Memakai masker sudah lekat dengan keseharian masyarakat di masa pandemi Corona. Rasanya, ada yang kurang jika beraktivitas di luar rumah tanpa memakai masker.
Meski penggunaannya wajib, masker juga punya masa tahan agar tidak jadi sarang bakteri dan mikroba yang bisa menyebabkan penyakit.
Sebuah eksperimen baru-baru ini dilakukan para ilmuwan memperlihatkan jumlah mikroba yang berada pada masker jika tidak diganti selama berjam-jam. Eksperimen tersebut menemukan masker yang dipakai dalam periode yang lama memiliki jumlah bakteri dan jamur lebih banyak sehingga meningkatkan risiko seseorang menjadi sakit.
"Pada tingkat rendah, sistem kekebalan Anda menjaga mereka tetap terkendali, tetapi pada tingkat yang tinggi, hal itu dapat menyebabkan reaksi alergi ringan hingga parah, masalah pernapasan, dan bahkan infeksi hidung," kata Dr John Chen, asisten profesor di departemen mikrobiologi dan imunologi di National University of Singapore.
Berapa jam harus ganti masker?
Spesialis paru dari RS Persahabatan, dr Diah Handayani, SpP, menegaskan pakai masker bedah atau masker sekali pakai tak boleh lebih dari 6 jam terlebih jika maskernya sudah basah.
dr Diah juga memperingatkan untuk tidak menyimpan masker agar bisa digunakan keesokan harinya.
"Sekarang gini, kan dia nyaring kuman dari depan, terus dibesokin, terus dipegang," terangnya.
Sementara itu untuk masker kain, penggunaan maksimal 4 jam sekali lalu diganti. Setelah itu cuci masker jika ingin digunakan kembali agar bakteri dan mikroba tidak menempel di masker yang besar kemungkinannya terhirup dan masuk ke dalam tubuh.
Disarankan untuk selalu sedia masker dalam jumlah yang banyak, agar bisa selalu menggantinya jika masker sudah kotor atau lembab, meskipun masih kurang dari 6 jam untuk masker bedah dan 4 jam untuk masker kain.
https://cinemamovie28.com/movies/gods-country/
RI Berpotensi Hadapi Gelombang Kedua Corona, Ini Penjelasan Satgas
Pandemi COVID-19 di Indonesia saat ini disebut relatif terkendali dengan kasus baru harian selama beberapa minggu terakhir berada di angka 4.000. Namun, Satgas Penanganan COVID-19 sudah melihat tanda-tanda Indonesia berpotensi menghadapi gelombang kedua Corona.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Sonny Harry B Harmadi mengatakan ada tiga hal mengkhawatirkan. Mulai dari tingginya mobilitas masyarakat pada periode lebaran, turunnya kepatuhan terhadap protokol kesehatan, dan peningkatan kasus harian di beberapa provinsi.
"Apakah Indonesia mungkin terjadi lonjakan kasus yang luar biasa? Iya sangat mungkin," kata Sonny dalam diskusi yang disiarkan Forum Merdeka Barat 9, Kamis (20/5/2021).
"Kita melihat kurva kasus harian menurut provinsi, kabupaten/kota, maupun pulau. Untuk Sumatera itu jelas sekali terjadi lonjakan kasus harian yang luar biasa. Ini menunjukkan bahwa ada potensi gelombang kedua," lanjutnya.
Setidaknya ada 13 provinsi di Indonesia yang sudah menunjukkan tanda-tanda peningkatan kasus COVID-19.
Tingkat kepatuhan protokol kesehatan disebut turun di 24 provinsi. Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyebut ada 122.899 orang yang ditegur terkait protokol kesehatan di tempat wisata selama periode libur lebaran 12-15 Mei, meningkat 90 persen dibandingkan minggu sebelumnya.
DKI Jakarta menempati posisi paling rendah dalam kepatuhan prokes di tempat wisata selama periode tersebut.
"DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kepatuhan protokol kesehatan di tempat wisata yang paling rendah. Yaitu hanya sebesar 27 persen orang yang patuh untuk menjaga jarak di tempat wisata," kata Wiku beberapa waktu lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar