Sebelum viral buku diet kontroversial dari seorang selebritis, beragam tips menurunkan berat badan tanpa olahraga sebenarnya sudah lama bertebaran. Diakui, hal ini memang tidak mustahil.
Binaragawan yang juga praktisi kebugaran, Ade Rai, mengakui memang ada orang yang sukses menurunkan berat badan tanpa olahraga. Namun tidak ada jaminan pasti berhasil lantaran tak bisa dipungkiri, olahraga tetap perlu dilakukan jika ingin menurunkan berat badan secara optimal.
"Analoginya, bagaimana kita melumpuhkan lawan? Bisa dengan tangan, bisa dengan kaki. Kalau saya hanya dengan tangan ternyata lawan bisa lumpuh, ya kita bersyukur saja," ujarnya dalam bincang-bincang dengan detikcom dalam program E-life, Jumat (5/3/2021).
Menurutnya, kasus sukses turun berat badan tanpa olahraga biasa terjadi pada orang-orang yang sebelum menjalani diet, pola makannya amat tidak terkendali. Walhasil meski tanpa olahraga, perubahan sesederhana menjaga pola makan pun bisa membawa perubahan baik bagi tubuh, meskipun kecil.
Akan tetapi ia menekankan, olahraga tetap perlu dilakukan jika menginginkan penurunan berat badan secara optimal.
Meski ada orang-orang yang sukses menurunkan berat badan tanpa olahraga, tak berarti diet tanpa olahraga cocok diterapkan oleh semua orang. Pasalnya, menurunkan berat badan bukanlah hal simpel.
Lebih dari sekedar 'ingin kurus', diet untuk menurunkan berat badan memerlukan komitmen dan gaya hidup yang intinya, mengatur jumlah makanan masuk dan keluar lewat energi.
"Dibanding dulu nggak pernah diatur makannya. Bukan berarti kita lompat ke konklusi ternyata tanpa olahraga bisa mendapatkan hasil, ya mungkin. Tidak sesederhana itu," pungkas Ade Rai.
Ingat juga, manfaat olahraga bukan semata-mata untuk menurunkan berat badan. Menjaga fungsi metabolisme dan sistem kardiovaskular juga butuh olahraga secara teratur dan terukur, tidak bisa hanya dengan mengurangi makan.
https://kamumovie28.com/movies/knight-and-day/
Jalan Berliku Vaksin Nusantara: Digagas dr Terawan, Ditinggal FK-KMK UGM
Nama vaksin Nusantara sempat menggema lantaran menggunakan teknologi dendritik untuk COVID-19, diklaim sebagai yang pertama di dunia. Vaksin yang digagas dr Terawan Agus Putranto ini kembali jadi perbincangan setelah tim FK-KMK UGM memutuskan mundur dari tim riset. Sejak awal, perjalanan risetnya banyak diwarnai kontroversi.
Klaimnya, vaksin ini merupakan kerja bareng Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan RSUP dr Kariadi Semarang dan mendapat dukungan dari Kementerian Kesehatan.
Lantas, apa yang terjadi sehingga FK-KMK UGM memilih mundur? Berikut riwayat perjalanan berliku vaksin nusantara:
1. Awalnya bernama 'vaksin Joglosemar'
Pada Desember 2020, vaksin ini muncul dengan nama 'Joglosemar', digarap oleh PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bekerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc, perusahaan asal AS selaku pemasok teknologi dendritik.
Belakangan, jenis vaksin yang sama mendadak muncul kembali dengan nama baru, yakni vaksin Nusantara. Masih membawa klaim keunggulan yang sama, yakni penggunaan basis sel dendritik pertama di dunia yang nilai plusnya, bisa menciptakan antibodi seumur hidup.
2. Digagas Menkes Terawan
Perjalanan riset vaksin ini bermula pada November 2020. Saat itu, dr Terawan Agus Putranto masih menjabat sebagai Menkes. Pembicaraan awal riset ini juga melibatkan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dr Slamet, MHP.
Kepala Balitbangkes dr Slamet MHK pada Jumat (19/2/2021) membenarkan, pihaknya memang membiayai uji klinis Fase 1 vaksin Nusantara.
3. Menuai banyak kritik
Pada Februari 2021, pihak Rama Pharma mengumumkan, vaksin Nusantara sudah lolos uji klinis Fase 1 dan sedang menunggu hasil evaluasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk dilanjutkan ke uji klinis Fase 2.
Sementara itu pada Jumat (19/2/2021) kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menyebut, pihaknya baru menerima hasil uji klinis Fase 1 sehingga belum bisa memberikan kabar lebih lanjut soal uji klinis vaksin Nusantara.
Sejumlah ahli menilai, penggarapan vaksin ini tak akan efektif lantaran penggunaan dendritik sebagai basis vaksin dinilai terlalu rumit dan akan memakan biaya besar.
Salah satunya, ahli penyakit tropik dan infeksi dari Universitas Indonesia dr Erni Juwita Nelwan SpPD menyebut, proses manufacturing (pembuatan) vaksin Nusantara ini akan amat sulit.
Bagaimana akhirnya vaksin nusantara ditinggal tim FK-KMK UGM? Selengkapnya di halaman berikut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar