Sabtu, 25 April 2020

181 Pasien Corona RI Meninggal, Ventilator dan Alat Cuci Darah Tak Memadai

Kasus corona yang meninggal di Indonesia hampir mendekati 200 kasus yaitu sebanyak 181 kasus pada Jumat (3/4/2020). Lebih banyak dari kasus yang dilaporkan sembuh sebanyak 134 kasus.
Menanggapi hal ini, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengatakan angka kematian yang tinggi di Indonesia ada kaitannya dengan kekurangan sarana dan prasarana di rumah sakit.

"Kemudian juga kita tahu angka kematian kita tinggi juga berhubungan dengan sarana dan prasarana yang kurang dalam arti kata ventilator, alat cuci darah," ungkapnya saat melakukan diskusi daring melalui akun YouTube @MedicineUI pada Jumat (3/4/2020).

Sementara itu ia mengharapkan penerapan darurat kesehatan masyarakat yang diumumkan oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Jokowi Dodo bisa dilaksanakan di lapangan dengan maksimal. Hal ini guna menghentikan penyebaran virus corona COVID-19 yang ia nilai masih terus berlangsung di masyarakat.

"Mudah-mudahan aturan (darurat kesehatan masyarakat) ini bisa diimplementasikan di masyarakat sehingga akhirnya jumlah kasus bisa tertekan dan kesempatan untuk para petugas kesehatan bekerja bisa lebih optimal lagi dengan sarana dan prasarana yang ada," lanjutnya.

Menurut Prof Ari, dalam kondisi pandemi global semua dunia sama-sama memiliki masalah yang sama. Artinya, Indonesia tidak bisa mengharapkan banyak hal pada negara lainnya.

"Kita mesti tahu kalau kondisi ini adalah pandemi global, sehingga semua negara mempunyai permasalahan yang sama, semua negara juga sedang melakukan upaya-upaya bangsa kepentingannya sendiri. Jadi ini yang harus kita maklumi, kita tidak bisa minta tolong untuk halnya arahan atau segala macam, tetapi ketika berhubungan dengan sumber daya, sarana dan prasarana rasanya memang akhirnya harus kekuatan dari bangsa itu sendiri," katanya kembali menegaskan.

Banyak pula tenaga medis yang bertumbangan. Sebagian positif, bahkan beberapa dilaporkan meninggal. Prof Ari pun menyoroti hal tersebut dengan minimnya ketersediaan alat pelindung diri (APD).

"Kita sudah tau sekarang sumber daya sudah banyak yang terpakai, banyak juga dokter-dokter yang meninggal, ada juga dokter yang positif karena keterbatasan alat pelindung diri (APD). Tentu kami sangat membutuhkan aturan-aturan yang jelas sehingga bisa diputus mata rantai penularan, dengan diputusnya mata rantai penularan maka jumlah pasien yang berobat ke rumah sakit juga berkurang," harapnya.

Guru Besar UI: Kalau Kerja Keras Seperti China, Corona RI Teratasi Juli

Kasus corona di Wuhan, China, mengalami penurunan kasus. Sebelumnya kota tersebut memberlakukan lockdown selama tiga bulan. Akankah langkah-langkah yang dilakukan di China efektif jika diterapkan di Indonesia?
Menanggapi hal ini, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengatakan jika pemerintah Indonesia bersikeras dengan segala upaya menangani kasus corona seperti China, diprediksi wabah corona teratasi di bulan Juni atau Juli.

"Saya rasa ya kita berharap ya jadi setelah Maret, kan kebetulan setelah ada gugus tugas (penanganan COVID-19) ini kita lebih intens untuk mengatasi, Maret, April, Mei, jadi paling tidak kalau kita bener-bener bekerja keras seperti China, kita paling baru bisa mengatasi ini Juni atau Juli," jelasnya dalam Diskusi Daring melalui YouTube @MedicineUI pada Jumat (3/4/2020).

Meski begitu, kabar terkait penerapan lockdown kembali ditetapkan di Jia, China, menurut Prof Ari menandakan wabah tersebut belum benar-benar usai.

"Tapi kan kita baru dapat informasi lagi kalau satu kota di China dilockdown lagi. Kenapa? karena ada wabah kedua, nah ini ya kayanya nampaknya masalah wabah ini belum selesai gitu ya, jadi memang ini jadi perhatian kita juga," ujarnya.

"Tetapi paling tidak ada contoh di Wuhan dalam tiga bulan kalau memang bener-bener ya bisa menurun kasusnya sedangkan kenyataannya kita sekarang eksistensial," tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar