Dokter paru mengingatkan, risiko perburukan virus Corona COVID-19 pada perokok lebih tinggi dibanding bukan perokok. Selain menurunkan imunitas, rokok juga meningkatkan risiko komorbiditas atau penyakit penyerta.
"Risiko mengalami COVID-19 yang berat adalah 2 kali lipat pada perokok dibanding bukan perokok," kata dr Agus Dwi Susanto Sp. P(K), FISR, FAPSR, Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dalam sebuah diskusi online, Selasa (13/5/2020).
Sebuah riset awal di salah satu RS Rujukan di Jakarta menunjukkan, 58,3 persen pasien virus Corona berjenis kelamin laki-laki adalah perokok. Riset lain menyebut proporsi laki-laki merokok 20 kali lebih banyak dibanding perempuan.
Menurut dr Agus, ada 4 faktor yang menyebabkan perokok lebih rentan terinfeksi virus Corona.
1. Merokok menyebabkan gangguan imunitas
Rokok menurunkan imunitas baik pada paru maupun sistemik atau seluruh tubuh. Pada paru, 2-3 isapan asap rokok bisa menurunkan pergerakan silia pada saluran napas hingga 50 persen. Secara sistemik, rokok membuat imunitas tubuh melemah dalam melawan infeksi virus dan bakteri.
2. Meningkatkan regulasi reseptor ACE-2
Ketika terjadi infeksi, SARS-CoV-2 atau virus Corona penyebab COVID-19 berikatan dengan reseptor Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE-2). Rokok, menurut dr Agus, meningkatkan regulasi reseptor tersebut sehingga risiko infeksi COVID-19 meningkat.
"Paru seorang perokok mengandung 40-50 persen reseptor ACE-2 lebih banyak dibanding bukan perokok," kata dr Agus.
3. Menyebabkan komorbid
Data di RS Paru Persahabatan menyebut 3 komorbiditas atau penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan pada pasien COVID-19 adalah hipertensi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Ketiganya memiliki faktor risiko yang sama, salah satunya riwayat merokok.
"Risiko COVID-19 derajat berat dan kematian meningkat pada pasien COVID-19 dengan komorbid terutama kardiovaskulat dan respirasi," jelas dr Agus.
4. Transmisi virus lewat tangan
Jalur transmisi atau penularan virus Corona salah satunya adalah melalui tangan yang terkontaminasi, lalu menyentuh area wajah. Aktivitas merokok meningkatkan risiko kontak antara tangan dengan mulut dan pernapasan, sehingga risiko penularan meningkat, terutama bila tidak rajin-rajin mencuci tangan.
https://nonton08.com/cast/tristan-riggs/
Heboh 'Ramalan' Bajaj Bajuri dan Cocoklogi Virus Corona
Di media sosial ramai soal cuplikan episode sinetron Bajaj Bajuri yang tayang beberapa tahun lalu disebut memprediksi wabah virus Corona. Dalam video tersebut tokoh Said sedang bercerita tentang virus menular baru dari China pada tokoh Oneng dan tokoh Mpok Hindun. Virus ini dapat membuat seseorang mengalami demam, batuk-batuk, hingga kematian.
"Itu penyakit menular dari China Mpok. Gejalanye panas dingin sama batuk. Bahaya Mpok. Penyakit itu bisa nular, yang udah kena bisa meninggal," kata Said dalam cerita.
Cuplikan video tersebut diambil dari Bajaj Bajuri episode 205 dengan judul "Katakan Saja Ogah Berpuasa". Faktanya episode itu memang sedang membahas penyakit severe acute respiratory syndrome (SARS) yang disebabkan salah satu jenis virus Corona.
Wabah virus SARS sempat menjadi ancaman pada tahun 2003 sebelum kemudian akhirnya mereda dan 'hilang' berkat upaya penanganan global.
Bajaj Bajuri yang mulai tayang pada tahun 2002 menyinggung fenomena virus Corona SARS. Sementara yang baru-baru ini mewabah adalah virus Corona COVID-19.
Sebelum viralnya cuplikan episode Bajaj Bajuri ini, hal serupa pernah beberapa kali viral. Misalnya beberapa novel yang membahas penyakit baru, buku iqro menulis 'ko ro na', hingga episode kartun The Simpsons.
Mengapa teori konspirasi yang sering disebut 'cocoklogi' ini seperti tidak ada habisnya?
Psikiater dari RS Jiwa Marzoeki Mahdi, dr Lahargo Kembaren, SpKJ, mengatakan berbagai teori ini umumnya tidak bisa dipertanggungjawabkan karena mengabaikan fakta-fakta atau bukti yang ada dan hanya sebatas mengandalkan argumen seseorang saja.
dr Lahargo mengatakan ada dampak yang timbul akibat keterbatasan aktivitas sosial. Hal ini juga berkaitan dengan kemunculan beragam teori konspirasi.
"Adanya ketidakpastian yang jelas, suatu krisis seperti pandemi ini kan krisis yang sangat besar, yang kemudian muncul teori konspirasi yang bisa mempengaruhi orang lain, yang memang sekarang penyebarannya sangat mudah, melalui media sosial kan," ungkapnya saat dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.
https://nonton08.com/cast/michael-cassidy/
"Risiko mengalami COVID-19 yang berat adalah 2 kali lipat pada perokok dibanding bukan perokok," kata dr Agus Dwi Susanto Sp. P(K), FISR, FAPSR, Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dalam sebuah diskusi online, Selasa (13/5/2020).
Sebuah riset awal di salah satu RS Rujukan di Jakarta menunjukkan, 58,3 persen pasien virus Corona berjenis kelamin laki-laki adalah perokok. Riset lain menyebut proporsi laki-laki merokok 20 kali lebih banyak dibanding perempuan.
Menurut dr Agus, ada 4 faktor yang menyebabkan perokok lebih rentan terinfeksi virus Corona.
1. Merokok menyebabkan gangguan imunitas
Rokok menurunkan imunitas baik pada paru maupun sistemik atau seluruh tubuh. Pada paru, 2-3 isapan asap rokok bisa menurunkan pergerakan silia pada saluran napas hingga 50 persen. Secara sistemik, rokok membuat imunitas tubuh melemah dalam melawan infeksi virus dan bakteri.
2. Meningkatkan regulasi reseptor ACE-2
Ketika terjadi infeksi, SARS-CoV-2 atau virus Corona penyebab COVID-19 berikatan dengan reseptor Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE-2). Rokok, menurut dr Agus, meningkatkan regulasi reseptor tersebut sehingga risiko infeksi COVID-19 meningkat.
"Paru seorang perokok mengandung 40-50 persen reseptor ACE-2 lebih banyak dibanding bukan perokok," kata dr Agus.
3. Menyebabkan komorbid
Data di RS Paru Persahabatan menyebut 3 komorbiditas atau penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan pada pasien COVID-19 adalah hipertensi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Ketiganya memiliki faktor risiko yang sama, salah satunya riwayat merokok.
"Risiko COVID-19 derajat berat dan kematian meningkat pada pasien COVID-19 dengan komorbid terutama kardiovaskulat dan respirasi," jelas dr Agus.
4. Transmisi virus lewat tangan
Jalur transmisi atau penularan virus Corona salah satunya adalah melalui tangan yang terkontaminasi, lalu menyentuh area wajah. Aktivitas merokok meningkatkan risiko kontak antara tangan dengan mulut dan pernapasan, sehingga risiko penularan meningkat, terutama bila tidak rajin-rajin mencuci tangan.
https://nonton08.com/cast/tristan-riggs/
Heboh 'Ramalan' Bajaj Bajuri dan Cocoklogi Virus Corona
Di media sosial ramai soal cuplikan episode sinetron Bajaj Bajuri yang tayang beberapa tahun lalu disebut memprediksi wabah virus Corona. Dalam video tersebut tokoh Said sedang bercerita tentang virus menular baru dari China pada tokoh Oneng dan tokoh Mpok Hindun. Virus ini dapat membuat seseorang mengalami demam, batuk-batuk, hingga kematian.
"Itu penyakit menular dari China Mpok. Gejalanye panas dingin sama batuk. Bahaya Mpok. Penyakit itu bisa nular, yang udah kena bisa meninggal," kata Said dalam cerita.
Cuplikan video tersebut diambil dari Bajaj Bajuri episode 205 dengan judul "Katakan Saja Ogah Berpuasa". Faktanya episode itu memang sedang membahas penyakit severe acute respiratory syndrome (SARS) yang disebabkan salah satu jenis virus Corona.
Wabah virus SARS sempat menjadi ancaman pada tahun 2003 sebelum kemudian akhirnya mereda dan 'hilang' berkat upaya penanganan global.
Bajaj Bajuri yang mulai tayang pada tahun 2002 menyinggung fenomena virus Corona SARS. Sementara yang baru-baru ini mewabah adalah virus Corona COVID-19.
Sebelum viralnya cuplikan episode Bajaj Bajuri ini, hal serupa pernah beberapa kali viral. Misalnya beberapa novel yang membahas penyakit baru, buku iqro menulis 'ko ro na', hingga episode kartun The Simpsons.
Mengapa teori konspirasi yang sering disebut 'cocoklogi' ini seperti tidak ada habisnya?
Psikiater dari RS Jiwa Marzoeki Mahdi, dr Lahargo Kembaren, SpKJ, mengatakan berbagai teori ini umumnya tidak bisa dipertanggungjawabkan karena mengabaikan fakta-fakta atau bukti yang ada dan hanya sebatas mengandalkan argumen seseorang saja.
dr Lahargo mengatakan ada dampak yang timbul akibat keterbatasan aktivitas sosial. Hal ini juga berkaitan dengan kemunculan beragam teori konspirasi.
"Adanya ketidakpastian yang jelas, suatu krisis seperti pandemi ini kan krisis yang sangat besar, yang kemudian muncul teori konspirasi yang bisa mempengaruhi orang lain, yang memang sekarang penyebarannya sangat mudah, melalui media sosial kan," ungkapnya saat dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.
https://nonton08.com/cast/michael-cassidy/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar