Selasa, 07 April 2020

Cara Solidaritas Swiss di Tengah Wabah Corona

Sebuah kota kecil di Swiss punya cara khusus untuk tingkatkan solidaritas di tengah pandemi Corona. Mereka akan membunyikan lonceng raksasa di waktu tertentu.

Seperti diberitakan Reuters, Selasa (7/4/2020) di Lausanne, kota di Swiss yang berada di tepi Danau Jenewa menghidupkan kembali tradisi lama karena wabah Corona. Tradisi ini telah ada semenjak Abad Pertengahan.

Penjaga katedral nantinya akan naik tangga sebanyak 153 menuju menara di malam hari. Mengenakan topi hitam, menyalakan lentera dan dia membunyikan Lonceng 'La Clemence'.

Adapun fungsi dari membunyikan lonceng ini adalah untuk membangkitkan solidaritas dan keberanian warga. Dulu tradisi ini digunakan Katedral Lausanne untuk berjaga-jaga di atas kota dan membunyikan bel jika mereka melihat api.

"Kita bisa mengumpamakan pandemi Corona ini dengan api. Karena pandemi ini menyebar ke seluruh dunia. Ini dianggap sebagai dorongan, lebih ke sinyal kesusahan dan kesedihan. Hingga orang yang mendengarnya merasa bersatu, serasa dan menganggap pandemi ini Corona," ujar Renato Hausler, salah satu penjaga katedral terakhir di Eropa kepada Reuters.

Sejak minggu lalu, Hausler telah membunyikan La Clemence. Lonceng yang telah ada semenjak abad 16 ini dibunyikan pada pukul 10 malam sampai 2 pagi.

Angka kematian di Swiss karena Corona telah mencapai 765 dengan total infeksi mencapai 20 ribu lebih. Hausler ingin orang-orang tetap fokus dan menyadari apa yang sedang dihadapi.

Amsterdam Ingin Turis yang Berkualitas Setelah Corona

Kota Amsterdam sempat mengalami kelebihan turis. Warganya bahkan kesal karena kota sesak dengan turis. Wabah pandemi Corona membuat pariwisata terpukul. Tak ada perjalanan wisata, semua warga diharapkan untuk diam di rumah guna mencegah penyebaran virus Corona.

Sebelum Corona, Amsterdam mengalami kelebihan turis. Pemda setempat bahkan mencabut tanda ikonik I Amsterdam dari Museumplein untuk mengurangi atraksi bagi turis.

Alasan turis yang datang ke Amsterdam-lah yang bikin warganya jengah. Kebanyakan turis hanya ingin mabuk, membeli ganja dan main ke red light district.

Hal ini tentu saja membuat warga Amsterdam kesal. Setelah 18 bulan bergelut dengan over tourism, Amsterdam jadi senyap karena Corona.

"Efek ini begitu besar. Tak ada aktivitas wisata, artinya tak ada pemasukan dari turis," ujar Vera Al, jubir pejabat keuangan.

Kalau menurut anggaran Kota Amsterdam, pajak wisatawan di tahun 2020 seharusnya mencapai Euro 197,9 juta. Namun rasanya angka ini tidak realistis karena Corona.

"Kami masih menginginkan pariwisata yang berkualitas," ungkap Al.

Kelebihan turis dinilai buruk bagi lingkungan. Amsterdam ingin kotanya tetap layak huni bagi penduduk.

"Krisis Corona ini mengerikan, tapi kota jadi terlihat indah. Tak ada polusi, bintang dan bulan terlihat lagi," kata Veldhoen, seorang seniman Belanda.

Warga lokal berharap Amterdam akan membuat pariwisatanya jadi lebih baik setelah Corona. Turis boleh datang, tapi hanya yang berkualitas saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar