Artis Aulia Farhan Pettersen ditangkap karena kasus narkoba. Dari Farhan dan temannya, G, polisi menyita satu paket sabu di dalam kamar hotel dan satu plastik kosong diduga bekas pakai.
"Pada saat kita amankan memang ada sisa sabu bekas pakai," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Sabu sendiri adalah narkoba yang biasanya mengandung methamphetamine dan amphetamin. Keduanya memiliki efek stimulan atau pembangkit stamina dan bisa memicu kecanduan.
dr Nicole Lee dari National Drug Research Institute, Australia, menuturkan amphetamin dalam sabu akan mendorong tingkat hormon dopamin tubuh hingga seribu kali lipat batas wajar. Angka itu adalah yang tertinggi bila dibandingkan tingkat dopamin yang dipicu oleh narkoba atau kegiatan lainnya.
Efek dari sabu yang langsung terasa adalah rasa nikmat dan sensasi 'tenang' yang tinggi. Beberapa pengguna mengaku mereka bisa merasakan punya banyak energi dan mampu berpikir jernih selama 4-12 jam.
Setelah efek reda, reaksi balik dari amphetamine menurut dr Nicole bisa berlangsung sampai 24 jam. Pada saat itu yang bersangkutan akan merasakan konsentrasi berkurang drastis, sakit kepala, depresi dan kelelahan.
Ahli kesehatan jiwa dr Andri, SpKJ, FAPM, dari Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera juga menjelaskan ketika dopamine di otak dirangsang secara berlebihan maka efeknya bagi pemakai akan merasa termotivasi, bersemangat, ada peningkatan aktivitas motorik, juga peningkatan rasa senang yang berlebihan.
"Biasanya pada pasien yang saya tangani, penggunaan sabu itu untuk menambah tenaga atau gairah bekerja. Beberapa dari mereka datang ke saya berobat karena tak pakai sabu lagi, itu merasa jadinya loyo dan melelahkan," papar dr Andri beberapa waktu lalu.
Pada akhirnya ketika sudah kecanduan seseorang malah bisa mengalami gangguan kecemasan dan depresi bila tak mendapatkan dosis sabu yang dibutuhkan.
Pasien HIV di China Terancam Kehabisan Obat karena Virus Corona
Pasien human immunodeficiency virus (HIV) perlu mengonsumsi obat antiretroviral secara rutin untuk menekan virus di dalam tubuhnya. Namun situasi karantina massal di China karena virus corona (COVID-19) dilaporkan oleh lembaga internasional UNAIDS membuat pasien HIV berisiko kehabisan obat.
Alasannya karena menurut laporan para pasien HIV tidak bisa mendapatkan suplai obatnya lagi. Survei melihat hampir setengah pasien HIV di China atau tepatnya 48,6 persen tidak tahu ke mana mereka harus pergi untuk mendapatkan obat.
"Orang-orang dengan HIV harus terus mengonsumsi obat HIV ini untuk menjaganya tetap hidup... Kita harus memastikan bahwa semua orang yang memerlukan terapi HIV bisa mendapatkannya di mana saja," kata Direktur Eksekutif UNAIDS, Winnie Byanyima, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (20/2/2020).
Semakin menjadi masalah karena kini obat HIV juga sedang ramai digunakan dalam eksperimen untuk mengobati virus corona. Orang-orang membeli obat HIV sehingga membuat stok semakin menipis.
UNAIDS menyebut menurut data dari pemerintah ada sekitar 1,25 juta orang di China yang hidup dengan HIV pada tahun 2018.
https://nonton08.com/final-destination-5/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar