Selasa, 23 Maret 2021

COVID-19 Belum Terkendali, Kenapa Orang Indonesia Susah Sekali Jaga Jarak?

  Virus Corona COVID-19 pertama kali diidentifikasi di Indonesia pada Maret 2020. Mulai dari sana, masyarakat Indonesia diwajibkan untuk menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker.

Sosiolog dari Universitas Indonesia Daisy Indira Yasmine menyebutkan, dari tiga protokol kesahatan yang diwajibkan yang paling susah untuk diterapkan adalah menjaga jarak. Mengapa?


"Jaga jarak fisik, ini yang paling sulit dan paling rendah sebenarnya, dari persentasi kepatuhannya, karena apa? kalau menurut saya faktornya ada banyak, jaga jarak ini juga berkaitan dengan kerumunan-kerumunan," jelas Daisy, dalam diskusi online "Refleksi Setahun Pandemi: Masyarakat Semakin Abai atau Peduli" melalui Zoom, Senin (22/3/2021).


"Budaya Indonesia itu senengnya kumpul-kumpul, kan kita punya filosofi yang Mangan ora makan yang penting kumpul, nah ini kita nggak boleh kumpul, makan nggak, tapi kumpul juga nggak boleh," tambahnya.


Selain itu, Daisy juga menyebutkan, menjaga jarak menjadi salah satu tantangan untuk masyarakat Indonesia yang hobinya kumpul-kumpul.


Daisy juga menyayangkan sikap masyarakat ketika mengantre disalah satu supermarket tetapi tidak ada panduan yang jelas mengenai hal itu.


"Jaga jarak fisik itu sulit sekali, seperti mengantre di kasir,padahal sudah ada batasnya, kita tetap saja orang menempel ke punggung orang di depannya," pungkasnya.

https://indomovie28.net/movies/six-years-6-days/


Riset Klaim Vaksin Corona Sinovac Disebut Aman pada Anak, Bisa Membentuk Antibodi


 Sinovac Biotech menyebut vaksin Corona buatannya aman dan mampu memicu respons kekebalan tubuh pada anak-anak dan remaja. Hal ini diungkapkan perusahaan tersebut pada Senin (22/3/2021) waktu setempat.

Dikutip dari Reuters, kesimpulan ini berasal dari hasil uji klinis tahap 1 dan 2, yang melibatkan lebih dari 500 relawan berusia 3-17 tahun. Mereka menerima dua kali suntikan vaksin Sinovac dengan dosis sedang atau rendah, kemudian ada juga yang mendapatkan plasebo atau obat kosong.


Menurut peneliti Sinovac, Gang Zeng, efek samping yang terjadi selama uji klinis ini hanya bersifat ringan. Ada dua anak yang dilaporkan mengalami demam tinggi setelah menerima dosis rendah vaksin Sinovac.


Meski begitu, Zeng mengatakan bahwa tingkat antibodi yang terbentuk pada anak-anak usai divaksinasi lebih tinggi daripada yang terlihat pada orang dewasa berusia 18-59 tahun dan lansia dalam uji klinis.


Lebih lanjut, kata Zeng, anak-anak berusia 3-11 tahun menerima dosis rendah. Sementara untuk yang berusia 12-17 tahun, mereka diberi dosis sedang vaksin Sinovac.


Namun, data awal ini belum dipublikasikan di jurnal medis peer-review.


Uji Klinis Fase 3 Vaksin AstraZeneca: Tak Ada Risiko Pembekuan Darah


Vaksin COVID-19 AstraZeneca disebut 80 persen efektif mencegah infeksi Corona pada lansia dan tidak menyebabkan peningkatan risiko pembekuan darah. Kesimpulan ini didasarkan pada uji coba vaksin fase 3 yang dilakukan di Amerika Serikat, Chili, dan Peru.

Dalam hasil studi uji coba fase 3 yang melibatkan lebih dari 32 ribu sukarelawan di semua kelompok umur juga memperlihatkan vaksin AstraZeneca 100 persen efektif melawan penyakit parah atau kritis dan rawat inap, dan aman.


Sekitar 20 persen relawan berusia 65 tahun atau lebih, dan sekitar 60 persen memiliki kondisi kesehatan yang terkait dengan risiko lebih tinggi terkena COVID-19 yang parah, seperti diabetes, obesitas parah, atau penyakit jantung. Hasilnya, vaksin AstraZeneca secara efektif mampu mengurangi risiko infeksi.


Awal bulan ini, beberapa negara menghentikan penggunaan suntikan AstraZeneca karena khawatir dapat menyebabkan pembekuan darah.


Dewan pemantauan keamanan data independen studi tersebut dalam pernyataaannya tidak menemukan peningkatan risiko trombosis di antara 21.583 peserta yang menerima setidaknya satu dosis.

https://indomovie28.net/movies/6-years/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar