Sabtu, 25 April 2020

Menristek: RI Segera Produksi Ventilator Portabel-Siapkan Alat Tes PCR

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro mengatakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah mengembangkan ventilator portabel untuk keperluan penanganan COVID-19. Diharapkan, alat tersebut sudah diproduksi pada akhir April 2020.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah melakukan pengujian terhadap ventilator portabel. Jika pengujian prototipe selesai, selanjutnya akan masuk ke proses produksi di PT Len Industri (Persero) dan PT Poly Jaya Medikal.

"Jadi diharapkan 25 April kita bisa mudah-mudahan bisa mendapatkan 200 unit pertama ventilator buatan Indonesia yang dibuat oleh PT Len dan PT Poly Jaya dan didesain oleh tim yang dipimpin BPPT," ujar Bambang seusai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Rabu (15/4/2020).

Selain ventilator portabel, Indonesia akan memproduksi 100 ribu alat tes cepat (rapid test) COVID-19. Bambang menargetkan produksi yang lebih besar lagi.

"Mengenai tes kita ada dua, baik berbasis PCR maupun rapid test. Untuk rapid test, kami sudah laporkan pak presiden, 1,5 bulan atau 6 minggu dari sekarang rencananya sudah ada 100 ribu produksi, 100 ribu unit rapid test yang merupakan hasil kerja sama dari BPPT, UGM, yang kemudian diproduksi PT Hepatika di Yogya," ujar Bambang.

Untuk alat tes polymerase chain reaction (PCR), BPPT bekerja sama dengan startup Nusantic serta PT Bio Farma (Persero) dan akan dilakukan pengujian di Kemenkes serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Bambang berharap Indonesia segera memiliki alat tes PCR produksi dalam negeri.

"Sehingga tidak lama lagi kita akan punya PCR test kit yang basisnya adalah virus yang merupakan local transmission atau virus COVID-19 yang terjadi di Indonesia. Jadi bukan yang berasal dari luar. Tentunya ini diharapkan bisa meningkatkan akurasi dari pengujian PCR tersebut," kata Bambang.

Pemerintah Tetapkan PSBB Darurat Corona, Ini Bedanya dengan Karantina Wilayah

Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terkait darurat virus corona COVID-19 sudah mulai berlaku. Lantas apa bedanya PSBB dengan karantina wilayah yang telah diberlakukan di beberapa daerah di Indonesia?
Pakar hukum dari Fakultas Hukum UI (FHUI), Fitriani Ahlan Syarif, SH, MH, mengatakan perbedaan keduanya adalah dari cara mengatur pergerakan masyarakat di wilayah yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

"Kalau PSBB itu lebih melarang pergerakan orang, sedangkan kalau karantina itu melarang orang untuk keluar dari daerah itu," kata Fitriani saat konferensi pers daring FKUI Peduli COVID-19 pada Jumat (3/4/2020).

Fitriani juga menjelaskan, PSBB bertujuan untuk membatasi pergerakan masyarakat di wilayah tertentu agar penyebaran virus corona dari satu daerah ke daerah lain bisa dicegah.

"Kalau PSBB ketika sudah ditentukan menteri dan sudah menyatakan bahwa Kabupaten A atau Provinsi A, sehingga pergerakan orang-orangnya bisa dibatasi," jelasnya.

Kebijakan tersebut tertuang dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Dalam Pasal 6 dijelaskan bahwa PSBB harus diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota kepada Menteri Kesehatan (Menkes). Nantinya Menkes akan memperhatikan pertimbangan Ketua Pelaksana Gugus Percepatan Penanganan COVID-19.

"Mengenai COVID-19, dengan keluarnya PP tentang PSBB, Pembatasan Sosial Berskala Besar, ya kepala-kepala daerah dimungkinkan untuk menyampaikan kepada pemerintah pusat melalui BNPB tentang usul-usul pembatasan sosial besar dalam pencegahan COVID-19 tentunya menurut kajian yang baik," kata Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna Laoly saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, di akun YouTube DPR RI, Rabu (1/3/2020).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar