Senin, 24 Februari 2020

Tempat MotoGP Indonesia Jadi Ajang Budaya Tenun Lombok (2)

Sesuai tradisi yang selama ini berjalan, Bau Nyale dilaksanakan setiap tanggal 20 bulan 10 penanggalan suku Sasak setiap tahunnya. Ribuan warga berkumpul di pantai untuk menangkap nyale sebanyak-banyaknya sebelum subuh dengan menggunakan alat penerangan dan peralatan sederhana.

Melihat besarnya antusiasme ribuan warga Lombok selama bertahun-tahun pada acara tradisi ini, pemerintah memberi perhatian khusus. Sejak beberapa tahun belakangan, Kementerian Pariwisata membuat perhelatan besar dengan menggelar serangkaian acara untuk memeriahkan bau nyale.

Untuk tahun 2019 ini, selain pameran fesyen, beragam acara ikut memeriahkan Festival Pesona Bau Nyale 2019 antara lain Surfing Contest, Photo Contest, Creative Dialogue, Peresean, Kampung Kuliner, Pagelaran Seni Budaya, Lomba Masak Ikan, dan Pemilihan Putri Mandalika yang diadakan pada malam puncak festival.

Pemerintah berharap festival yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat NTB termasuk kalangan pelajar, UKM, dan anak muda ini bisa meningkatkan kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri ke Lombok, yang pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. 

Selain Samuel Wattimena, pameran fesyen itu juga melibatkan desainer perhiasan mutiara Riana Meilia dan dua perajin tas ketak khas Lombok. Selaras dengan festival yang mengangkat tema The Precious Culture of Mandalika , pameran fesyen ini juga menampilkan warisan budaya yang berharga dari Lombok.

Dalam kesempatan ini, Samuel secara khusus mengajak 10 desainer muda dari Jakarta maupun NTB untuk memamerkan 30 rancangan busana muslim kontemporer untuk pria dan wanita dari kain tenun. Menurutnya, pemerintah melihat Lombok sudah menjadi salah satu destinasi wisata religi bagi muslim di Indonesia.

Samuel mengatakan, sudah waktunya kain tenun maupun kain-kain tradisional lain dari berbagai daerah dikerjakan desainer muda. "Sebab, saya ingin agar desainer muda mengenal kain daerah. Kedua, supaya kain daerah tersebut mendapatkan penanganan baru," tandasnya.

Apalagi, ia melihat selera pasar, cara pemasaran, dan market yang berkembang pesat pada era desainer sekarang, jauh berbeda dibanding era desainer sebelumnya. Samuel berharap, lewat acara ini ia bisa menginspirasi para desainer muda untuk menunjukkan potensi mereka dalam memanjangkan umur kain tenun yang sudah menjadi warisan budaya.

"Bukan hanya di Lombok, melainkan juga di berbagai daerah lain," katanya.

Untuk mempercantik busana muslim yang diperagakan, Riana lebih banyak menampilkan bros, kalung dan cincin yang unik dan etnik. Desainer yang belajar mendesain secara otodidak ini memadupadankan 20 buah perhiasan karyanya agar tampil elegan, menyatu dengan busana muslim tapi tetap terlihat.

"Semoga acara ini bisa membuat craft daerah kami baik tenun, mutiara, maupun kerajinan lain khas Lombok kembali bangkit dan maju, setidaknya dikenal di seluruh Indonesia dan negara-negara tetangga," ujar Riana.

Festival Pesona Bau Nyale 2019 yang didukung oleh Kementerian Pariwisata mengangkat kembali budaya unik dan berharga dari masyarakat Lombok yang berasal dari Legenda Putri Mandalika.

Bau Nyale berasal dari bahasa Sasak, yaitu Bau yang berarti menangkap dan Nyale yaitu cacing laut yang berwarna-warni. Budaya menangkap nyale memiliki makna yang sangat berharga, yaitu keberanian yang diwariskan Putri Mandalika dalam mengorbankan diri demi kedamaian negaranya. Nyale dipercaya masyarakat Lombok sebagai jelmaan Putri Mandalika yang menceburkan diri ke laut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar