Sabtu, 29 Februari 2020

Melihat Desa Baduy Banten yang Makin Ramai Pengunjung (2)

Bagaimana kehidupan warga Baduy? Baduy memiliki struktur hukum, agama, dan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh orang pada umumnya di perkotaan. Suku Baduy menganut hukum adat yang mengatur berlangsungya kemakmuran dan kesejahteraannya. Struktur hukum tersebut diatur oleh kepala suku yang disebut Puun dan tidak semua orang bisa menjadi puun. Akan tetapi puun ditunjuk dari garis keturunan puun terdahulu. Agama, di Suku Baduy adalah agama yang dianut adalah Sunda Wiwitan merupakan agama Islam yang di mana keislaman tersebut sebatas pengucapan dua kalimat syahadat pada saat pernikahan, untuk kewajiban umat Islam pada umunya, mereka tidak melakukannya.

Sedangkan kebiasaan dari masyarakatnya adalah bercocok tanam di ladang, karena kehidupan mereka tergantung pada alam. Sehingga dalam satu tahun terdapat beberapa bulan suci atau yang disebut Kawalu, merupakan bulan yang suci di mana semua masyarakat Baduy akan tertutup oleh wisatawan luar. Dengan kata lain larangan wisatawan masuk pada bulan ini.

Untuk susunan penegak hukum atau pelaksana ketertiban dimulai dari Puun sebanyak 1 orang, Serat 1 orang, Jaro 1 orang, Barisan Adat 9 orang dan Palawari sebanyak 9 orang. Baduy Dalam memiliki 3 kampung saja, yakni Cibeo, Cikeurtawarna dan Cikeusik. Sedangkan Baduy Luar terdapat 64 kampung dan setiap rumah dihuni oleh dua kepala keluarga. Struktur bangunannya terbuat dari bambu dan kayu sedangkan atapnya terbuat dari daun dan sebagai pengikat bagian bangunan itu tidak menggunakan paku atau sejenisnya melainkan menggunakan tali yang terbuat dari serabut kayu atau daun (semacam sapu ijuk yang berwarna hitam).

Perjalanan saya dan rombongan dimulai pada pukul dua siang dari Desa Cijahe menuju Suku Baduy Dalam. Waktu itu keadaannya sehabis hujan deras jadi jalanan banyak air yang tergenang dan becek. Selain itu pun medan yang ditempuh menjadi sangat licin dan berlumpur. Rintangan pertama yang dihadapi adalah jalanan setapak yang berlumpur, saya dan teman-teman lain sebisa mungkin tidak terkena lumpur karena hal tersebut akan menyulitkan saat melewati medan tanjakan atau turunan, menambah licin dalam berpijak.

Saat di pertengahan jalan saya melihat beberapa pegunungan dengan pepohonan yang rindang dan terkadang saya juga melihat beberapa pohon buah durian dan rambutan yang bikin tergoda. Tak lama saya sampai di sebuah tanjakan yang pijakannya berupa sebuah jalan setapak dengan beberapa tangga yang terbuat dari tanah, dan ada beberapa batu juga yang menjadi dasar tangga, karena sehabis hujan deras, tanjakan dengan medan tersebut bertambah licin, belum lagi dengan sepatu kami yang sudah licin sebelumnya karena menginjak beberapa lumpur.

Tidak Jauh dari tempat tersebut, terdapat sebuah aliran sungai yang dalamnya kira-kira sebetis orang dewasa, dan sayapun tidak berpikir panjang, langsung saja saya masuk ke sungai untuk membasuh kedua kaki, sepatu, muka dan tangan. Jernihnya air yang mengalir, dinginnya air, serta angin yang bertiup mengakibatkan suara pepohonan yang berayun mengikuti arah tiupan angin dan semua itu menghasilkan kesejukan kepada saya, yang ingin rasanya berlama lama ditempat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar