Esports saat ini memang terlihat sebagai industri yang gemilang. Namun siapa sangka, ada banyak skandal oknum yang mencoreng dunia esports.
Nilai hadiah turnamen yang besar hingga gengsi untuk menjadi yang terbaik membuat esports tak hanya kompetitif, namun juga menggiurkan bagi para gamers. Bahkan, berdasarkan laporan Newszoo, pada 2019 bisnis game mencapai pendapatan sekitar USD 152 miliar. Pendapatan ini berasal dari hasil penjualan game, special items, hingga iklan.
Sayangnya, di balik besarnya industri esports, ada oknum-oknum yang mencoreng sportivitas esports. Mereka menciptakan skandal besar yang menarik perhatian publik. Berikut ini beberapa skandal yang pernah terjadi di industri esports.
1. Skandal percintaan
Hubungan percintaan seseorang sebenarnya menjadi ranah privasi, namun berbeda bagi para atlet esports. Gerak-gerik mereka selalu dipantau dan dibicarakan layaknya selebritas. Seperti atlet esports asal Tiongkok, Huanfeng, yang menjadi pembicaran baru-baru ini komunitas League of Legends. Setelah membawa timnya menjadi finalis Worlds 2020, skandal perselingkuhannya terbongkar di media sosial Weibo. Diduga, AD Carry dari tim Suning Gaming ini selingkuh selama pergelaran kejuaraan dunia tersebut.
Makin panasnya isu tersebut, Suning Gaming pun menarik Huanfeng dari kompetisi League of Legends All-Star 2020 yang digelar pada 18-20 Desember 2020.
Di Indonesia, skandal mantan atlet esports Listy Chan juga menarik perhatian publik. Listy yang sekarang menjadi brand ambassador XCN Gaming sempat mendapatkan hujatan terkait skandal perselingkuhannya. Akibatnya, tim yang menaunginya saat itu harus memberhentikannya.
https://maymovie98.com/movies/musik-ist-trumpf/
2. Skandal perjudian dan match fixing
Skandal perjudian paling menghebohkan di DotA 2 adalah kasus "'322' yang dilakukan oleh Alexi 'Solo' Berezin. Pemain asal Rusia tersebut sengaja mengalah untuk mendapatkan uang sebesar US$322 dari situs judi. Komunitas DotA 2 pun menjadikan '322' sebagai meme untuk tim yang tidak bermain bagus atau sengaja mengalah.
Tim DotA 2 asal Indonesia, Mahameru, ternyata juga pernah terlibat perjudian dan melakukan match fixing. Mereka yang mengikuti ajang Join Dota League 2015 sengaja mengalah untuk memenangkan taruhan yang mereka pasang kepada tim lawan. Para pemain yang terlibat dijatuhi hukuman larangan bermain selama satu tahun.
Sementara itu, di Korea Selatan skandal perjudian terjadi dalam game StarCraft. Pada 2009, sAviOr menjadi agen antara pemain pro dan publik yang ingin menyuap untuk kalah dalam kompetisi StarCraft: Brood War. Kasus yang hampir mirip hadir kembali dalam game StarCraft II. Life sebagai pemain profesional menerima 70 juta Won untuk mengalah dalam dua pertandingan.
3. Skandal bug dan cheat
Esports Integrity Commission (ESIC) pada akhir September 2020 menjatuhkan hukuman kepada 37 pelatih CS:GO. Hal ini disebabkan mereka memanfaatkan bug spectator atau tim bisa melihat posisi pemain lawan dari sudut pandang spectator. Para pelatih ini diberi hukuman larangan aktif dalam ranah kompetitif CS:GO.
Masih dalam ranah CS:GO, pada 2018, Nikhil 'Forsaken' Kumawat dari Optic India menggunakan cheat dalam turnamen Extremesland Zowie Asia di Shangai, China. Timnya pun menindak tegas dengan melakukan pemecatan dan membubarkan skuat tersebut.
4. Skandal manajemen
Fase League Play terakhir dari turnamen PUBG Mobile Global Championship (PMGC) 2020 menjadi ajang protes tiga pemain Loops Esports. Federal, Ciaowski, dan Gxlden memprotes manajemen yang mendepak Dadin yang juga kapten tim tersebut. Mereka pun melakukan aksi solidaritas dengan cara berdiam diri di dalam gereja di dalam game. Pada akhirnya, tim RRQ Athena menemukan mereka dan mendapatkan poin kills tanpa perlawanan.
Akibat aksi tersebut, penyelenggara PMGC 2020 mendiskualifikasi Loops Esports. Jatah tiket Grand Final PMGC di Dubai pun harus melayang. Tim A1 yang berada di urutan ke-17 di klasemen pun naik menggantikan Loops Esports.
Pemotongan hingga tidak dibayarkannya gaji pemain menjadi skandal lain yang pernah ada di dunia esports. Para Pemain Excelerate Gaming hanya menerima bayaran US$ 213 dari yang seharusnya US$ 1.800. Nasib lebih apes diterima para pemain Denial Esports. Tim Denial pernah berutang US$ 3.000 kepada pemain Halo dan tidak membayar dua bulan gaji pemain divisi League of Legends.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar