Selasa, 07 April 2020

Yuk, Lihat Lagi Keindahan Himalaya dari Dekat (2)

Ketika tidak ada nasi, maka orang Nepal makan roti dari gandum. Sementara itu Dal Bhat menyediakan protein dan dapat dimasak dengan ramuan terdiri dari bawang merah, bawang putih, jahe, cabai, tomat dan asam, serta rempah-rempah lainnya seperti ketumbar, garam masala, jintan dan kunyit. Dihangatkan oleh hidangan aromatik.

Naik, dan naik lagi Matahari baru saja mengintip dari balik gunung ketika kelompok meninggalkan penginapan mereka dan berangkat pada hari ketiga petualangan.

Segera setelah meninggalkan Baglung, Pemandangan berubah dan jalan juga mendaki , naik tajam menjadi 3.000 meter di atas permukaan laut. Vegetasi dan lanskap mulai berubah. Pohon-pohon tinggi jarang dan semak-semak dan rumput sekarang melambai pada pengendara.

Pemandangan dengan aroma spiritual agama Buddha nampak selama perjalaban. Biara dan kuil-kuil yang indah tersebar di antara desa-desa sesekali. Jalanan semakin sulit, dan beberapa pengendara mulai jatuh.

Pendakian yang curam dan batu-batu bulat yang mengganggu perjalanan mulai mendominasi perjalanan. Wajah penduduknya juga berubah. Kalau didataran rendah di dominasi oleh wajah dengan ciri khas India di lembah Kathmandu. Nah pada ketinggian yang mulai tandus wajah berubah dengan ciri khas Mongolia, dimana kulitnya putih dan lebih terang dan mata yang sipit.

Pengendara mengambil waktu untuk berhenti untuk melihat Gunung Annapurna di kejauhan. Itu pemandangan yang indah dan cuacanya bagus ketika para pengendara terus menyusuri bibir gunung dan melintasi hamparan gurun sampai akhirnya kami mencapai dusun Lette di sore hari.

Malam itu mulai terasa sangat dingin, salju turun di desa dengan penduruk sekitar 500 orang. Keesokan harinya Anggota tim terbangun dengan langit mendung dan salju ringan yang turun membasahi bumi, meskipun salju ringan turun ketanah kami tetap berangkat pada pagi harinya.

Keluar desa Lette kami merasakan jalan yang berpasir dan berlumpur diselingi oleh bebatuan. Hujan sudah berhenti tetapi terasa sekali udara dingin menembus jaket tiga lapis yang kami kenakan. Jalanan yang curam dan licin, berbahaya, membuat kami semuanya berjatuhan. Ketika hujan mulai turun lagi dan salju mulai melebat.

Kami sejenak berhenti di gubuk sisi jalan. Setelah rintik hujan berhenti tampak di kejauhan pemandangan yang indah dan jajaran gunung yang diselimuti salju. ketika kami menyusuri bibir gunung dan melintasi hamparan gurun sampai mereka mencapai Jomson di sore hari.

Ban Bocor Berkali-kali. Kondisi jalan yang buruk dan berbatu tajam membuat kami berkali kali mengganti ban dan kerusakan yang diderita teman teman. Mulai dari knalpot yang copot, push step yang patah, pijakan rem dan masih banyak lagi. Sampai sampai kita bercanda bahwa jika mereka kembali ke Indonesia, mereka bisa jadi tukang bengkel.

Di sini Anda harus memperbaiki kebocoran ban motor anda sendiri. Tim menggunakan pilihan sepeda motor di antaranya: Royal Enfield 2005 Bullet dan 2013 model Chrome Klasik. Terbukti dari petualangan ini, motor royal enfield dengan torsi yang khas terbukti sangat andal dan mudah dikendalikan.

Kerusakan pada sepeda motor ini dimulai dari rem yang patah dan tuas kopling hingga knalpot yang terlepas. Ketika perbaikan diperlukan, maka team mekanik melakukan perbaikan dengan sempurna sehingga mendapatkan kendaraan sepenuhnya layak jalan lagi esoknya. Ini salah satu contoh dari kerja tim yang solid di sepanjang perjalanan.

Kembali ke jalan setelah badai berhenti, Muktinath semakin dekat tetapi medannya sangat licin ditambah dengan cuaca mengancam. Akhirnya rombongan mencapai Muktinath Palyak di ketinggian 4.200 meter di atas permukaan laut, sesuai dengan tujuan ekspedisi.

Di Coffee Shop Bob Marley kami merayakan keberhasilan mendaki dengan memakan steak Yak, yakni daging bison berambut panjang khas Himalaya. Kami tidak bermalam disini dan kami memutuskan untuk langsung turun gunung, karena beberapa anggota mulai menderita penyakit ketinggian (AMS), ada yang merasa demam dan pusing.

Suasana di ketinggian ini tipis oksigen, dan biasanya orang dari dataran rendah seperti dari Indonesia akan merasakan dizzyness dan mau muntah. Kami segera turun ke arah desa Marpha, di mana 250 orang tinggal di ketinggian 3.168 meter di atas permukaan laut.

Sekali lagi, perjalanan pulang kami disambut oleh hujan salju. Kami Menginap di penginapan, yang terletak di jalan yang dipenuhi penjual suvenir. Biasanya pelancong membeli mangkuk khas budha yakni 'mangkuk bernyanyi' yang umum ada di wilayah ini.

Mangkuk yang terbuat dari kuningan logamnya bisa beresonansi dengan suara bernada tinggi ketika digosok dengan gerakan melingkar dengan tongkat kayu kecil. Mangkuk ini biasanya digunakan dalam upacara-upacara oleh para biksu Budha, suara dari mangkuk-mangkuk semacam itu diyakini menciptakan suasana penyembuhan untuk meditasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar