Senin, 20 Juli 2020

Menyoal Nasib BAKTI dalam Rencana Perampingan Pemerintahan

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih mengomentari rencana perampingan yang akan dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Apa katanya?
Menurutnya, jika tujuannya untuk efisiensi, prioritas perampingan seharusnya dilakukan dengan pembubaran, peleburan, dan pembenahan Badan Layanan Umum (BLU) yang dimiliki oleh lembaga.

"Alangkah baiknya jika Presiden memprioritaskan pembubaran, peleburan dan pembenahan BLU yang dimiliki oleh Kementrian/ Lembaga. Sebab dana dan inefisiensi di BLU jauh lebih besar ketimbang di Kementrian/Lembaga," ujar Alamsyah.

"Melakukan peleburan 18 lembaga itu dana dan efisiensinya masih terlalu kecil dan tidak terlalu berpengaruh besar. Lebih baik BLU di bawah Kementrian/ Lembaga itu yang dikonsolidasikan. Apalagi Presiden pernah memiliki cita-cita sovereign wealth fund," tambahnya.

Selain itu, menurut Alamsyah, ada beberapa BLU yang sudah tak sesuai lagi dengan tujuan awal dibentuknya. BLU awalnya didirikan agar dapat memberikan pelayanan yang cepat kepada masyarakat.

Salah satu BLU yang disorot oleh Ombudsman karena berperilaku seperti swasta adalah BAKTI, yang dulunya bernama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI). Sebelum era Menteri Rudiantara, BP3TI fokus mengelola dana USO dan membiayai layanan telekomunikasi yang disediakan oleh operator untuk daerah terpencil serta tak menguntungkan.

Sebagai BLU, sejatinya BAKTI bertugas memastikan sampainya layanan telekomunikasi ke masyarakat. BAKTI harus mengorkestrasi operator telekomunikasi dalam menyediakan layanan telekomunikasi di wilayah USO.

Namun menurut Alamsyah, BAKTI terjebak sebagai penyedia backbone Palapa Ring dan menyewakannya kepada operator telekomunikasi. BAKTI berfokus dalam mengejar pendapatan. Terkait ketersediaan layanan telekomunikasi bagi masyarakat di wilayah USO, BAKTI terkesan abai dan menyerahkannya kepada operator.

"Seharusnya tujuan pendirian BAKTI adalah mengorkestrasi operator telekomunikasi agar dapat memberikan layanan telekomunikasi kepada masyarakat di wilayah terpencil. Uangnya berasal dari dana USO yang merupakan iuran dari perusahaan telekomunikasi," jelas Alamsyah.

"Namun, saat ini BAKTI malah ingin memiliki satelit dan menjual layanan telekomunikasi seperti operator. Wilayah yang dilayani SATRIA sangat beririsan dengan wilayah yang dilayani oleh Palapa Ring. Jangan sampai pembangunan ini menjadi over investment atau justru saling kanibal, padahal dana BAKTI berasal dari operator telekomunikasi. Ini sudah menyalahi khitah berdirinya BAKTI sebagai sovereign wealth fund. Ombudsman dalam waktu dekat akan melihat perkembangan dan perubahan fungsi BLU tersebut," ujarnya.

Sebelumnya Ombudsman pernah mengkritisi BAKTI yang saat ini jauh dari filosofi awal pembentukannya. Dahulu BAKTI hanya melakukan tender dan membiayai pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah USO. Namun kini BAKTI sudah bertransformasi sebagai operator.

Contohnya BAKTI yang menggelola jaringan Palapa Ring Paket Timur, Tengah dan Barat. Bahkan saat ini BAKTI berencana memiliki satelit kecepatan tinggi (HTS). Dengan satelit maka tak hanya daerah USO saja yang dapat dilayani BAKTI. Daerah perkotaan yang saat ini sudah dilayani operator telekomunikasi juga akan dapat dilayani oleh BLU Kominfo tersebut. Padahal Palapa Ring yang dibangung BAKTI masih belum terutilisasi dengan penuh.

Jaringan backbone yang dibangun BAKTI, ada 12 pairs, dengan aktivasi satu pair, kapasitas 100 GBPS. Adapun utilisasi dari 1 pair paket Barat 27%, paket Tengah: 9% dan Timur: 16%. Belum semua jaringan backbone diutilisasi BAKTI, namun BLU tersebut sudah berencana memiliki satelit.

Ombudsman mempertanyakan BLU di bawah Kementerian Kominfo yang bekerja dengan over investment tanpa melakukan utilisasi infrastrktur yang sudah dibangun sebelumnya.
https://kamumovie28.com/uq-holder-episode-1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar