Tiap daerah di Indonesia punya keunikan dalam berkehidupan di masyarakat. Begitu juga dengan Miangas yang menggunakan lonceng untuk menyampaikan duka kematian.
Menjadi pulau kecil di ujung utara Indonesia membuat Miangas berbeda. Kehidupan masyarakatnya pun tak seperti pulau-pulau besar lainnya.
Di huni oleh 96 persen masyarakat beragama kristen, menjadikan gereja sebagai denyut kehidupan bermasyarakat. Layaknya rumah ibadah, Gereja Germita Miangas memiliki sebuah lonceng yang digunakan setiap minggu.
Lonceng inilah yang juga jadi sarana penghubung ketika ada kabar duka. Bagaimana caranya?
Saat ada penduduk yang meninggal, pihak keluarga akan langsung menghubungi pelayan gereja. Pesan duka ini diteruskan kepada masyarakat dengan menggunakan lonceng.
Petugas akan langsung membunyikan lonceng gereja berkali-kali. Penduduk pulau pun segera tahu bahwa salah satu tetangga mereka telah berpulang dengan damai.
Sehari atau dua hari dari kematian, jenazah akan langsung dikubur. Hal ini berbeda dengan kebiasaan jenazah kristen. Karena mayat tidak diawetkan dengan formalin.
Prosesi pemakaman akan dihadiri oleh pihak keluarga yang seadanya. Menunggu pihak keluarga yang berada di luar Miangas bisa memakan waktu sampai seminggu.
Selain pihak keluarga, penduduk dan petugas TNI yang ada di Miangas akan ikut dalam upacara kebaktian terakhir. Meski berbeda keyakinan, penduduk Miangas tetap ikut dalam ibadah sebagai bentuk toleransi. Ini benar-benar Indonesia.
Jenazah akan dilepas dengan kata-kata dari Mangkubumi atau ketua adat. Mangkubumi akan memberi hormat kepada keluarga yang ditinggalkan. Kemudian memberikan kata-kata perpisahan salam bahasa Miangas.
Untuk terakhir kali, pihak keluarga diperbolehkan untuk menangis dan memberi ciuman. Setelah peti ditutup, jenazah akan dibawa ke samping atau belakang rumah.
Benar, inilah adat Miangas. Jenazah keluarga tidak dikubur di pemakaman umum. Mereka menggunakan pekarangan rumahnya sebagai tempat peristirahatan terakhir anggota keluarga.
Alasannya sangat sederhana. Jarak yang dekat membuat mereka bisa lebih sering membersihkan dan merawat makam.
Prosesi pemakaman Miangas dibantu dengan petugas TNI yang bertugas di pulau ini. Kalau makam biasanya hanya menggunakan tanah, penduduk Miangas menggunakan semen untuk menutup kubur.
Ikuti terus berita tentang ekspedisi di pulau-pulau terdepan Indonesia di tapalbatas.detik.com!
Melihat Momen Jamasan Seribuan Benda Pusaka di Purworejo
Seribuan benda pusaka koleksi Museum Tosan Aji Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dijamas atau disucikan. Selain melestarikan budaya ini sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana merawat pusaka.
Sebanyak 1.138 pusaka berupa keris, tombak, pedang, kujang hingga seperangkat gamelan peninggalan bupati pertama Purworejo RAA Tjokro Nagoro dijamas agar terjaga keawetannya. Jamasan dilakukan di jalan dr Setiabudi tepatnya di depan pendopo bupati pada Jumat (27/9/2019) sore.
"Penjamasan ini agar pusaka awet dan tidak cepat rusak. Selain itu, jamasan juga merupakan upaya untuk melestarikan kebudayaan sekaligus memberikan edukasi kepada mayarakat bagaimana cara membersihkan dan merawat pusaka itu," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo, Agung Pranoto ketika ditemui detikcom usai acara jamasan.
Jamasan dilaksanakan pada bulan sura dan hari Jumat Kliwon lantaran merupakan hari yang baik menurut perhitungan Jawa. Sebelum dijamas, pusaka diarak dari pojok alun-alun barat menuju tempat jamasan dan diiringi oleh para pengawal yang berpakaian ala prajurit Keraton serta tarian Cin Po Ling.
Dibawa dengan menggunakan nampan bertabur bunga oleh punggawa dan dipayungi dengan Pusaka Payung Tombak Cacing Kanil, pusaka-pusaka itu kemudian dijamas oleh seorang petugas museum. Berbagai uba rampe atau bahan pun digunakan untuk membersihkan benda-benda pusaka tersebut. Berbagai bahan diramu khusus menjadi resep kombinasi jamasan yang diambil dari berbagai unsur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar