Selasa, 09 Juni 2020

Eks Pemred Banjarhits Diadili karena Artikel (2)

Kronologi Kasus

Nanta ditetapkan sebagai tersangka disebabkan beritanya yang berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel'.

Konten ini diunggah melalui laman banjarhits.id, pada 9 November 2019 lalu.

Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia.

Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian, karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.

Pada saat yang sama masalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers. Diananta dan Sukirman datang ke Sekrerariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna proses klarifikasi.

Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang mewajibkan banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu dan minta maaf. PPR diterbitkan Dewan Pers pada 5 Februari 2020.

Merujuk kepada UU Nomor 40/1999 tentang penanganan sengketa pers, maka PPR tersebut sudah menyelesaikan semua masalah. Hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan versi pengadu sudah diberikan. Media, yaitu banjarhits sudah pula meminta maaf dan menghapus berita yang dipersoalkan.

Namun demikian penyidikan polisi terus berlanjut dengan surat panggilan kedua dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel, pada tanggal 25 Februari 2020, hingga penahanan Nanta pada 4 Mei 2020. Polisi menjeratnya dengan Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berisikan ancaman hukuman 6 tahun penjara.

Pada 24 Mei penahanan Nanta dipindahkan ke Kotabaru dan dititipkan di Polres Kotabaru hingga persidangan mulai masuk jadwal persidangan sejak 8 Juni 2020.

Pernyataan AJI

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyoroti kasus ini. AJI mengecam pemidanaan terhadap Nanta. Berikut pernyataan AJI untuk kasus ini:

1. Mengecam pemidanaan terhadap Diananta Putra Sumedi karena itu tidak sejalan dengan prinsip kemerdekaan Pers yang dijamin dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Sengketa pers juga sudah semestinya diselesaikan di Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat 2 (c).

2. Menyesalkan sikap polisi yang tetap memproses hukum kasus ini meskipun sudah diselesaikan oleh Dewan Pers seperti skema yang tertuang dalam MoU antara Dewan Pers dan Polri, yang ditandatangani Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo yang tertuang dalam surat No: 2/DP/MoU/II/2017 dan surat No: B/15/II/2017. Sikap penyidik yang memproses kasus itu meski sudah ada proses di Dewan Pers, merupakan sikap yang tidak menghormati MoU yang dibuat oleh institusi Polri dan Dewan Pers.

3. Mendesak Kejaksaan untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SKPP) dalam kasus Diananta ini. Sebab, kasus ini sudah diselesaikan melalui mekanisme di Dewan Pers sesuai amanat Undang-Undang Pers dan MoU Polri dan Dewan Pers.

Para jurnalis meminta Majelis Hakim PN Kotabaru untuk membebaskan Nanta dari segala dakwaan dan membebaskannya dari tahanan, karena kasusnya sudah selesai di Dewan Pers. Lagi pula Nanta dengan beritanya membela masyarakat adat mempertahankan tanah miliknya dari korporasi.

"Diananta membela masyarakat. Jadi dia bukan seorang pelaku kriminal," kata Iwan Hardi, salah satu jurnalis asal Kotabaru.

Jurnalis asal Tanah Bumbu, Nanang Rusmani juga jauh-jauh datang untuk bersolidaritas untuk Nanta.

Menurut dia, kasus yang menimpa Nanta murni sengketa jurnalistik. "Dan dia menulis apa adanya. Sesuai fakta yang ada. Jadi kami bukan melawan hukum, tapi minta keadilan," ujar Nanang yang juga Ketua Forum Komunikasi Wartawan (FKW) Tanah Bumbu ini.
https://indomovie28.net/space-babes-from-outer-space/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar