Upacara Melasti di Pantai Petitenget, Kerobokan, Bali membawa rezeki bagi pedagang minuman dan es keliling. Cuaca yang terik membuat dagangan mereka laris manis.
Salah satunya Dian (50). Ibu tiga anak yang biasa bekerja di kantin Universitas Udayana ini sengaja berjualan minuman dingin dan es buah di Pantai Petitenget karena ada Melasti menjelang Nyepi.
"Cuma pas Melasti saja, setiap harinya kerja di kantin Udayana," kata Dian kepada detikTravel di Pantai Petitenget, Kerobokan, Kuta Utara, Badung, Bali, Senin (4/3/2019).
Dian membuka lapaknya sejak pukul 12.00 Wita. Kurang dari satu jam toples besar berisi es buah dagangannya sudah berkurang setengah.
Dian mengaku sudah sepuluh tahun menjajakan es buah maupun minuman botol setiap ritual Melasti digelar di Petitenget, Kuta. Bermodal uang sekitar Rp 1 juta, dia mengaku keuntungan dagangannya cukup.
"Modalnya Rp 1 juta, untuk sewa tempatnya Rp 200 ribu. Ya kadang habis, kadang masih sisa (minuman botol) nggak tentu, nggak bisa dihitung," ujar wanita asal Lombok itu seraya tersenyum.
Senada dengan Dian, pedagang es keliling bernama Surad (25) juga sengaja mangkal di Pantai Petitenget saat Melasti jelang Nyepi. Momen Melasti ini dia selalu menambah dagangannya dibanding hari biasa berjualan kepada wisatawan.
"Tadi dari jam 10.00 Wita paling nanti jam 15.00 Wita habis. Kalau Melasti rata-rata semua laris dan cepet habis. Hari ini saya bawa 10 liter, biasa cuma bawa 8 liter, " kata Surad yang biasa berdagang keliling daerah Canggu itu.
Dia mengaku sudah dua kali mengikuti Melasti di Pantai Petitenget. Es krim dagangannya itu dijual mulai dari Rp 3-5 ribu dengan pilihan memakai cone atau roti. Dari hitungannya, tahun lalu dia mendapatkan peningkatan laba bersih sebanyak 50 persen.
"Tahun lalu laku Rp 150 ribu, hari biasa mentok dapat Rp 100 ribu. Namanya pedagang nggak tentu," cetusnya.
Aneka minuman dingin maupun es krim memang menjadi pemuas dahaga bagi para umat Hindu yang mengarak pratima (patung sakral dewa) dengan berjalan kaki. Apalagi jarak dari tiap banjar menuju pantai sekitar 5-10 km.
Ini Rangkaian Ritual Sebelum Penyelenggaraan Nyepi di Bromo
Persiapan menjelang Nyepi pun terlihat di Bromo, Probolinggo. Rangkaian ritual adat telah dimulai sebelum menyambut Hari Raya Nyepi.
Jelang Pelaksanaan Catur Brata Nyepi Tahun Baru Saka 1941, sejumlah persiapan atau ritual adat dilakukan Umat Hindu Suku Tengger, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Seperti dilakukannya pembersihan di sejumlah tempat peribadatan, salah satunya di Pure Luhur Poten yang terletak di areal padang pasir, Kaldera, Gunung Bromo.
Serta Upacara Melasti, yang di gelar Minggu (03/03) di mata air Widodaren, Gunung Bromo. Upacara Melasti merupakan ritual pensucian diri, untuk menyambut hari raya Nyepi. Penyucian juga dilakukan terhadap benda-benda pusaka, warga Suku Tengger.
Tujuan Ritual Melasti sendiri, agar umat Hindu Suku Tengger lebih khusuk dan Kidmat saat melaksanakan Catur Brata Nyepi, pada Kamis 7 Maret mendatang.
Camat Sukapura, Yulius Christian mengungkapkan, selain Upacara Melasti rangkaian adat Suku Tengger jelang Nyepi salah satunya yakni Tawur Agung/ Kesanga yang digelar Rabu (06/03) mendekati pelaksanaan Nyepi.
Menurut Yulius, Tawur Agung dimulai sejak sore hari hingga malam. Tawur Agung sendiri, merupakan upacara Butha Yadnya yang dilakukan untuk kesejahteraan alam. Serta memiliki arti melepaskan sifat-sifat serakah, yang melekat dalam diri manusia.
"Kalo di Sukapura, Tawur Agung dilakukan di Desa Sapi Kerep mas. Nantinya ada upacara Butha Yadnya, hingga mengarak ogoh-ogoh keliling desa dan dibakar,"terang Yulius, Senin (04/03/19).
Sebagai informasi, Pelaksanaan Catur Brata Nyepi akan dimulai sejak Kamis 7 hingga 8 Maret 2019 mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar