Pemkot Bandung menyatakan anggaran untuk Siswa Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP) sebesar Rp 109 miliar untuk tahun ini tidak bisa direalisasikan. Apalagi saat ini telah memasuki akhir tahun penggunaan anggaran.
Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna mengungkapkan, pencairan anggaran untuk siswa RMP sebetulnya terdapat ruang dengan menjadikan dana tersebut menjadi non bantuan keuangan. Namun untuk pelaksanannya harus melalui proses lelang.
"Lelang itu untuk saat ini sudah mustahil dilakukan kalau bicara hari ini. Ya akhirnya (anggaran RMP) itu mungkin belum bisa terealisasi," kata Ema di Crowne Hotel, Kota Bandung, Rabu (4/12/2019).
Untuk diketahui, anggaran RMP sebesar Rp 109 miliar tidak bisa dicairkan karena ada kesalahan dalam penempatan pos anggaran. Harusnya anggaran itu masuk dalam belanja tidak langsung, namun malah masuk ke dalam pos anggaran belanja langsung di Dinas Pendidikan.
Ema mengaku, sudah meningkatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait agar kejadian serupa tidak kembali terulang di tahun 2020. Pihaknya juga memastikan anggaran yang saat ini tidak terealisasi akan menjadi SILPA.
"Tahun depan apa yang terjadi hari ini tidak terulang. Kita sedang menyamakan frekuensi di internal eksekutif baik inspektorat, BPKA dan Disdik supaya hak masyarakat (bisa terpenuhi)," ucapnya.
Dia kembali menegaskan, untuk tahun ini anggaran RMP yang sudah disiapkan susah untuk direalisasikan. Pihaknya juga tidak bisa mencoba memaksakan karena khawatir bisa menjadi masalah hukum ke depannya.
"Untuk bantuan keuangan saya melihat dalam posisi susah. Kalau dipaksakan kita tidak ingin jadi persoalan," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Dewan nilai Pemkot Bandung teledor terkait belum bisa cairnya anggaran untuk siswa RMP mencapai ratusan miliar. Pemkot harus segera siapkan solusi terbaik agar anggaran tersebut bisa tetap dicairkan.
"Sangat kecewa karena pemerintah tidak serius dan sepertinya tidak peduli kepada warga Kota Bandung yang sekarang menghadapi pembelajaran di masing-masing sekolah," kata Wakil Ketua DPRD Bandung Ahmad Nugraha saat dihubungi, Jumat (29/11/2019).
Eks Mendikbud Muhammad Nuh: Kurikulum 2013 Jawaban untuk Survei PISA
Hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 menyatakan Indonesia berada pada 10 besar terbawah dari 79 negara dalam kategori kemampuan membaca, matematika dan sains. Mantan Mendikbud Muhammad Nuh menjelaskan bahwa kurikulum 2013 sudah menjawab survei PISA.
"Itu sejak lama PISA kita di bawah terus nggak beranjak-beranjak. Pada saat saya di Kementerian saya suruh bongkar, coba apa yang diujikan oleh si PISA itu. Terus bandingkan dengan apa yang kita ajarkan. Kan logical itu. Kalau alat ukur tidak sama dengan yang diukur kan nggak nyambung," kata Muhammad Nuh kepada wartawan, Rabu (4/12/2019).
Usai membongkar survei PISA itu, dia berkesimpulan bahwa survei itu tidak relevan dengan Indonesia. Menurutnya, apa yang diujikan PISA berbeda dengan apa diajarkan kepada siswa Indonesia.
"Kesimpulannya itu buku PISA tebal-tebal 500an halaman, saya bongkar dengan teman-teman kesimpulannya apa yang kita ajarkan tidak diujikan di PISA. Saya punya datanya semua. Sehingga gimana kita bisa naik PISA-nya wong yang diajarkan tidak sama dengan yang diujikan," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar