BPJS Kesehatan mengaku telah menerima keputusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Dengan begitu, iuran BPJS Kesehatan yang sejak Januari naik menjadi Rp 42.000 untuk kelas III, kini kembali turun menjadi Rp 25.500, kelas II dari Rp 110.000 menjadi Rp 51.000, dan kelas I dari Rp 160.000 menjadi Rp 80.000. Jumlah iuran tersebut sesuai Peraturan Presiden No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Komunikasi tentu berjalan sangat baik selama ini dalam pengelolaan Program JKN-KIS," ujar Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf kepada detikcom, Selasa (21/4/2020).
Iqbal juga memastikan bahwa pihaknya akan patuh terhadap aturan itu dan bakal berjalan sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh MA. "Kan memang putusan MA itu final dan mengikat. Sehingga pasti akan dilaksanakan," sambungnya.
Lalu, bagaimana nasib kelebihan iuran yang telah dibayarkan para peserta pada bulan April 2020 ini?
Iqbal menjelaskan terkait kelebihan iuran akan diperhitungkan pada pembayaran iuran bulan selanjutnya. "Diperhitungkan sebagai saldo untuk pembayaran iuran bulan berikutnya," tuturnya.
Untuk diketahui, beleid pembatalan kenaikan iuran tersebut telah diterima pemerintah secara resmi sejak 31 Maret 2020 lalu berdasarkan surat dari Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor: 24/P.PTS/III/2020/7P/HUM/2020 tanggal 31 Maret 2020 perihal Pengiriman Putusan Perkara Hak Uji Materiil Reg. No. 7P/HUM/2020.
Sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung No. 01/2011 tentang Hak Uji Materiil, pemerintah mempunyai waktu paling lambat 90 hari untuk melaksanakan Putusan MA tersebut. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa aturan pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan ini dapat mulai berlaku selambatnya sampai dengan 29 Juni 2020 mendatang.
Pedihnya Ketika Keelokan Italia Diabaikan Dunia
Italia yang menjadi destinasi wisata favorit turis dari pelosok dunia sepi. Keindahan di sudut-sudut Negeri Pizza itu seolah sedang diabaikan dunia.
Villa d'Este, sekitar satu jam perjalanan dari Roma, sebuah vila dan taman yang dipenuhi kolam dan taman terawat yang pertama kali ditugaskan oleh seorang kardinal. Banyak yang menyebutnya sebagai keajaiban abad ke-16.
Setiap hari, hampir 2.000 pelancong memenuhi jalan setapak di area vila itu. Turis-turis itu rela antre untuk berfoto dengan patung-patung Renaissance atau menikmati pemandangan dari lereng bukit bertingkat.
Itu dulu sebelum virus Corona merajalela. Kini vila di Tivoli di Italia itu kosong tak ada pelancong.
"Dalam situasi kita saat ini, kecantikan berkontribusi dalam cara mendasar bagi kesejahteraan kita," kata Andrea Bruciati, direktur perkebunan di Villa d'Este, seperti dikutip france24.
"Aku merasakan kesedihan yang mendalam bahwa keindahan ini tidak dapat dibagikan kepada orang-orang saat ini," dia menambahkan.
'Tidak ada pengunjung, nol!" dia menegaskan.
Bukan hanya Villa d'Este yang tutup, namun vila lain yang masuk daftar UNESCO di Tivoli, sebuah kota di timur laut Roma, Villa Hadrian, juga tak menerima pengunjung.
"Kami tidak punya pengunjung sekarang, tidak ada! Nol! Nol!" Giuseppe Proietti, wali kota Tivoli.
Tak beroperasinya dua vila itu membuat pendapatan kota mandeg. Mirisnya, tidak ada yang benar-benar tahu kapan para wisatawan akan berani kembali ke Italia dengan kasus kematian mencapai 23.660 akibat virus Corona.
"Restoran-restoran, pusat bersejarah, area yang dipenuhi dengan restoran-restoran outdoor semuanya benar-benar tertutup," kata Proietti.
This picture taken on April 17, 2020, shows terraced hillside Italian Renaissance garden and fountains Villa D'Este in Tivoli during the lockdown aimed at curbing the spread of the COVID-19 infection, caused by the novel coronavirus. (Photo by Filippo MONTEFORTE / S fornasier / AFP)Teras taman Renaissance dan air mancur Villa D'Este di Tivoli tutup karena COVID-19. (Filippo MONTEFORTE / S fornasier / AFP)
Situasi itu memang mengguncang Italia. Sebab, pariwisata menjadi salah satu penyedot tenaga kerja, hingga di bawah seperlima dari seluruh tenaga kerja resmi.
Beberapa tempat merasakan dampak, bukan hanya tempat wisata, namun usaha lain yang dibangun untuk mendukung wisata. Di antaranya, hotel, tempat makan dan kongkow.
Dari 19 hotel Tivoli, hanya dua yang masih dibuka. Tapi, itu pun kosong tak ada pelanggan.
"Mereka tidak ditutup karena hukum, tapi ditutup karena tidak ada permintaan," kata Kepala Asosiasi Akomodasi Tivoli, Pietro Conversi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar