- Vaksinasi COVID-19 memerlukan rentang waktu tertentu untuk bisa bekerja efektif pada tubuh. Maka itu, sela waktu antara suntikan vaksin COVID-19 dengan vaksin lainnya perlu diperhatikan.
Juru bicara vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi menyebut, diperlukan waktu minimal 28 hari antara suntikan vaksin COVID-19 dengan vaksin lainnya agar vaksin COVID-19 bisa bekerja membentuk antibodi secara optimal.
"Vaksin lain boleh saja, (misal) vaksin influenza. Tapi jarak antar vaksin minimal 28 hari, kecuali pada saat bersamaan langsung disuntiknya 2 atau 3 vaksin tadi. Kalau ada jeda waktu, harus dalam rentan waktu 28 hari," ujarnya dalam talkshow Radio Kementerian Kesehatan, Selasa (23/2/2021).
Rentang waktu tersebut juga disebut dr Nadia sebagai penyebab seseorang masih bisa terinfeksi COVID-19 meski sudah divaksin COVID-19. Bahkan, risiko kematian pun tidak tertutup.
Namun ia tegaskan, gejala dan risiko kematian tersebut bukanlah risiko dari vaksinasi, melainkan disebabkan pembentukan antibodi yang butuh waktu.
"Nakes sudah dapat vaksin dosis 1 atau 2 ada yang positif COVID-19, bahkan diberitakan meninggal. Dari laporan sementara Komnas dan Komdak KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), semua kejadian ini tentunya tidak terkait vaksin COVID-19. Mengapa? Kita tahu bahwa untuk tubuh kita membentuk antibodi butuh waktu, proses," imbuhnya.
Dr Nadia menyebutkan bahwa menurut uji klinis yang dilakukan Universitas Padjadjaran (Unpad), dalam waktu kurang dari 28 hari setelah suntikan kedua vaksin COVID-19, antibodi belum terbentuk secara optimal.
Artinya, tubuh belum memiliki pertahanan terhadap virus yang menyerang. Selain berisiko mengalami gejala, orang yang terinfeksi juga bisa menularkan virus ke orang lain.
"Vaksin baru bekerja optimal 28 hari setelah penyuntikan kedua. Jadi kita masih memungkinkan untuk terkena COVID-19 semasa periode tersebut," imbuhnya.
Untuk itu ia mengingatkan, protokol kesehatan wajib dilakukan walau sudah disuntik vaksin COVID-19, baik dosis 1 atau dosis 2. Mulai dari memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak aman.
https://kamumovie28.com/movies/udah-putusin-aja/
Anemia Tak Hanya Sekadar 'Kurang Darah', Kenali Risiko di Baliknya
Masalah terkait kecukupan gizi masih menjadi tantangan kesehatan masyarakat Indonesia.
Tidak tercukupinya kebutuhan gizi, khususnya zat gizi mikro, menyebabkan pertumbuhan anak terhambat dan berdampak hingga dewasa dan bahkan diwariskan pada generasi berikutnya. Terlebih, kecukupan zat gizi mikro tidak cuma dibutuhkan oleh anak-anak tetapi juga janin sejak masih dalam kandungan.
Salah satu yang menjadi perhatian serius adalah rendahnya asupan zat besi yang menyebabkan Anemia Defisiensi Besi (ADB). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan sekitar 48,6 persen ibu hamil mengalami anemia. Ini artinya dari 10 ibu hamil, 4-5 di antaranya mengalami anemia.
"Seseorang dengan kondisi Anemia Defisiensi zat Besi (ADB) berisiko melahirkan bayi berat badan rendah (BBLR), stunting, komplikasi saat melahirkan dan risiko lainnya," ujar Spesialis Gizi Klinik dr Diana Sunardi M.Gizi, SpGK, dari Indonesian Nutrition Association dalam webinar Peran Nutrisi dalam Tantangan Lintas Generasi yang diselenggarakan Danone Indonesia.
Kondisi kurangnya zat besi dapat terjadi lintas generasi. Pada kasus balita dan anak, ADB bermula dari kurangnya zat gizi mikro saat 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Salah satu ciri anak mengalami kekurangan zat besi ketika mereka tak aktif bergerak, rewel, dan tidak nafsu makan.
Imbasnya, anak yang kurang zat besi akan berisiko mengalami stunting atau kerdil. Anak yang stunting akan terbatas wawasannya karena secara intelektual sudah kalah 'tumbuh' dibandingkan anak-anak yang pertumbuhannya normal dengan gizi yang baik.
Pada remaja, kekurangan zat besi atau anemia berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja dan produktivitas.
Anemia sendiri lebih banyak dialami oleh remaja putri. Sayangnya, anemia pada remaja putri cukup serius karena berdampak pada kehamilan dan janin yang dikandungnya.
"Oleh karena itu, urgensi perbaikan gizi masyarakat sebaiknya difokuskan pada 1.000 HPK dan usia remaja," imbuh dr Diana.
Bagaimana sih tanda-tanda anemia?
Gejala anemia sangat bervariasi, tergantung pada penyebabnya. Gejala umum yang sering dijumpai seperti:
- Kelopak mata pucat
- Kulit pucat
- Napas cepat/sesak
- Lemah otot
- Sering sakit kepala dan mata berkunang-kunang
- Nadi cepat
https://kamumovie28.com/movies/sayonara-debussy-pianist-tantei-misaki-yosuke/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar