Jumlah kasus virus Corona COVID-19 bertambah 6.486 pada Jumat (4/6/2021). Total kasus positif mencapai 1.843.612, sembuh 1.697.543, dan meninggal 51.296 jiwa.
Kasus aktif tercatat sebanyak 94.773, jumlah spesimen yang diperiksa 107.636, dan suspek sebanyak 74.774 orang.
Detail penambahan kasus COVID-19 adalah sebagai berikut.
Kasus positif bertambah 6.486 menjadi 1.843.612
Pasien sembuh bertambah 5.950 menjadi 1.697.543
Pasien meninggal bertambah 201 menjadi 51.296
Sebelumnya, pada Kamis (3/6/2021), tercatat total sebanyak 1.837.126 kasus positif virus Corona COVID-19, 1.691.593 pasien sembuh, dan 51.095 meninggal dunia.
https://maymovie98.com/movies/from-riches-to-rags/
Jabar-DKI Tertinggi, Ini Sebaran 6.486 Kasus Baru COVID-19 RI 4 Juni 2021
Pada 4 Juni 2021, Indonesia melaporkan penambahan 6.486 kasus baru COVID-19. Total pasien terkonfirmasi saat ini sejumlah 1.843.612.
Jawa Barat menyumbang angka kasus positif terbanyak yakni 952 kasus, disusul DKI Jakarta dengan total 906 kasus, dan Jawa Tengah dengan total 887 kasus.
Detail perkembangan virus Corona per Jumat (4/6/2021), adalah sebagai berikut:
Kasus positif bertambah 6.486 menjadi 1.843.612
Pasien sembuh bertambah 5.950 menjadi 1.697.543
Pasien meninggal bertambah 201 menjadi 51.296.
Tercatat sebanyak 107.636 spesimen diperiksa hari ini di seluruh Indonesia, sedangkan jumlah suspek sebanyak 74.774.
Sebaran 6.486 kasus baru Corona di Indonesia per Jumat (4/6/2021), sebagai berikut:
Jawa Barat: 952 kasus
DKI Jakarta: 906 kasus
Jawa Tengah: 887 kasus
Riau: 593 kasus
Sumatera Barat: 306 kasus
Jawa Timur: 301 kasus
DI Yogyakarta: 299 kasus
Bangka Belitung: 279 kasus
Nusa Tenggara Timur: 233 kasus
Aceh: 209 kasus
Kepulauan Riau: 200 kasus
Sumatera Selatan: 156 kasus
Banten: 142 kasus
Kalimantan Barat: 123 kasus
Kalimantan Tengah: 119 kasus
Kalimantan Timur: 113 kasus
Sumatera Utara: 97 kasus
Jambi: 85 kasus
Nusa Tenggara Barat: 77 kasus
Lampung: 74 kasus
Bengkulu: 67 kasus
Kalimantan Selatan: 53 kasus
Bali: 51 kasus
Sulawesi Barat: 49 kasus
Maluku: 37 kasus
Sulawesi Tengah: 21 kasus
Kalimantan Utara: 18 kasus
Sulawesi Selatan: 13 kasus
Papua Barat: 11 kasus
Sulawesi Utara: 8 kasus
Maluku Utara: 4 kasus
Gorontalo: 2 kasus
Sulawesi Tenggara: 1 kasus.
Tanpa Bius dan Perban, Apa Alasan Orang Pilih Sunat di Bengkong Betawi?
Meski tak menggunakan suntikan bius dan peralatan medis, sunat tradisional masih tetap punya pasar tersendiri. Misalnya 'Bengkong' Si Pitung, hingga hari ini masih aktif menyunat pria beragam usia. Diyakininya, sunat yang hanya memakan waktu 5 menit ini tak kalah higienis dibanding sunat-sunat oleh dokter.
Sang bengkong, sebutan untuk juru sunat di Betawi, biasa disapa Haji Mahfudz Zayadi. Sejak berkiprah dalam sunat tradisional pada 1989, rumahnya di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, kini masih rutin menerima pasien setiap jam subuh hingga pukul 6 pagi.
Sementara pasien yang menginginkan layanan sunat di rumah, bisa menghubungi Mahfudz lebih dulu via WhatsApp beberapa hari sebelum. Sudah menjadi rutinitas, Mahfudz menyunat dari rumah ke rumah di kawasan Jakarta dan sekitarnya.
"Kalau dokter, disuntik dulu (dibius), digunting, dijahit. Itu kontradiksi perbedaannya saya dengan dokter, bertolak belakang. Kalau dokter setelah khitan keluar darah, bingung kenapa kan sudah dibius, dijahit. Kalau saya tradisional, langsung saja. Dibuka, ambil ujungnya, dijepit, langsung potong. Makanya singkatannya Sipitung (Jepit, Potong Ujung)," terang Mahfudz sang 'bengkong', istilah untuk tukang sunat dalam Betawi, saat ditemui di Jakarta, Jumat (4/5/2021).
Steril nggak sih?
Tak heran, sebagian masyarakat pula bertanya-tanya soal higiene atau kebersihan sunat tradisional. Terlebih, seperangkat alat sunat tradisional kelihatan alakadar tanpa jarum suntik dan perangkat pemotong bak perkakas ruang medis.
Mahfudz tak memungkiri, persoalan higiene sunat tradisional memang menjadi tantangan. Mungkin itu pula yang membuat peminatnya makin berkurang.
Namun menurutnya, kecepatan proses pengeringan luka pada penis pasca penyunatan menjadi keunggulan sunat tradisional yang mengimbangi kekurangan dari sisi higiene. Hal itulah yang membuatnya masih diandalkan sebagian masyarakat hingga kini.
"Segi kebersihan, mohon maaf memang begitu cara sunat tradisional. Dibandingkan zaman orangtua saya, sebelumnya lebih ramai. Kalau sekarang memang agak sepi tradisional karena kalau orang sekarang banyak takut ada apa-apa, luka banyak darah, takut ini-itu. Padahal nggak juga," kata Mahfudz.
"Kembali ke orangnya saja, bahkan ada yang fanatik ke tradisional, ada juga yang takut kalau tradisional bikin pendarahan jadi harus ke dokter juga," lanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar