Kami sejenak berhenti di gubuk sisi jalan. Setelah rintik hujan berhenti tampak di kejauhan pemandangan yang indah dan jajaran gunung yang diselimuti salju. ketika kami menyusuri bibir gunung dan melintasi hamparan gurun sampai mereka mencapai Jomson di sore hari.
Ban Bocor Berkali-kali. Kondisi jalan yang buruk dan berbatu tajam membuat kami berkali kali mengganti ban dan kerusakan yang diderita teman teman. Mulai dari knalpot yang copot, push step yang patah, pijakan rem dan masih banyak lagi. Sampai sampai kita bercanda bahwa jika mereka kembali ke Indonesia, mereka bisa jadi tukang bengkel.
Di sini Anda harus memperbaiki kebocoran ban motor anda sendiri. Tim menggunakan pilihan sepeda motor di antaranya: Royal Enfield 2005 Bullet dan 2013 model Chrome Klasik. Terbukti dari petualangan ini, motor royal enfield dengan torsi yang khas terbukti sangat andal dan mudah dikendalikan.
Kerusakan pada sepeda motor ini dimulai dari rem yang patah dan tuas kopling hingga knalpot yang terlepas. Ketika perbaikan diperlukan, maka team mekanik melakukan perbaikan dengan sempurna sehingga mendapatkan kendaraan sepenuhnya layak jalan lagi esoknya. Ini salah satu contoh dari kerja tim yang solid di sepanjang perjalanan.
Kembali ke jalan setelah badai berhenti, Muktinath semakin dekat tetapi medannya sangat licin ditambah dengan cuaca mengancam. Akhirnya rombongan mencapai Muktinath Palyak di ketinggian 4.200 meter di atas permukaan laut, sesuai dengan tujuan ekspedisi.
Di Coffee Shop Bob Marley kami merayakan keberhasilan mendaki dengan memakan steak Yak, yakni daging bison berambut panjang khas Himalaya. Kami tidak bermalam disini dan kami memutuskan untuk langsung turun gunung, karena beberapa anggota mulai menderita penyakit ketinggian (AMS), ada yang merasa demam dan pusing.
Suasana di ketinggian ini tipis oksigen, dan biasanya orang dari dataran rendah seperti dari Indonesia akan merasakan dizzyness dan mau muntah. Kami segera turun ke arah desa Marpha, di mana 250 orang tinggal di ketinggian 3.168 meter di atas permukaan laut.
Sekali lagi, perjalanan pulang kami disambut oleh hujan salju. Kami Menginap di penginapan, yang terletak di jalan yang dipenuhi penjual suvenir. Biasanya pelancong membeli mangkuk khas budha yakni 'mangkuk bernyanyi' yang umum ada di wilayah ini.
Mangkuk yang terbuat dari kuningan logamnya bisa beresonansi dengan suara bernada tinggi ketika digosok dengan gerakan melingkar dengan tongkat kayu kecil. Mangkuk ini biasanya digunakan dalam upacara-upacara oleh para biksu Budha, suara dari mangkuk-mangkuk semacam itu diyakini menciptakan suasana penyembuhan untuk meditasi.
Dari Marpha, kami kembali ke Pokhara, kali ini perjalanan relatif mudah dan tidak ada masalah sama sekali dengan motor yang kami kendarai.
Rasa kegembiraan terpancar di wajah seluruh peserta karena telah mencapai ketinggian Himalaya. Hal ini juga menyemangati setiap anggota tim. Sekembalinya dari Himalaya, kami merasakan betapa bersyukurnya dia dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia.
Di negara tropis ini hampir semua tanaman akan tumbuh, matahari bersinar sepanjang tahun dan iklimnya ringan dan hangat. Di sana ketinggian 3500 saja sudah tidak ada tanaman yang tumbuh. Namun kembali lagi perjalanan ini sangat berkesan karena 6 hari kami berendara semua medan yang kami lalui adalah gravel dan lumpur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar