Senin, 18 Mei 2020

China Diprediksi Akan Alami Gelombang Kedua Virus Corona

China sebagai salah satu negara dengan kasus virus Corona COVID-19 terbanyak di dunia diprediksi akan mengalami potensi gelombang kedua. Otoritas kesehatan China mengatakan kurangnya kekebalan tubuh masyarakatnya yang bisa menjadi penyebab gelombang kedua ini.
Meski jumlah kasus Corona di sana sempat menurun Maret 2020 lalu, penasihat medis senior pemerintah China, Zhong Nanshan, mengingatkan agar pemerintah jangan berpuas diri dulu. Menurutnya, kelompok-kelompok kasus baru mulai muncul dalam beberapa pekan terakhir, baik di Wuhan serta provinsi timur laut Heilongjiang dan Jilin.

"Mayoritas orang China saat ini masih rentan terhadap infeksi virus Corona, karena kurangnya sistem kekebalan tubuh. Kami menghadapi tantangan besar, dan kami berharap itu tidak akan terjadi pada negara-negara asing lainnya," kata Zhong, dikutip dari CNN, Senin (18/5/2020).

Zhong sendiri dikenal sebagai "Pahlawan SARS" di China, karena telah memerangi epidemi sindrom pernapasan akut yang parah pada 2003 lalu. Dan saat ini, ia tengah memimpin penanganan kasus Corona di negara tersebut.

Zhong mengatakan saat ribuan kasus Corona di seluruh dunia masih dilaporkan, para peneliti berusaha keras untuk mengembangkan vaksin. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, tiga perusahaan di Amerika Serikat sudah menguji vaksin mereka pada manusia, dalam fase uji coba 1 dan 2.

Di China sendiri, Zhong mengungkapkan juga ada tiga vaksin yang sedang diuji klinis. Tapi, kemungkinan masih butuh waktu bertahun-tahun agar vaksin bisa sempurna untuk digunakan pada manusia untuk mengatasi Corona.

"Kita harus menguji terus dengan berbagai jenis vaksin. Masih terlalu dini untuk menyimpulkan adanya vaksin yang tersedia untuk virus Corona. Saya menyarankan agar penelitian ini akan memakan waktu yang lebih lama," jelasnya.

Positif Corona Gegara Buka Peti, Begini Pemulasaran Jenazah Sesuai Fatwa MUI

Sebanyak 15 warga Dusun Jati, Desa/Kecamatan Waru, Sidoarjo terpapar virus Corona akibat membuka peti jenazah pasien positif COVID-19. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyesalkan adanya peristiwa tersebut.
"Peristiwa ini terjadi sekitar dua minggu lalu. Ada warga di sebuah dusun di Waru yang meninggal akibat COVID-19. Namun keluarganya membuka peti dan bahkan memandikan jenazah sehingga ada yang tertular," jelas Khofifah, Minggu (17/5/2020).

Proses pemulasaran jenazah pasien positif COVID-19 harus sangat ketat agar kejadian seperti ini tak terulang lagi. Berikut ini adalah hal-hal yang harus dipenuhi saat pengurusan jenazah, sesuai dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

1. Proses pemandian
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr M Asroroun Ni'am Sholeh mengatakan proses pemandian dilakukan dengan mengucurkan air ke seluruh tubuh. Tetapi, jika tidak memungkinkan, agama memberikan kelonggaran dengan cara ditayamumkan.

"Jika tidak memungkinkan untuk proses pemandian, maka dimungkinkan atas keperluan darurat yang syar'i, kemudian langsung dikafankan," kata Asroroun, saat konferensi pers di BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (4/4/2020).

2. Proses pengkafanan
Saat proses pengkafanan, tubuh jenazah wajib untuk ditutup seluruhnya dengan kain kafan. Tetapi untuk proteksi tambahan bisa dilakukan dengan menggunakan plastik yang tidak tembus air.

Selain itu, Direktur Utama RSI Jakarta Sukapura-Muhammadiyah COVID-19 Command Center, dr Umi Sjarqiah, SpKFR, MKM, ada beberapa lapisan yang digunakan saat membungkus jenazah. Mulai dari plastik, kain kafan, plastik lagi, kantong jenazah, lalu peti.

Jenazah dimasukkan ke dalam peti dalam batas waktu tertentu. Selanjutnya peti tersebut akan didisinfeksi dan itu diperbolehkan secara hukum agama.

3. Proses salat jenazah
Ketika mensalati jenazah pasien COVID-19, pastikan tempat pelaksanaannya suci dan aman dari proses penularan. Minimal dilakukan satu orang muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar