hanya 7,3 persen orang di Stockholm, ibukota Swedia, yang berhasil mengembangkan antibodi, demikian laporan Reuters.

Bjorn Olsen, Profesor Obat Infeksi di Universitas Uppsala, dan seorang kritikus yang cukup vokal terhadap respons pandemi Swedia, mengatakan bahwa pendekatan kekebalan kawanan atau strategi herd immunity tampaknya telah gagal. "Saya pikir kekebalan kawanan (herd immunity) masih terlalu jauh, jika kita pernah mencapainya," kata Bjorn Olsen.

Para kritikus menggambarkan keputusan Badan Kesehatan Masyarakat untuk mengejar kekebalan kawanan atau strategi herd immunity sangat berbahaya dan tidak realistis dalam menghadapi pandemi virus Corona COVID-19.
https://indomovie28.com/cast/lawrence-ng/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar