Vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca-Oxford jadi perhatian ketika studi menemukan hanya memberi efek perlindungan minimalis terhadap kasus infeksi ringan-sedang varian Corona B1351 di Afrika Selatan (Afsel). Beberapa sumber menyebut efikasi vaksin berkurang menjadi hanya 10 persen.
Hal ini membuat otoritas kesehatan di Afrika Selatan menunda pemberian vaksin AstraZeneca. Uni Afrika rencananya akan memberikan vaksin yang sudah terlanjur di pesan untuk negara-negara yang belum melaporkan varian Corona B1351.
CEO AstraZeneca, Pascal Soriot, mengakui memang ada kekurangan pada vaksin. Namun, ia yakin vaksinnya bisa tetap membantu menyelamatkan nyawa dengan mengurangi angka kejadian kasus-kasus COVID-19 parah yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Sejak awal vaksin AstraZeneca-Oxford disebut dikembangkan untuk melawan pandemi tanpa memperhitungkan keuntungan. Vaksin diproduksi dalam jumlah yang besar dan tidak membutuhkan tempat penyimpanan super dingin sehingga mudah didistribusikan.
"Apakah vaksinnya sempurna? Tidak, tentu tidak sempurna tapi tetap luar biasa. Siapa lagi yang bisa membuat sampai 100 juta dosis di bulan Februari," kata Pascal seperti dikutip dari Reuters, Jumat (12/2/2021).
"Kami akan berusaha menyelamatkan ratusan nyawa. Itu adalah alasan kami bekerja setiap hari," lanjutnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Kamis (11/2/2021) juga mendukung penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca. Sekelompok ahli dari Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) merekomendasikan vaksin tetap dipakai untuk lansia di atas 65 tahun dan di area yang memiliki varian baru Corona.
Secara umum vaksin COVID-19 AstraZeneca memiliki efikasi sampai 63,09 persen terhadap kasus infeksi bergejala seperti dikutip dari situs resmi WHO.
https://nonton08.com/movies/midnight-man-2/
Cara Pakai Masker Rangkap Saran CDC untuk Cegah Penularan Varian Corona
Beberapa varian baru virus Corona disebut bersifat lebih mudah menular. Untuk menghadapinya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) belakangan ini memperbarui pedoman agar orang-orang memakai masker rangkap.
Dikutip dari situs resmi CDC, pedoman yang diperbarui pada 10 Februari tersebut menjelaskan pemakaian masker rangkap lebih efektif menyaring partikel di udara. Hanya saja perhatikan agar masker tetap nyaman dipakai dan pas menutup area hidung dan mulut.
CDC menyarankan lapisan pertama yang dipakai adalah masker medis sekali pakai. Pastikan kawat tipis yang ada di bagian atas masker ditekan ke arah wajah sehingga bentuknya bisa pas mengikuti hidung.
Usai pakai masker medis, berikutnya dirangkap dengan pemakaian masker kain. Pastikan masker kedua ini bisa menekan sisi-sisi masker pertama pada wajah.
"Jangan pakai dua masker medis sekali pakai bersamaan. Masker ini tidak dirancang untuk bisa menutup pas di wajah, sehingga memakai lebih dari satu tidak akan menambah keketatan pemakaian masker," tulis CDC seperti dikutip dari Situs resminya pada Jumat (12/2/2021).
CDC juga mengingatkan tidak merangkap masker yang sudah ketat seperti K95. Satu lapis masker K95 disebut sudah cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar