Belum ada satu pun obat atau vaksin yang diresmikan untuk mengatasi virus corona COVID-19 di seluruh dunia. Selain menggunakan obat, metode lain yang digunakan adalah menggunakan plasma darah seseorang yang sudah sembuh dari virus corona COVID-19.
Mengutip World of Buzz, metode ini menurut Harvard telah digunakan untuk mengobati penyakit seperti polio dan SARS. Plasma yang mengandung antibodi dari pasien yang pulih diberikan kepada pasien. Antibodi yang terdapat pada pasien yang sembuh membantu pasien melawan penyakit atau mengurangi keparahan penyakit.
Di Malaysia, saat ini hanya ada satu orang yang menyumbangkan plasma darah mereka dan itu adalah Reza Huzairi Zainudin berusia 41 tahun. Reza yang merupakan kasus ke 46 di Malaysia mengatakan bahwa ia merasa sangat bersyukur dapat menyumbangkan plasma darahnya, menurut laporan berita Bernama.
"Tuhan mengganti kesedihan saya dengan kesenangan dan kebanggaan karena dapat menyumbangkan plasma darah saya kepada pasien COVID-19," ujarnya.
Ternyata tidak semua orang dapat menyumbangkan plasma darah dan ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu tidak ada riwayat penyakit kronis, tidak minum obat untuk waktu yang lama, secara umum sehat dan tidak ada penyakit apapun.
Karena berat Reza sekitar 65kg, dia hanya bisa menyumbangkan hingga 500ml plasma darah sekaligus, tetapi jumlah tersebut dapat digunakan pada beberapa pasien. Dia pun berencana untuk kembali 2 minggu kemudian dan menyumbangkan lebih banyak plasma darah jika dokter menginginkannya.
Dokter juga memberitahu dia bahwa dengan menyuntikkan plasma ke dalam darah seseorang yang memiliki golongan darah yang sama akan memberikan hasil terbaik. Karena itu, Reza berharap bahwa lebih banyak orang dapat melangkah maju untuk menyumbangkan plasma darah mereka sehingga lebih banyak pasien dapat dirawat.
Pakar AS Sebut Virus Corona Bisa Menular Bahkan Saat Berbicara dan Bernapas
Sebuah panel ilmiah bergengsi menyebut bahwa virus corona dapat menyebar tidak hanya melalui bersin atau batuk, tetapi juga saat berbicara bahkan bernapas sekalipun.
"Walau penelitian spesifik (virus corona) saat ini terbatas, hasil penelitian yang tertera menunjukkan adanya aerosolisasi virus dari pernapasan normal," menurut Ketua Komite Akademi Ilmu Pengetahuan (NAS) dan mantan dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Harvard, Dr Harvey Fineberg, dalam surat yang ditujukan ke Gedung Putih AS, mengutip CNN.
Untuk itu, karena adanya kelangkaan masker medis, peneliti lebih menyarankan masyarakat menggunakan masker kain buatan rumah. Ditegaskan pula bahwa masker medis dan N95 saat ini diperuntukkan bagi tenaga medis yang menangani pasien virus corona.
Seperti kebanyakan penyakit pernapasan lainnya, virus corona dapat menyebar melalui tetesan droplet dalam butiran kecil air yang membawa virus. Melihat perkembangan penularan virus yang sangat masif, Dr Fineberg juga mengatakan bahkan napas dari pasien virus corona bisa berbahaya.
Surat dari NAS ke Gedung Putih mencatat penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit China yang menemukan virus dapat tinggal lama di udara saat dokter dan perawat melepas APD mereka atau ketika lantai rumah sakit dibersihkan atau saat staf rumah sakit bergerak.
Fineberg mengatakan ada kemungkinan bahwa tetesan aerosol virus corona dapat menggantung di udara dan berpotensi menginfeksi seseorang yang lewat. Berapa lama virus corona bertahan di udara tergantung pada beberapa faktor, termasuk berapa banyak virus yang dikeluarkan seseorang saat bernafas atau berbicara, dan juga pada sirkulasi di udara.
"Jika Anda menghasilkan aerosol virus tanpa sirkulasi di suatu ruangan, dapat dibayangkan bahwa saat berjalan nanti, Anda bisa menghirup virus. Tapi jika kamu di luar, angin sepoi-sepoi mungkin akan membubarkan (virusnya)," pungkas Dr Fineberg.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar