Sebut saja Abraham, seorang laki-laki yang pernah mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dari rekan sebayanya saat masih duduk di bangku kuliah. Ia bercerita, saat itu, ia pernah mengalami pelecehan seksual fisik oleh salah satu rekan kampusnya. "Pas di motor, dia gue bonceng. Sepanjang jalan tangan dia di paha gue, ngelus-ngelus. Gue udah risih banget tapi takut jadi gue diem aja," kenangnya.
Pelecehan yang dialaminya tak sampai disitu saja. Meski telah berusaha menghindari pelaku, selalu saja ada kesempatan mereka bertemu. Pernah juga pada satu kesempatan, tangan pelaku menggerayangi anggota tubuhnya secara sembunyi-sembunyi hingga membuatnya sangat ketakutan. Meski demikian, ia tetap tak bisa berbuat banyak. "Gue takut ini nyebar, terus dia merasa terhina, atau apa malah dendam sama gue. Terus melakukan hal-hal gila yang mengancam keselamatan gue," ujarnya.
Penuturan Abraham hanyalah satu dari banyak kisah yang dialami remaja laki-laki korban kekerasan dan pelecehan seksual. Secara umum pelecehan seksual identik dengan laki-laki sebagai pelaku dan korban adalah perempuan. Pernyataan tersebut tidaklah salah tapi tak benar sepenuhnya. Berbagai data yang dihimpun menunjukkan mayoritas kekerasan dan pelecehan seksual dialami oleh perempuan, namun terdapat laki-laki yang juga menjadi korban.
Seperti yang terjadi di awal tahun 2020, saat nama Reynhard Sinaga menjadi sorotan dunia setelah ia dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pemerintah Inggris dengan dakwaan perkosaan lebih dari 100 pria di Manchester. Beberapa di antara korban bahkan masih berusia remaja dengan rentang usia sekitar 16-20 tahun.
Hal ini memperlihatkan bahwa kekerasan seksual tak memandang gender. Kekerasan seksual mencakup tindakan bersifat seksual pada orang lain tanpa persetujuan baik bersifat fisik dan verbal, di dalamnya termasuk perkosaan dan pelecehan seksual.
Saat ini di Indonesia, kasus kekerasan seksual pada remaja tidak mengalami penurunan. Data yang dihimpun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat ada 1.500 laporan kekerasan seksual terhadap anak. Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja juga menunjukkan 1 dari 17 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak perempuan menjadi korban pelecehan seksual.
Dampak Kekerasan Seksual pada Remaja Laki-Laki
Seperti kisah Abraham, kebanyakan laki-laki yang jadi korban pelecehan seksual seperti enggan untuk melapor. Saat laki-laki menjadi korban pelecehan, banyak di antara mereka yang kemudian mempertanyakan orientasi seksualnya sehingga seringkali menjadi pendiam dan murung.
"Secara khusus pada laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual, mereka merasa khawatir dan berpikir mengenai maskulinitas, seksual. Khawatir pendapat orang yang akan menganggap mereka homoseksual dan fakta bahwa mereka tidak bisa mencegah kekerasan seksual tersebut," tutur spesialis kejiwaan dr Lahargo Kembaren, SpKJ dari RSJ Marzoeki Mahdi, di awal Januari lalu.
Pendampingan yang diberikan saat anak laki-laki menjadi korban pelecehan seksual juga sedikit berbeda. Haryo Widodo, salah satu relawan pendamping bagi korban kekerasan seksual dari Aliansi Laki-laki Baru menyebut tiap klien punya kondisi yang berbeda tapi umumnya mereka menjadi lebih tertutup, lebih sering melamun. "Ada yang mengalami gangguan emosi, misalnya jadi sering marah dan beberapa kali membentak orang tua dan berteriak," ujarnya ketika diwawancarai detikcom melalui pesan teks, Kamis (16/4/2020).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar