Gunung Kelud di Kediri, Jawa Timur kini begitu indah dipandang. Apalagi, panorama kawah 'emas' di sana.
Indonesia terletak di antara Ring of Fire atau Cincin Api dengan sejumlah gunung api yang akhir-akhir ini kembali aktif, seperti Gunung Anak Krakatau, Tangkuban Perahu, Kerinci, bahkan Gunung Bromo.
Gunung-gunung api yang masih aktif tersebut tak hanya memiliki potensi bencana berupa letusan, gempa, dan tsunami, tapi juga menyimpan keindahan alam sebagai destinasi wisata. Salah satu gunung api aktif yang menarik dikunjungi adalah Gunung Kelud.
Gunung Kelud berada di Provinsi Jawa Timur, tepatnya di perbatasan antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar. Tentu kita masih ingat letusan besar yang terakhir dialami oleh gunung api bertipe stratovulkan ini terjadi pada bulan Februari tahun 2014 lalu.
Dengan ketinggian puncaknya 1.731 mdpl, Gunung Kelud memang bukan termasuk dalam deretan gunung api tertinggi di Indonesia, seperti Gunung Kerinci, Rinjani, dan Semeru. Status Kelud saat ini adalah aktif normal.
Puncak-puncak pada Gunung Kelud yang tampak sekarang merupakan sisa letusan besar masa lalu yang meruntuhkan puncak purba. Puncak Kelud sekarang yang paling tinggi ada di bagian timur kawah, Puncak Gajah Mungkur di sisi barat, dan Puncak Sumbing di sisi selatan.
Danau kawah di puncak Gunung Kelud berwarna coklat keemasan, setelah sebelumnya berwarn kehijauan. Letusan tahun 2007 memunculkan kubah lava besar dan menutup permukaan danau. Kubah lava ini kemudian hancur pada letusan besar pada tahun 2014.
Untuk menuju Gunung Kelud terdapat dua jalur, yaitu jalur pendakin Blitar dan jalur wisata Kediri. Jalur Blitar cocok bagi para pendaki yang ingin melakukan tracking dan camping, sedangkan jalur Kediri yang lebih ringan cocok untuk segala kalangan yang ingin menikmati wisata alam.
Kondisi jalan dan jalur dari Kediri sudah sangat nyaman dan beraspal. Dari kota Kediri, kita tinggal mengikuti jalan ke Plosoklaten dan Ngancar, kemudian lurus menuju batas akhir parkir mobil dan motor di Gunung Kelud dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.
Dari batas parkir motor ini kita tinggal jalan kaki sekitar 3 km menuju kawah Kelud. Tersedia jasa ojek dengan biaya mulai Rp 30 ribu. Pakailah masker karena kondisi jalan cukup berdebu dan bawa air minum karena tidak ada kios penjual minuman atau makanan di area kawah.
Kawah kelud sendiri berwarna emas kecolekatan. Begitu menawan saat dipotret!
Kapal di Atas Rumah, Saksi Bisu Tsunami Aceh
Tahun 2004 silam, Aceh dihempas tsunami dahsyat. Sampai-sampai, ada kapal yang menerjang atap rumah penduduk.
Kejadian Tsunami 26 Desember 2004 di Aceh dulu, masih bisa kita lihat rekam jejaknya sampai sekarang. Kebetulan saat mengikuti perjalanan dinas dari kantor di kota Banda Aceh, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke sebuah wilayah yang menyimpan cerita tersebut.
Salah satunya adalah Kapal Lampulo. Di sana ada sebuah rumah yang menjadi saksi bisu tentang maha dahsyatnya tsunami yang menimpa Aceh. Bukan rumah biasa sebab di atas rumah tersebut ada sebuah kapal. Kapal ini dulu saat Tsunami mampu menyelamatkan 59 orang yang terombang-ambing oleh banjir besar.
Oleh masyarakat sekitar dan pemerintah setempat, kapal yang berada di atas rumah tersebut tidak diturunkan atau di renovasi. Namun, dibiarkan begitu apa adanya sejak terkena musibah hingga saat sekarang. Dijadikan wisata sejarah. Jadi setiap orang bisa melihatnya. Termasuk saya.
Nah, saya ingin melihat kondisi rumah yang di atasnya ada kapal tersebut. Sekalian untuk bertafakur dan muhasabah diri. Mengenang kejadian tsunami yang bukan saja membuat luluh lantak Aceh, namun juga mengetarkan seluruh umat manusia di dunia. Termasuk aksi sosial. Banyak negara yang terketuk hatinya untuk datang dan membantu korban bencana tsunami Aceh.
Saya bersama seorang teman, berangkat ke lokasi dengan menggunakan mobil pribadi. Kami berangkat dari halaman masjid Baiturrahim. Perjalanan menuju lokasi memakan waktu sekitar tiga puluh menit. Untuk mencapai objek wisata ini tidaklah sulit, letaknya berdekatan dengan kantor Puskesmas Lampulo, persis di belakang sekolah dasar (SD) 65 Coca Cola Banda Aceh. Akses ke sana juga mudah, bisa menggunakan sepeda motor atau naik becak dengan tarif tiga ribu rupiah per kilometernya.
Sampai di sana, saya langsung tercengang. Benar adanya rumah tersebut di atasnya ada sebuah kapal. Saya langsung tertegun dan sekejap langsung memanjatkan doa dan bersyukur bisa melihat hal ini langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar