Saat berpuasa di tengah pandemi COVID-19, penyandang diabetes perlu memperhatikan kesehatannya. Sebab apabila tidak dijaga, akan banyak risiko penyakit yang muncul.
Menurut Medical Marketing Manager Kalbe Nutritionals dr Adeline Devita, berbagai penyakit bisa muncul ketika kadar gula darah tidak dijaga. Mulai dari hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetic, dehidrasi, dan thrombosis.
"Walaupun puasa tetap dapat terjadi hiperglikemia karena penurunan dosis obat secara berlebihan, serta ketika berbuka puasa langsung konsumsi banyak makanan, jelas dr Adeline kepada detikHealth baru-baru ini.
Menjaga kadar gula darah erat kaitannya dengan menjaga pola makan. Namun selain itu, ada 4 hal penting yang menurut dr Adleine perlu diperhatikan dalam pengelolaan diabetesi antara lain sebagai berikut.
1. Tata Laksana Obat Sesuai Anjuran Dokter
Saat berkonsultasi dengan dokter, setiap diabetesi memiliki kebutuhan obat yang berbeda-beda. Setiap diabetesi harus mengonsumsi obat sesuai anjuran yang ditetapkan oleh dokter.
2. Pemantauan Teratur pada Kadar Glukosa
Pemantauan terhadap kadar glukosa juga harus rutin dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memantau perkembangan kadar gula darah apakah menjadi semakin normal setelah minum obat, atau ada komplikasi lain.
3. Olahraga Namun Tidak Berlebihan
Selama berpuasa, dr Adeline menyebut diabetesi juga perlu memperhatikan rutinitas olahraganya. Meski di rumah saja, namun tetap harus melakukan gerakan tubuh yang berperan positif dalam penurunan kadar gula darah.
4. Membatalkan Puasa saat Muncul Gejala atau Komplikasi
dr Adeline juga mengatakan ketika seseorang mengalami gejala atau komplikasi akibat penyakit diabetes yang diderita, orang tersebut harus segera membatalkan puasanya dan tidak boleh dilanjutkan. Menurutnya, diabetesi sebenarnya tidak hanya disarankan untuk menghindari makan gula saja, melainkan juga memerlukan perhatian khusus pada makanan sehari-hari yang dikonsumsi.
"Selain mengatur takaran gula yang paling penting adalah mengatur kalori, diabetes pastinya sudah mengenal bagaimana cara memilih makanan oleh dokter atau ahli gizinya," sambung dr Adeline.
Upaya tersebut juga dapat didukung dengan mengonsumsi Diabetasol yang merupakan meal replacement yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti makan pagi dan snack malam dengan nutrisi lengkap. Setiap porsinya pun mampu mencukupi kebutuhan kalori hingga 260 kkal.
Diabetasol juga mengandung karbohidrat lepas lambat, tinggi serat, protein, omega 3 dan vitamin (vitamin A, C, E) dan zinc agar kadar gula darah selama berpuasa di tengah COVID-19 tetap terjaga
WHO Peringatkan Sulit Bicara Bisa Jadi Gejala Serius Infeksi Corona
Sulit berbicara bisa menjadi salah satu gejala yang serius dari infeksi virus Corona COVID-19, para ahli memperingatkan.
Saat ini disebutkan bahwa batuk dan demam menjadi tanda awal kemunculan COVID-19. Namun belakangan, beberapa pasien mengeluhkan kondisi lain, seperti sulit berbicara.
Pakar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut siapapun yang mengalami kesulitan berbicara disertai dengan tak bisa bergerak harus segera mengunjungi dokter.
"Kebanyakan orang yang terinfeksi COVID-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan sampai sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus. Gejala serius: sulit bernapas atau sesak napas disertai dengan nyeri dada, kehilangan kemampuan berbicara dan bergerak," sebut pakar WHO dikutip dari Mirror.
"Segera cari pertolongan medis jika Anda memiliki gejala serius. Selalu menelepon sebelum Anda mengunjungi fasilitas kesehatan," lanjutnya.
Kesulitan bicara ini juga menjadi tanda kondisi psikologis yang dialami pasien virus Corona. Para peneliti di Orygen dan La Trobe University, Melbourne, memperingtkan bahwa virus Corona menyebabkan episode psikotik pada beberapa pasien.
"COVID-19 adalah pengalaman yang menegangkan bagi semua orang, terutama mereka yang mengalami masalah kesehatan mental yang kompleks," kata Dr Ellie Brown, penulis utama studi.
Selain kesulitan berbicara, pasien yang memiliki masalah mental juga dilaporkan mengalami gejaa psikotik seperti halusinasi.
Sementara gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan sudah terfokus untuk penyelesaiannya di tengah pandemi, para peneliti berharap temuan mereka akan mendorong studi lebih lanjut ke kondisi kesehatan yang lebih parah seperti psikosis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar