Sabtu, 20 Februari 2021

Hujan Semalaman Sampai Banjir, Waspadai Penyakit Ini

 Curah hujan tinggi menyebabkan sejumlah wilayah di Jabodetabek terendam banjir. Hujan yang tak kunjung berhenti sejak Jumat malam (19/2/2021) hingga pagi ini (20/2/2021) membuat rumah-rumah terendam banjir bahkan ketinggian air mencapai 1 meter.

Berbicara soal banjir, ada risiko kesehatan yang bisa muncul. Mereka yang terkena dampak banjir berisiko terinfeksi penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung dengan air yang tercemar.


Berikut penyakit-penyakit yang bisa muncul saat banjir:


1. Diare

Saat banjir melanda, akses air bersih menjadi sulit. Bagi mereka yang akhirnya harus mengungsi, dapur umum bisa jadi salah satu titik rawan penyebab diare. Bila tidak dimasak dengan baik, makanan bisa terkontaminasi kuman yang mengganggu pencemaran hingga menyebabkan diare.


2. Leptospirosis

Bangkai dan kencing tikus juga harus diwaspadai sebagai sumber penyakit di musim hujan, apalagi bila terjadi banjir. Bakteri Leptospira yang ditularkan lewat kencing tikus bisa memicu leptospirosis.


Penularannya bisa terjadi melalui luka terbuka atau melalui kulit yang berada di dalam air dalam waktu yang lama atau selaput lendir mata dan mulut. Gejalanya adalah flu normal dengan sakit kepala, demam, nyeri otot, infeksi mata merah dan mata berair.


3. ISPA

Lembab dan dingin saat banjir akan meningkatkan risiko infeksi karena daya tahan tubuh cenderung menurun, alhasil Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan keluhan umum yang banyak dijumpai saat banjir terjadi.


4. Hipotermia

Anak-anak dan orang tua berisiko mengalami hipotermia selama banjir. Gejalanya tergantung pada tingkat keparahan hipotermia.


Hipotermia adalah keadaan darurat medis yang terjadi ketika tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada menghasilkan panas. Kondisi ini menyebabkan suhu tubuh sangat rendah yaitu di bawah 35 derajat celcius.

https://indomovie28.net/movies/sundown-4/


FDA: Pulse Oximeter Bukan Alat Pendeteksi Virus Corona


- Pulse oximeter, alat mengukur kadar oksigen dalam darah, tidak boleh digunakan untuk mendiagnosis atau mendeteksi COVID-19. Hal ini disampaikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada Jumat (19/2/2021).

Pada bulan Januari, Organisasi Kesehatan Dunia memasukkan penggunaan oximeter untuk mengidentifikasi pasien yang mungkin memerlukan rawat inap dalam saran klinisnya untuk mengobati COVID-19.


Tetapi FDA mengatakan perangkat ini tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis COVID-19, dan disarankan untuk tidak mengandalkannya untuk menilai kondisi kesehatan.


Dikutip dari laman Reuters, Badan kesehatan AS mengatakan perangkat itu mungkin berguna untuk memperkirakan kadar oksigen dalam darah, tetapi beberapa faktor dapat memengaruhi keakuratan pembacaan oximeter, seperti sirkulasi yang buruk, pigmentasi kulit, ketebalan kulit, suhu kulit, penggunaan dan penggunaan tembakau sampai penggunaan cat kuku.


Peringatan ini muncul hampir dua bulan setelah sebuah penelitian yang diterbitkan di New England Journal of Medicine menunjukkan bahwa oximeter tiga kali lebih mungkin memberikan pembacaan yang salah di antara pasien Afrika-Amerika.


Selama pandemi, oximeter tersebut juga telah menjadi barang yang banyak terjual secara online, digunakan oleh orang untuk memantau kadar oksigen mereka sendiri di rumah.


FDA mengingatkan oximeter tak bisa dianggap sebagai tes screening untuk COVID-19. Alih-alih menjadikan oximeter sebagai alat deteksi infeksi virus corona, para ahli tetap menyarankan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan yang tepat.

https://indomovie28.net/movies/sundown-3/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar