Aliansi Laki-Laki Baru merupakan lembaga yang mendorong keterlibatan laki-laki dalam isu kesetaraan gender. Karena itu Haryo mengatakan Aliansi Laki-Laki Baru memberikan pendampingan psikologis dan hukum pada laki-laki korban kekerasan seksual usa anak. Pendampingan diberikan sejak proses penyusunan berkas acara pidana (BAP) dan pemeriksaan psikologis. dan melakukan pemeriksaan psikologis yang bisa digunakan dalam proses hukum," tutur Haryo.
Meski demikian ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam proses pendampingan hukum. Haryo mengatakan, masyarakat punya kecenderungan untuk mengambil langkah 'damai' karena biasanya pelaku merupakan orang terdekat korban. Sesuai dengan data yang dihimpun oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tahun 2019 yang mencatat pelaku kekerasan seksual terhadap anak didominasi oleh orang terdekat sebesar 80,23 persen. "Sehingga ada beberapa kasus yang proses hukumnya tidak sampai di pengadilan, namun berakhir dengan damai di kepolisian," sebut Haryo.
Penyebab Remaja Rentan jadi Korban Kekerasan Seksual
Psikiater anak dan remaja dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Fransiska Kaligis, SpKJ, mengatakan ada beberapa faktor mengapa kelompok anak dan remaja lebih rentan menjadi korban kekerasan seksual. Kebanyakan dari kelompok tersebut sulit mengatakan "tidak" karena pelaku mayoritas usia dewasa. "Terlebih jika pelaku dikenal korban," ujarnya melalui sambungan telepon kepada detikcom, Kamis (16/4/2020).
Ketidakberdayaan mereka dalam melindungi diri sendiri dari ancaman kejahatan menjadi salah satu faktor anak dan remaja pada tindak kejahatan ini. Jika hal ini tidak tertangani dengan baik, anak akan mengalami masa sulit. Terlebih jika tidak mendapat penanganan dari trauma yang dialaminya.
"Posisi anak dan remaja itu kan selalu berada di bawah, ya. Biasanya pelaku usianya lebih tua, lebih dia dewasa dari anak. Anak menjadi takut karena memang posisi mereka lebih 'inferior' dibandingkan pelakunya," jelas dr Fransiska.
Oleh karena itu, peran keluarga menjadi sangat penting. Orang tua memiliki tugas yang berlipat dalam memperkuat pengasuhan dan pengawasan pada anak. Orang tua adalah pertahanan pertama untuk memahami, mengenali bahkan menyeleksi lingkungan sosial mana, yang boleh dan tidak bagi anak-anak.
Seperti kisah Abraham, kebanyakan laki-laki yang jadi korban pelecehan seksual seperti enggan untuk melapor. Saat laki-laki menjadi korban pelecehan, banyak di antara mereka yang kemudian mempertanyakan orientasi seksualnya sehingga seringkali menjadi pendiam dan murung.
"Secara khusus pada laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual, mereka merasa khawatir dan berpikir mengenai maskulinitas, seksual. Khawatir pendapat orang yang akan menganggap mereka homoseksual dan fakta bahwa mereka tidak bisa mencegah kekerasan seksual tersebut," tutur spesialis kejiwaan dr Lahargo Kembaren, SpKJ dari RSJ Marzoeki Mahdi, di awal Januari lalu.
Pendampingan yang diberikan saat anak laki-laki menjadi korban pelecehan seksual juga sedikit berbeda. Haryo Widodo, salah satu relawan pendamping bagi korban kekerasan seksual dari Aliansi Laki-laki Baru menyebut tiap klien punya kondisi yang berbeda tapi umumnya mereka menjadi lebih tertutup, lebih sering melamun. "Ada yang mengalami gangguan emosi, misalnya jadi sering marah dan beberapa kali membentak orang tua dan berteriak," ujarnya ketika diwawancarai detikcom melalui pesan teks, Kamis (16/4/2020).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar