Senin, 27 April 2020

Komisioner KPAI Dicopot, Ini 3 Alasan Tak Mungkin Hamil di Kolam Renang

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi memberhentikan Sitti Hikmawatty dari jabatan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Pemberhentian Sitti tertuang dalam keputusan presiden (Keppres).
"Memberhentikan tidak hormat Dr. Sitti Hikmawaty, S.ST., M.Pd. sebagai anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia periode 2017-2022," tulis Keppres yang diteken Jokowi, seperti dilihat detikcom, Senin (27/4/2020).

Pernyataan kontroversial Sitti soal hamil di kolam renang sempat ramai diperbincangkan. Bahkan media asing ikut menyoroti pernyataannya. Namun para ahli mengatakan hal tersebut mustahil terjadi. Berikut 3 alasan mengapa tak mungkin hamil di kolam renang.

1. Sperma tak bertahan di air
Pengamat kesehatan seksual sekaligus ahli kandungan dr Boyke Dian Nugraha, SpOG, sempat mengomentari pernyataan soal berenang dengan lawan jenis membuat hamil. Menurut dr Boyke kehamilan tidak mungkin terjadi hanya karena berenang bersama dengan lawan jenis.

"Pertama ketika sperma itu keluar dia akan menyentuh air langsung mati dalam beberapa detik. Apalagi air yang mengandung kaporit, pasti masti. Sperma tidak bisa hidup di luar tempatnya kecuali di dalam vagina," kata dr Boyke beberapa waktu lalu.

"Sekuat apapun sperma itu. Mau dari Afrika, dari orang bule, mau orang Arab, enggak ada sperma yang kuat," lanjutnya.

2. Sperma hanya bertahan selama 30 menit
Menurut dr Dinda Dermaisya, SpOG, dari Medistra Hospital sperma tak mungkin bertahan di dalam kolam renang.

"Sperma keluar bersama cairan ejakulat. BIsa bertahan selama masih tercampur dengan cairan ejakulat selama 30 menit di luar tubuh pada suhu ruang.

3. Tak semudah yang diperkirakan
dr Dinda menegaskan bahwa proses menuju kehamilan tidak semudah yang ramai diperbincangkan.

"Untuk hamil itu nggak semudah itu. Jutaan sperma kalah dan hanya satu yang bisa membuahi," ujar dr Dinda.

Sering Batuk Saat Malam Hari? Waspada Gejala Berbahaya Ini

Kadang ada rasa menjengkelkan ketika mencoba tidur namun tenggorokan terasa gatal dan menyebabkan batuk. Yang lebih membuat khawatir adalah batuk terjadi pada masa pandemi COVID-19 saat ini karena merupakan salah satu gejala terjangkit virus tersebut.
Apakah batuk yang hanya terjadi pada malam hari merupakan indikasi COVID-19? Menurut Medical Manager Divisi Kalbe Consumer Health PT Kalbe Farma TBK, dr Helmin Agustina Silalahi batuk yang merupakan gejala COVID-19 tidak hanya terjadi pada malam hari. Selain itu batuk dari virus ini merupakan jenis batuk kering.

"Gejala batuk pada COVID-19 biasanya batuk kering, dan tidak terjadi hanya di malam hari," ujar dr Helmin kepada detikHealth, Senin (27/4/2020).

Meski demikian, batuk yang hanya terjadi pada malam hari bisa jadi merupakan indikasi adanya penyakit berbahaya lainnya. Oleh karena itu harus tetap diwaspadai.

Dilansir dari Medical News Today, batuk pada malam hari dapat disebabkan oleh karena berbagai macam kondisi. Beberapa di antaranya bersifat jangka pendek dan hilang dalam satu atau dua minggu. Namun ada juga yang bersifat jangka panjang.

Adapun batuk pada malam hari dapat menjadi pertanda indikasi penyebab penyakit berbahaya seperti alergi, asma, emfisema, bronkitis kronis dan sebagainya. dr Helmin menambahkan, batuk yang hanya terjadi pada malam hari saja kemungkinan disebabkan oleh alergi karena pada malam hari udara lebih dingin dibanding pada siang hari.

"Selain itu pada kasus GERD jika makan menjelang tidur juga dapat memicu batuk di malam hari," lanjut dr Helmin.

GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) adalah kondisi jangka panjang di mana asam dari lambung naik ke kerongkongan. Gejala ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada tubuh, penyempitan kerongkongan, masalah pernapasan, bahkan berkembang menjadi kanker.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar