- Tripsin babi banyak disebut-sebut dalam kaitannya dengan produksi vaksin, khususnya vaksin AstraZeneca. Pemakaian bahan tersebut mendasari fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), sekaligus memantik kontroversi halal-haramnya.
Satu sisi, MUI menilai ada persinggungan dengan unsur haram dalam pembuatan vaksin tersebut. Di sisi lain, para pakar menilai persinggungan dengan tripsin babi tidak membuat produk akhirnya mengandung bahan tersebut.
Sebenarnya, apa itu tripsin babi?
"Tripsin rekombinan yang digunakan AstraZeneca dalam produksi vaksin skala industri berasal dari fusarium sejenis jamur," jelas pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo saat dihubungi detikcom, Senin (22/3/2021).
Dalam tahap engineering GMP (Good Manufacturing Practice), menurut Ahmad, enzim tripsin babi digunakan untuk membuat pakan bakteri. Bakteri ini nantinya diperlukan biomol untuk merekayasa gen.
Namun Ahmad tekankan, enzim dari babi ini tak lagi dikandung dalam vaksin yang disuntikkan ke masyarakat.
"Nah setelah produk ini berhasil, maka selanjutnya akan dibiakkan di sel dan dalam proses pemijahan sel tidak lagi menggunakan tripsin babi, tapi tripsin rekombinan," imbuhnya.
Ia pula menjelaskan, tren penggunaan tripsin babi dalam vaksin sebenarnya mulai ditinggalkan dalam prosedur pembuatan vaksin. Pasalnya, bahan dari sumber hewani dikhawatirkan membawa penyakit.
Kini tripsin babi banyak digunakan hanya untuk kepentingan penelitian karena harganya yang lebih murah.
"Maka industri vaksin beralih ke tripsin rekombinan di mana produksinya menggunakan sel kapang atau bakteri sehingga mudah untuk dikontrol tingkat kemurnian. Nah trypsin seperti ini yang digunakan," jelas Ahmad.
Dengan begitu, Ahmad yakin vaksin AstraZeneca yang siap disuntikkan ke masyarakat ini sudah aman dari risiko bahaya akibat bahan hewani.
"Dari sisi keamanan sudah dikawal ketat (kemurnian dari zat yang membahayakan) sebelum masuk ke proses produksi," pungkasnya.
AstraZeneca dalam pernyataannya menegaskan vaksinnya tidak mengandung unsur babi. Lebih dari 70 negara muslim disebut telah menyetujui penggunaan vaksin asal Inggris tersebut. Demikian juga, MUI menyatakan vaksin ini 'mubah' untuk digunakan karena darurat.
https://indomovie28.net/movies/for-a-few-bullets/
Sebagian Pasien COVID-19 Bisa Mengalami Gejala Hilang Pendengaran
Studi terbaru menyebut seseorang yang terinfeksi COVID-19 juga bisa mengalami hilangnya fungsi pendengaran. Ini menambah daftar panjang berbagai gejala terkait COVID-19.
Para peneliti dari University of Manchester and Manchester Biomedical Research Centre mengetahuinya setelah mengalisa 24 studi yang meneliti hubungan antara COVID-19 dengan masalah vestibular. Di dalam tubuh, sistem vestibular merupakan bagian dalam telinga dan otak yang berperan penting mengendalikan keseimbangan.
Lebih detail peneliti menyebut kemungkinan ada 7,6 persen pasien COVID-19 yang mengalami gejala hilang fungsi pendengaran, 14,8 persen mengalami gejala tinnitus, dan 7,2 persen mengalami vertigo.
"Bila studi-studi ini benar, maka sekitar 7-15 persen pasien bisa mengalami gejala tersebut. Ini adalah sesuatu yang harus kita hadapi dengan serius," komentar Profesor Kevin Munro dari Manchester Centre for Audiology and Deafness.
"Ini akan berdampak besar pada layanan kesehatan bila semakin banyak pasien yang mengaku mengalaminya... Ada beberapa pasien yang gejalanya masih berlangsung, ada juga yang mengaku sudah agak membaik. Jadi masih ada banyak hal yang belum kita ketahui," lanjutnya seperti dikutip dari Sky News, Senin (22/3/2021).
Peneliti tidak mengetahui pasti bagaimana COVID-19 menyebabkan gangguan fungsi pendengaran. Namun, pada virus lain, seperti campak, meningitis, dan gondok biasanya ini terjadi karena sel sensor di telinga mengalami kerusakan akibat infeksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar