Kamis, 17 September 2020

Ahok Sebut-sebut Superholding BUMN, Apa Itu?

Komisaris utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berbicara tentang superholding BUMN seperti yang sudah diterapkan di Singapura. Ahok menyebut Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga seharusnya dibubarkan dan diganti superholding tersebut.
Ahok beralasan dengan adanya superholding itu maka tidak ada seorang pun yang bisa mengontrol perusahaan pelat merah, termasuk Presiden. BUMN akan menjalankan bisnis tanpa intervensi dari pihak mana pun.ttj

Sebenarnya apa sih superholding itu?

Mengutip pemberitaan detikcom disebutkan Menteri BUMN Tanri Abeng memiliki roadmap dan masterplan arah pengembangan BUMN ke depan supaya makin berdaya saing kuat.

Superholding ini harapannya bisa sama dengan sebesar Temasek Holdings (Singapura) dan Khazanah Nasional Berhad (Malaysia).

Dalam sebuah wawancara khusus dengan detikcom di Tanri Abeng University Jakarta, September 2014 silam, Menteri BUMN Pertama Tanri Abeng memberi penjelasan terkait penyatuan perusahaan pelat merah. Saat itu, ia belum menyebut istilah super holding.

Tanri Abeng sendiri menjabat sebagai Menteri BUMN mulai 16 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998 di Kabinet Pembangunan VII. Saat itu, kementeriannya bernama Kementerian Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara.

Tanri bercerita, adanya kata 'Pendayagunaan' dalam kementerian ialah dengan maksud agar BUMM bisa didayagunakan. Sehingga, kinerjanya meningkat dan mampu membayar utang negara. Selanjutnya, BUMN bisa berkontribusi pada pembangunan.

"Menteri Pendayagunaan BUMN merangkap Kepala Badan Pembina BUMN yang punya executive power. Menteri Negara tidak punya," katanya Tanri kala itu.

Tanri bilang, saat itu dia membuat cetak biru (blue print) BUMN. Dia mengatakan, 10 tahun sejak ia menjabat yakni tahun 2000-2010 kementerian tetap dipertahankan. Lalu, pada tahun 2010 tidak ada lagi kementerian negara. Jadi, hanya tersisa Badan yang pada konteks kekinian disebut dengan istilah super holding BUMN.

Super holding BUMN inilah nantinya yang akan berperan mengelola seluruh BUMN yang ada di Indonesia lepas dari kepentingan politik.

"Kenapa? Supaya tidak lagi berbau politik. Tapi kan nggak pernah diubah kan? Yang diubah malah menterinya, ganti 7 kali," ujarnya.

Dia melanjutkan, 5 tahun kemudian setelah 2010 atau 2015 tidak ada lagi Badan. Yang ada, ujarnya, holding company.

"Kemudian, dalam blue print saya itu tahun 2010 tidak ada lagi menteri yang ada kepala badan. Lima tahun kemudian yaitu 2015, artinya tahun depan kalau blue print saya dijalankan, itu tidak ada lagi badan tetapi murni holding company. Seperti usul saya 15 tahun yang lalu ke Pak Harto," ungkap Tanri.

Sayang, rencana Tanri bersama Presiden Soeharto itu tidak berjalan. Dalam wawancara tersebut, Tanri mengungkapkan kekecewaannya akibat tak jalannya proses pembetukan holding BUMN itu.

"Jadi, satu-satunya merger yang berhasil merger itu adalah Bank Mandiri. Masih saya juga yang melakukan," ujarnya.

Akibat program pembentukan holding itu tak jalan, BUMN Indonesia jadi tertinggal perkembangannya dibanding BUMN negara lain seperti milik Malaysia dan Singapura.

"Setelah saya, tidak ada. Makanya itu yang saya kecewa. Yang saya anggap tidak optimal. Saya katakan saya kecewa. BUMN kita itu masa utuhnya hanya separuh dari satu perusahaan Malaysia. Petronas itu US$ 20 miliar, kita di bawah US$ 10 miliar. Malu kita," ujarnya.

Kemudian pada saat BUMN di bawah kepemimpinan Sofyan Djalil pemerintah bahkan telah bertemu dengan sejumlah superholding di negara lain seperti KFW sebuah superholding yang menaungi BUMN di Jerman. Lalu bertemu Temasek, Khazanah dan BUMN di Selandia baru.

Dalam konsep Sofyan, akan ada subholding untuk menaungi operating company. Superholding ini dinilai lebih efisien dan menguntungkan.

Di masa Menteri BUMN Rini Soemarno, ada rencana untuk menghilangkan nomenklatur dari Kementerian BUMN. Transformasi ini bernama superholding. Hal ini tertuang dalam peta jalan BUMN yang isinya menggabungkan holding-holding BUMN dan bertujuan seperti Temasek dan Khazanah.

Superholding ini nantinya dipimpin langsung oleh Presiden tidak seperti birokrasi dan tidak seperti Kementerian.

Namun ketika Erick Thohir masuk dan menduduki jabatan Menteri BUMN ia merombak habis-habisan konsep superholding ini.

Menurut dia subholding harus fokus pada masing-masing kegiatan unit usaha. Erick mencontohkan subholding ini misalnya Pelindo I sampai Pelindo IV yang bergerak di bidang jasa pebauhan akan mengelola pelabuhan sesuai wilayah kerja masing-masing.

Konsep superholding muncul lagi di pemberitaan setelah Ahok menyebut jika Kementerian BUMN sebaiknya diganti menjadi seperti Temasek di Singapura. Dengan konsep ini namanya bukan Kementerian BUMN yang membawahi ratusan perusahaan pelat merah, tetapi menjadi Indonesia Incorporation.

"Harusnya Kementerian BUMN dibubarkan. Kita harus sudah ada semacam Indonesia Incorporation seperti Temasek," kata dia dalam sebuah video berdurasi enam menit yang diunggah akun POIN di YouTube, dikutip detikcom, Selasa (15/9/2020).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar