Pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) oleh Presiden pada 28 April 2021 turut berdampak pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Badan antariksa nasional kita ini akan secara bertahap diintegrasikan ke dalam BRIN.
Berdasarkan keterangan yang dikutip dari situs LAPAN, ketika terintegrasi dengan BRIN, LAPAN nantinya akan menjadi Organisasi Pelaksana Litbangjirap (OPL), bersama dengan 3 lembaga lain yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
https://trimay98.com/movies/a-t-m-a-toda-maquina/
Dengan pembentukan BRIN dan mengikuti amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) yang mengamanatkan pengintegrasian kegiatan litbangjirap, serta invensi dan inovasi, BRIN akan melakukan konsolidasi sumber daya riset dan inovasi Indonesia, baik sumber daya manusia, infrakstruktur, maupun anggaran.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan, LAPAN mempunyai tugas yang penting terkait eksplorasi keanekaragaman geografi Indonesia, serta teknologi penerbangan dan teknologi keantariksaan.
Sesuai amanat UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan (UU Keantariksaan), harus ada lembaga pemerintah yang melaksanakan urusan litbang kedirgantaraan dan penyelenggara keantariksaan. Hal tersebut merupakan best practice secara global saat ini.
"Memang harus ada tangan pemerintah dalam hal keantariksaan. Tidak bisa antariksa itu dilepas begitu saja ke pasar bebas, swasta secara bebas. Meskipun kita harus mengeksplorasi potensi-potensi peran bagaimana swasta bisa berkontribusi pada aktivitas-aktivitas yang terkait keantariksaan dan penerbangan," terang Handoko pada webinar Indonesian Space Agency Pasca Pembentukan BRIN, Senin (17/5) lalu.
Kepala BRIN Handoko menyampaikan 5 langkah implementasi yang akan dilaksanakan di BRIN untuk mengakomodasi amanat UU Sinas Iptek dan UU Keantariksaan tersebut.
1. Penambahan tugas dan fungsi BRIN sebagai lembaga riset kedirgantaraan dan operator terkait keantariksaan.
2. Mekanisme pendelegasian kewenangan untuk representasi Indonesia terkait keantariksaan global (Indonesian Space Agency) ke unit terkait di dalam BRIN.
3. Peningkatan kapasitas Indonesia melaksanakan riset dan operasional kedirgantaraan dengan peningkatan critical mass sumber daya (manusia, infrakstruktur, anggaran) riset dan inovasi secara signifikan pasca konsolidasi dalam kerangka BRIN menuju perbaikan ekosistem riset kedirgantaraan.
4. Penajaman Prioritas (pengamatan antariksa, satelit, pesawat N-219, dan lain-lain.
5. Perlibatan eksternal, yaitu komunitas global, industri, dan penuntasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait teknologi antariksa, kegiatan komersial keantariksaan, dan bandar antariksa.
"FGD ini saya harapkan bisa menjadi titik awal urusan terkait keantariksaan dan kedirgantaraan menuju level yang berbeda, sehingga betul-betul bisa memberikan kontribusi nyata dan signifikan. Saya harapkan dukungannya dari segenap pemangku kepentingan dan komunitas antariksa dan kedirgantaraan, kita bangga memiliki LAPAN, harus kita perbesar skalanya sehingga ke depan kedirgantaraan menjadi ekonomi masa depan Indonesia," ujar Handoko.
Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin mengungkapkan tentang bagaimana posisi LAPAN sebagai space agency sesudah adanya BRIN. Dikatakannya, LAPAN sebagai lembaga litbang akan diintegrasikan ke dalam BRIN sesuai Pasal 48 ayat 1 UU Sinas Iptek.
Djamal melanjutkan, BRIN yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden akan bertindak sebagai 'Lembaga Penyelenggara Keantariksaan' sesuai Pasal 38 UU Keantariksaan.
"Jadi nantinya yang dimaksud 'lembaga' ini dalam UU Keantariksaan, bukan lagi LAPAN tetapi BRIN. Nantinya BRIN akan mendelegasikan tugas fungsi teknis keantariksaan kepada 'Organisasi Riset LAPAN'. Aspek kebijakan dan regulasi nantinya BRIN yang akan mengkoordinasikan, tentunya dengan masukan dari LAPAN," jelasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar