Pernyataan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) soal superholding badan usaha milik negara direspons Kementerian BUMN.
Menurut Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, konsep superholding merupakan ide lama yang sudah ada sejak periode sebelumnya. Tapi sementara ini Kementerian BUMN tak mau terburu-buru merealisasikan rencana tersebut.
"Jadi kita uji dulu ini semua. Kita jangan buru-buru mau superholding, Itu ide besar memang ya, tapi kita lihat dulu apakah ini efektif nggak? sekarang ini kan masih sendiri-sendiri ini. Jadi masih jauh itu, pemikiran mengenai super holding masih jauh sekali," kata Arya kepada wartawan, Rabu (16/9/2020).
Kementerian, lanjut dia, melihat bahwa saat ini yang sangat penting adalah memastikan antar-BUMN bisa saling inline atau sejalan dalam hal supply chain (rantai pasok). Oleh karena itu dibentuklah klaster-klaster perusahaan pelat merah.
Saat ini, Arya menjelaskan supply chain antar BUMN masih belum berjalan dengan baik. Oleh karenanya, dengan kondisi tersebut Kementerian BUMN tak mau terburu-buru membuat superholding .
"Jadi Pak (Menteri BUMN) Erick ini pengin memastikan semua jalan dulu ini antara end-to-end supply chain antara BUMN-BUMN. Itu yang kita sampaikan juga di DPR. Di Komisi 6 sudah kita sampaikan mengenai strategi kita mengenai klaster-klaster, dan DPR juga melihat itu adalah cara langkah kita untuk bisa mendapatkan kondisi saat ini yang terbaik," tambahnya.
Dalam catatan detikcom, disebutkan pada era Menteri BUMN Tanri Abeng, dirinya memiliki roadmap dan masterplan arah pengembangan BUMN ke depan supaya makin berdaya saing kuat melalui superholding. Superholding harapannya bisa seperti Temasek Holdings (Singapura) dan Khazanah Nasional Berhad (Malaysia).
Dalam sebuah wawancara khusus dengan detikcom di Tanri Abeng University Jakarta, September 2014 silam, Menteri BUMN pertama itu memberi penjelasan terkait penyatuan perusahaan pelat merah. Saat itu dia belum menyebut istilah superholding.
Pada cetak biru (blue print) BUMN yang dia buat, dikatakannya 10 tahun sejak dirinya menjabat yakni 2000-2010, kementerian tetap dipertahankan. Lalu, pada 2010 tidak ada lagi kementerian negara. Jadi, hanya tersisa Badan yang pada konteks kekinian disebut dengan istilah superholding BUMN.
Super holding BUMN inilah nantinya yang akan berperan mengelola seluruh BUMN yang ada di Indonesia lepas dari kepentingan politik. Dia melanjutkan, 5 tahun kemudian setelah 2010 atau 2015 tidak ada lagi Badan. Yang ada adalah holding company.
"Kemudian, dalam blue print saya itu tahun 2010 tidak ada lagi menteri yang ada kepala badan. Lima tahun kemudian yaitu 2015, artinya tahun depan kalau blue print saya dijalankan, itu tidak ada lagi badan tetapi murni holding company. Seperti usul saya 15 tahun yang lalu ke Pak Harto," ungkap Tanri.
Sayang, rencana Tanri bersama Presiden Soeharto itu tidak berjalan. Dalam wawancara tersebut, Tanri mengungkapkan kekecewaannya akibat tak jalannya proses pembentukan holding BUMN itu.
Sebelumnya, Ahok menilai Kementerian BUMN seharusnya dibubarkan. Alasannya, tidak ada seorang pun yang bisa mengontrol perusahaan pelat merah tersebut termasuk seorang presiden.
Menurut Ahok, sebaiknya Kementerian BUMN diganti menjadi superholding seperti Temasek yang ada di Singapura. Jadi, namanya bukan lagi Kementerian BUMN yang membawahi ratusan perusahaan pelat merah, tetapi menjadi Indonesia Incorporation.
"Harusnya Kementerian BUMN dibubarkan. Kita harus sudah ada semacam Indonesia Incorporation seperti Temasek," kata dia dalam sebuah video berdurasi enam menit yang diunggah akun POIN di YouTube, dikutip detikcom.
https://indomovie28.net/geralds-game/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar