Istanbul memang eksotis. Kota ini jadi pintu gerbang untuk menjelajahi Turki. Nikmatilah segala peninggalan sejarah yang ada di sini.
30 November 2018
Penerbangan kami pada perjalanan ini menggunakan Saudi Arabian Airlines (bertolak dari Jeddah usai umrah). Cukup menyenangkan. Tersedia musala di bagian belakang bagi yang kurang nyaman salat sambil duduk. Tidak banyak pesawat yang menyediakan musala seperti ini.
Menu makanan yang disediakan beragam (ala Arab dan Turki), alhamdulilah cocok di lidah saya. Selain flight entertainment(film, musik, permainan, dsb), majalah, dan airshop, tersedia juga fasilitas koneksi internet.
Ada yang berbayar cukup mahal, ada pula yang gratis (sebatas chat dengan iMessage, Whatsapp, dan Messenger). Bagi saya, opsi gratis sudah cukup memadai (untuk tidak mengatakan cekak).
Jeddah-Istanbul ditempuh sekitar empat jam penerbangan, melintasi Mesir dan Laut Mediterrania. Terbang petang usai magrib dari Bandara King Abdul Aziz di Jeddah, tiba di Bandar Udara Internasional Istanbul Ataturk (Ataturk Havalimani) menjelang tengah malam.
Hembusan hawa dingin langsung menyergap kala pintu pesawat terbuka. Saat itu, adalah awal musim dingin di Eropa, termasuk di Istanbul. Setiba di bagian kedatangan, sembari menunggu bagasi, kami disambut pemandu lokal, Ismail, yang ternyata cukup fasih berbahasa Indonesia.
Katanya, dia pernah mengikuti pelatihan khusus di Jogjakarta sekitar tiga bulan. Usai urusan imigrasi, kami langsung menuju ke hotel Ramada, tempat kami menginap selama tiga malam nantinya.
1 Desember 2018
Usai sarapan di Hotel Ramada, kami langsung menuju ke kompleks Istana Topkapi. Topkapi merupakan istana tempat tinggal para sultan dan keluarga kesultanan Turki Utsmani selama hampir 400 tahun (1465-1860) sebelum akhirnya pindah ke istana Dolmabache. Sultan/Khalifah Usmani terakhir yang menempati istana ini adalah Sultan Abdul Majid I.
Istana kesultanan yang dibangun atas instruksi Muhammad Al-Fatih (Mehmed II) ini berada di atas bukit, dengan pemandangan laut Marmara dan selat penghubung Benua Asia dengan Eropa: Bosphorus. Luasnya sekitar 700 ribu meter persegi dengan benteng sepanjang sekitar 5 km yang mengelilinginya.
Gerbang ikonik bak puri istana negeri dongeng sungguh menawan. Kami memasukinya melalui gerbang utama bertuliskan kalimat tauhid.
Bila berkunjung ke sini saat musim dingin, pastikan memakai jaket tebal dan kaus tangan. Saat awal musim dingin, salju belum turun, tetapi suhu 3 derajat terasa sangat dingin bagi saya yang terbiasa dengan iklim tropis (dan tentu saja terheran-heran melihat beberapa turis yang memakai pakaian celana pendek dan baju kaus tanpa lengan). Nantinya, tempat yang paling sering saya masuki adalah Bay & Bayan adirvan (baca: toilet).
Di salah satu bagian Istana Topkapi, ada bangunan yang baru ditambahkan di masa Sulayman Al-Qanuniy. Namanya Menara Keadilan, dapat disaksikan dari berbagai penjuru Istanbul, sebagai simbol keadilan yang ditegakkan dengan kokoh. Banyak pejabat yang lalai menjaga amanah, dihukum di bawah menara ini, disaksikan khalayak ramai.
Persis sebulan usai menghapuskan institusi Khilafa hUtsmani, Kemal Ataturk mengeluarkan dekrit 3 April 1924, yang salah satu isinya mengakhiri sejarah Topkapi sebagai istana, mengubahnya menjadi museum. Hanya saja, larangan menggunakan kamera membuat saya tidak leluasa memotret isinya. Yang berminat dengan museum ini, bisa mendapatkan informasi lebih lanjut di situs resminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar