Virus Ebola telah ditetapkan menjadi epidemi di Guinea. Penetapan ini dilakukan usai sebanyak 4 dari 8 orang dilaporkan meninggal akibat penyakit ini.
"Menghadapi situasi ini dan sesuai dengan peraturan kesehatan internasional, pemerintah Guinea mengumumkan epidemi Ebola," kata Kementerian Kesehatan setempat, dikutip dari Reuters.
Menurut Kepala Badan Keamanan Nasional Guinea Sakoba Keita, penularan virus Ebola ini berawal dari seorang pasien yang berprofesi sebagai perawat. Ia dinyatakan sakit sejak akhir Januari 2021, kemudian meninggal dan dimakamkan pada 1 Februari.
Selanjutnya, sebanyak 7 orang diduga tertular virus Ebola pada saat menghadiri pemakaman jenazah pasien tersebut. Dilaporkan, mereka mengalami gejala berupa diare, muntah, hingga pendarahan.
"Tiga dari mereka meninggal, dan empat lainnya di rumah sakit," jelas Sakoba Keita.
Apa saja gejala Ebola?
Dikutip dari situs resmi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS), gejala Ebola umumnya akan muncul dalam 2-21 hari setelah melakukan kontak dengan penderita. Berikut gejala yang bisa dialami oleh pasien Ebola.
Demam
Sakit kepala
Nyeri otot dan sendi
Kelelahan
Diare
Muntah
Pendarahan
Mata merah
Muncul ruam kulit.
Seiring berjalannya waktu, gejala dari infeksi virus Ebola bisa menjadi makin parah. Maka dari itu, apabila kamu mengalami gejala-gejala seperti di atas, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang lebih lanjut.
https://indomovie28.net/movies/revenge-3/
Tak Semua Pasien Autoimun Alami Gejala Berat Saat Terinfeksi Corona
Ashanty mengumumkan jika dirinya terinfeksi COVID-19 lewat unggahan Instagram Stories miliknya @ashanty_ash. Tak hanya Ashanty, Aurel, Azriel, dan Arsy juga positif COVID-19.
Sebelum terinfeksi Corona, Ashanty pernah menceritakan jika dirinya mengidap penyakit autoimun. Orang dengan kondisi autoimun diketahui termasuk daftar komorbid yang perlu ketentuan khusus saat ingin divaksin COVID-19.
Namun, apakah orang dengan kondisi autoimun alami gejala berat saat terinfeksi Corona?
Dokter spesialis penyakit dalam dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH menyebutkan, tidak ada perlakuan khusus untuk orang dengan autoimun. Tergantung dari kondisi autoimun pada saat itu.
"Ya prinsipnya bahwa secara khusus tentu (bisa lebih parah), kalau memang dia autoimun kemudian kena COVID-19 maka ini kan komorbid. Ini tergantung juga dari kondisi dia, apakah memang saat itu dia lagi keadaan infeksi, ada demam juga, tambah kena COVID-19, itu akan memperburuk keadaan," terang Prof Ari, saat dihubungi detikcom, Senin (15/02/2021).
Meski tak selalu berisiko mengalami perburukan, pengidap autoimun yang terinfeksi COVID-19 disarankan untuk menghentikan sementara pengobatan untuk autoimunnya.
"Tapi kalau dia imunnya tenang-tenang aja sih nggak ada masalah sebenarnya. Tidak ada hal khusus misal menambah obat. Tergantung dari kondisi penyakitnya pada saat itu, dan tidak bisa kita generalisasi," tambah Prof Ari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar