Selasa, 19 Mei 2020

Perbedaan Vaksin dan Antivirus untuk Lawan Corona

Pandemi Covid-19 akibat infeksi virus SARS-CoV-2 masih berlangsung sampai saat ini. Sejumlah perusahaan berlomba untuk menciptakan vaksin dan antivirus yang cocok untuk mengatasi penyakit tersebut.

Beberapa perusahaan bahkan telah masuk ke tahap pengujian klinis vaksin dan antivirus yang sedang dikembangkannya guna melawan Covid-19. Mereka berharap produknya dapat segera didistribusikan.

Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI, Wien Kusharyoto mengatakan vaksin dan antivirus merupakan dua hal yang berbeda. Dia berkata vaksin digunakan untuk tujuan pencegahan.


"Vaksin digunakan untuk tujuan profilaksis, mencegah agar suatu penyakit tidak terjadi," ujar Wien kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/5).

Vaksin untuk SARS-CoV-2 misalnya, dia mengatakan dapat berupa mRNA, DNA, protein sub-unit, vektor DNA yang dapat membentuk partikel virus yang dapat bereplikasi maupun tidak. Selain itu, vaksin bisa berupa virus yang diinaktifkan atau virus yang telah dilemahkan.

Sedangkan antivirus, dia menyampaikan digunakan untuk tujuan pengobatan. Dia berkata antivirus mencegah agar virus tidak dapat lagi masuk ke dalam sel atau agar tidak dapat bereplikasi, sehingga jumlahnya tidak semakin banyak.

Wien menjelaskan antivirus dapat berupa senyawa, peptida atau antivirus yang dapat menghambat pengikatan virus dengan reseptornya, misalnya ACE2 untuk virus SARS-CoV-2.

Selain itu, dia menyebut antivirus dapat pula berupa senyawa-senyawa yang dapat menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam proses replikasi virus, seperti remdesivir misalnya.

"Beberapa yang dikategorikan sebagai antivirus, seperti interferon alfa dan beta, berfungsi dalam meningkatkan respons kekebalan tubuh yang dapat mencegah agar virusnya tidak semakin banyak atau bahkan melenyapkan virus," ujarnya.

Vaksin Covid-19 Moderna Diklaim Berhasil Buat Antibodi Corona

Perusahaan bioteknologi Moderna mengklaim vaksin mRNA buatannya dapat menghasilkan tingkat antibodi yang signifikan untuk melawan virus corona Covid-19 dan dapat ditoleransi oleh tubuh dengan baik. Hal itu data sementara dari uji coba fase 1 vaksin mRNA pada manusia Fase 1.

Vaksin buatan Moderna adalah salah satu dari sedikit vaksin yang sudah diuji coba ke manusia. Vaksin khusus itu secara perkembangan didukung oleh pemerintah Amerika Serikat dan uji coba fase pertama sudah dilakukan Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID).

Melansir New Atlas, Moderna melaporkan data sementara menunjukkan tidak ada efek samping serius dari vaksin di semua kohort dosis. Kohort adalah sekelompok orang yang memiliki karakteristik atau pengalaman yang sama dalam periode tertentu.


Tahap pertama pengujian itu juga mengukur respons kekebalan subjek terhadap vaksin. Data menunjukkan bahwa kedua dosis lebih rendah dari vaksin yang diuji dalam uji coba memperoleh tingkat antibodi penetral yang sama dengan yang terlihat dalam sampel darah dari pasien yang telah pulih dari COVID-19.

Meskipun hal ini memberikan harapan untuk kemanjuran vaksin, penting untuk dicatat bahwa pengukuran itu bukan bukti perlindungan terhadap virus.

"Data sementara Fase 1 ini, sementara awal, menunjukkan bahwa vaksinasi dengan mRNA-1273 memunculkan respons kekebalan disebabkan oleh infeksi alami dimulai dengan dosis serendah 25 μg," kata kepala petugas medis Moderna, Tal Zaks.

"Ketika dikombinasikan dengan keberhasilan dalam mencegah replikasi virus di paru-paru dari model tantangan pra-klinis pada dosis yang menimbulkan tingkat antibodi penetral yang serupa, data ini memperkuat keyakinan kami bahwa mRNA-1273 memiliki potensi untuk mencegah penyakit Covid-19 dan memajukan kemampuan kita untuk memilih dosis untuk uji coba penting," ujarnya.

Peneliti dari Imperial College London, Robin Shattock mengatakan laporan dari Moderna merupakan hal yang menggembirakan. Namun, dia menegaskan laporan vaksin yang disampaikan Moderna belum sepenuhnya dirilis, ditinjau sejawat, atau dipublikasikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar