Selasa, 23 Juni 2020

Menebak-nebak Arah Mutasi Virus Corona, Melemah atau Justru Makin Liar?

 Mutasi virus Corona masih jadi fokus perhatian para ilmuwan. Pandangan tentang hal itu seakan terbelah, ada yang menyebut mitasi bikin virus melemah tetapi ada juga yang mengatakan virusnya makin sulit dikendalikan.
Menurut studi dari State Key Laboratory of Respiratory Disease di Guangzhou dan Shanghai Public Health Clinical Centre, mutasi bakal membuat virus Corona bertahan lama. Bahkan ada pakar mengatakan, vaksin pun tidak bisa menghentikannya dalam waktu singkat.

"Ketika itu (virus Corona) bermutasi, vaksin yang efektif pun bisa tidak bisa membuat virus tidak aktif lagi dalam waktu yang singkat," kata Profesor Qiu Tianyi dan Leng Qibin, peneliti di studi tersebut, dikutip dari South China Morning Post, Senin (22/6/2020).

Peneliti dari Scripps Research di Florida, mengatakan mutasi genetik pada virus Corona bisa meningkatkan kemampuannya menginfeksi sel tubuh. Bahkan pada April lalu, mutasi ini menyumbang sekitar 65 persen kasus baru.

Mutasi virus yang disebut D614G ini punya jumlah mahkota yang lebih banyak, yang digunakan untuk mengikat dan membobol sel tubuh manusia. Mahkota inilah yang disebut membuatnya lebih stabil.

Namun tak semua pakar sependapat. Salah satu pendapat berbeda disampaikan dari Prof Matteo Bassetti, pakar infeksi di Policlinico San Martino, Italia. Ia menyebut semakin banyak pasien lansia yang sembuh dari penyakit, yang membuktikan bahwa COVID-19 sudah lebih tidak agresif.

Prof Bassetti memperkirakan hal ini terjadi karena virus bermutasi menjadi lebih lemah saat menyebar ke seluruh dunia. Menurutnya, mungkin virus ini bisa mati atau hilang sebelum vaksin tersedia.

"Mungkin itu bisa hilang sepenuhnya tanpa vaksin. Saat ini jumlah orang yang sakit dan terinfeksi karena virus Corona jauh lebih sedikit," lanjut Prof Bassetti, dikutip dari Mirror.

Vaughn Cooper, pakar infeksi dari University of Pittsburgh School of Medicine, menambahkan bahwa virus Corona bermutasi lebih lambat dibanding influenza. Ia pun percaya perbedaan ini karena adanya perubahan penanganan medis dan perilaku dari manusia yang membatasi penularan serta infeksi baru.

Sementara itu, ada juga yang meragukan kedua klaim tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut virus Corona tidak bermutasi menjadi lebih berbahaya. Para ilmuwan yang mempelajarinya pun belum menemukan virus Corona yang bermutasi dan menimbulkan ancaman baru.

"Ada perubahan yang normal pada virus ini yang bisa diprediksi dari waktu ke waktu," kata ahli epidemiologi dan penyakit infeksi WHO, Dr Maria Van Kerkhove, merujuk pada RNA virus seperti flu bermutasi.

"Sejauh ini belum ada perubahan yang mengindikasikan bahwa virus itu berubah kemampuannya untuk menularkan atau menyebabkan penyakit yang lebih parah," lanjutnya.

Demam Tinggi, Gejala DBD atau Virus Corona? Ini Bedanya

Sebanyak 410 dari 460 kabupaten/kota di Indonesia terdapat penularan kasus demam berdarah dengue (DBD) dan juga COVID-19. Ini membuktikan adanya infeksi ganda yang terjadi selama pandemi Corona berlangsung.
DBD dan COVID-19 diketahui sebagai penyakit yang bersumber dari virus dan menyebabkan gejala demam tinggi bagi pengidapnya. Namun, apa perbedaan gejala antara DBD dan COVID-19 selain demam?

Menurut ahli infeksi dan pediatri tropik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr Mulya Rahma Karyanti, Spa(K), perbedaan yang paling mencolok dari gejala keduanya adalah pasien COVID-19 tidak mengalami pendarahan seperti DBD.

"Jadi kalau untuk kasus DBD penyebabnya virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti," kata dr Mulya dalam siaran langsung BNPB melalui kanal YouTube, Senin (22/6/2020).

"Biasanya, keluhannya demam tinggi mendadak dan kadang disertai muka merah, dan nyeri kepala, nyeri di belakang mata, muntah-muntah, dan biasanya disertai pendarahan, itu yang tidak ada pada COVID," lanjutnya.

Pada beberapa kasus DBD, pasien juga ada yang mengalami gejala batuk-batuk. Namun, dr Mulya menekankan gejala seperti itu kemungkinan terjadinya sangat kecil.

"Pada DBD gejala batuk bisa saja terjadi, namun (hanya) 10-15 persen kecil persentasenya dan tidak sesak seperti COVID kan saluran napas atas keluhannya," jelasnya.

"Tapi ini lebih ke demam pendarahan kulit yang harus di waspadai, pendarahan apapun seperti, mimisan, gusi berdarah, dan memar itu harus diwaspadai," lanjutnya.
https://indomovie28.net/my-stupid-boss-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar