Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi kembali diterapkan di DKI Jakarta mulai hari ini, 12 Oktober 2020. Akhirnya, gym dan sarana olahraga sudah boleh beroperasi kembali.
"Pemprov DKI Jakarta memutuskan mengurangi kebijakan rem darurat secara bertahap dan memasuki Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Masa Transisi dengan ketentuan baru selama dua pekan ke depan, mulai tanggal 12-25 Oktober 2020," demikian bunyi keterangan tertulis dari Pemprov DKI Jakarta.
Dalam PSBB transisi ini, sarana olahraga seperti pusat kebugaran pun kembali dibuka. Namun, dengan catatan perlu mematuhi protokol kesehatan khusus yang telah ditetapkan oleh Pemprov DKI untuk mencegah penularan COVID-19.
Berikut ini peraturan dalam fasilitas olahraga indoor, outdoor, dan pusat kebugaran di tengah PSBB transisi di DKI Jakarta.
Fasilitas olahraga indoor
Jam operasional 06.00-21.00
Maksimal 50 persen kapasitas pengunjung
Tanpa dihadiri penonton
Menerapkan SOP secara ketat pada area publik yang dipakai bersama-sama
Mengatur alur pergerakan orang yang berada dalam arena dan menjaga jaraknya minimal 2 meter
Petugas memakai masker, face shield, dan sarung tangan.
Fasilitas olahraga outdoor
Jam operasional 05.00-21.00
Maksimal 50 persen kapasitas
Cuci tangan dengan sabun sebelum, selama dan sehabis main
Mengatur alur pergerakan orang pada saat berganti periode permainan dan menjaga jarak minimal 2 meter
Menerapkan SOP secara ketat pada area publik yang dipakai bersama-sama
Wajib menggunakan peralatan olahraga milik pribadi.
Pusat kebugaran
Jam operasional 06.00-21.00
Maksimal 25 persen kapasitas pengunjung
Jarak antar orang dan antar alat minimal 2 meter
Latihan bersama hanya diperbolehkan di luar ruangan (outdoor)
Menerapkan SOP secara ketat pada area publik yang dipakai bersama-sama
Fasilitas dalam ruangan (indoor) dilengkapi dengan alat pengatur sirkulasi udara
Petugas memakai masker, face shield, dan sarung tangan.
https://indomovie28.net/mr-vampire-saga-4/
Mulai Pikirkan Dampak Ekonomi, WHO Kini Tak Sarankan Lockdown?
Berbagai kebijakan terkait penanganan pandemi virus Corona COVID-19 kerap mengalami perubahan. Tak terkecuali soal lockdown, yang baru-baru ini tidak lagi disarankan sebagai pendekatan utama.
Setidaknya, itu yang disampaikan utusan organisasi kesehatan dunia WHO Dr David Nabarro dalam sebuah wawancara video dengan majalah Inggris, The Spectator. Menurutnya, pembatasan semacam itu hanya boleh dilakukan sebagai pendekatan terakhir.
"Kami di WHO tidak mengadvokasi lockdown sebagai cara utama mengendalikan virus ini," kata Nabarro, dikutip dari Nypost, Senin (12/10/2020).
"Satu-satunya kesempatan yang kami yakini lockdown dibenarkan adalah untuk memberi Anda waktu mereorganisasi, menata kembali, menyeimbangkan kembali sumber daya, melindungi tenaga kesehatan yang kelelahan, tapi pada umumnya kami memilih tidak melakukannya," lanjutnya.
Nabarro mengatakan, ada dampak signifikan terkait pembatasan ketat, terutama terkait ekonomi global.
"Lockdown hanya punya satu konsekuensi yang tak boleh diremehkan, yakni membuat orang miskin menjadi lebih miskin," kata Nabarro.
Lockdown, menurut Nabarro paling berdampak pada negara yang menggantungkan diri pada pariwisata. Ia mencontohkan pariwisata di Karibia yang kelabakan.
WHO sebelumnya memperingatkan negara-negara untuk tidak mencabut lockdown terlalu cepat selama gelombang pertama pandemi COVID-19.
"Hal terakhir yang perlu dilakukan oleh negara manapun adalah membuka sekolah dan bisnis, hanya untuk menutupnya kembali karena kebangkitan," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Namun Tedros juga menekankan upaya lain yang harus dilakukan. Di antaranya melakukan testing dan pelacakan kontak secara luas agar kelak setelah lockdown dicabut tidak perlu mengalami lockdown kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar