Untuk menekan angka kasus COVID-19, masyarakat diminta untuk menerapkan social distancing. Pemerintah pun menetapkan beberapa cara untuk saling menjaga jarak yang sayangnya tidak selalu dipatuhi. Sebuah studi baru-baru ini dilakukan untuk mengetahui kebiasan orang-orang selalu pandemi. Dari hasilnya terungkap jika mereka yang tidak peduli social distancing mungkin punya karakteristik seorang psikopat.
Banyak berita hingga postingan viral menunjukkan orang-orang yang mengabaikan social distancing. Di keseharian mungkin kamu sering melihat banyak orang yang tidak memakai masker atau sering berkumpul-kumpul meski PSBB masih digalakkan. Beberapa bahkan sengaja melakukan hal esktrem seperti menjilat dudukan toilet untuk menantang virus Corona.
Banyak orang tidak mengerti dengan pikiran mereka. Sebuah riset pun mencoba mencari tahu apa yang memotivasi orang-orang 'berani' ini. Sebuah studi yang dipublikasi di jurnal Social Psychology and Personality Science berusaha mencari tahu. Peneliti lalu menemukan kaitannya dengan tanda-tanda psikopat.
Peneliti menanyakan seberapa sering orang-orang mengikuti aturan social distancing dan apa yang dilakukan jika terkena Corona. Partisipan juga diberikan pertanyaan-pertanyaan terkait kepribadian. Lalu dianalisa juga skala mereka dalam hal kesadaran, kooperatif, kestabilan emosi, tendensi untuk mengambil risiko, seberapa jahat mereka, hingga skala menahan diri.
Berdasarkan hasil studi, ada beberapa partisipan yang punya level kestabilan emosi rendah, punya tendeksi mengambil risiko, hingga kurang bisa menahan diti. Dan ternyata mereka juga lebih longgar dalam menerapkan aturan social distancing. Tapi jika sebaliknya biasanya orang tersebut lebih berhati-hati dan teratur melakukan tindakan pencegahan Corona.
"Aku tahu sifat-sifat Dark Triad (narsisme, Machiavellianisme, dan psikopati) juga sifat-sifat yang termasuk psikopati berkaitan dengan tindakan berisiko kesehatan dan masalah kesehatan dan aku berharap mereka melakukan aturan-aturan kesehatan selama pandemi," kata penulis studi Pavel Blagov kepada PsyPost.
Pavel mengaku jika sebenarnya kebanyakan partisipan mengikuti aturan kesehatan dengan baik selama pandemi. Ia juga menekankan jika korelasi antara orang yang tidak peduli social distancing dengan tanda-tanda psikopat pun tidak besar. Memungkinkan pula jika orang yang punya karakteristik psikopat untuk mengindahkan aturan-aturan kesehatan.
"Hasil ini tidak berarti bahwa penyakit yang sedang berkembang hanya disebabkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab atau tidak peduli," kata Pavel.
Ini Alasan Logo Brand Lebih Sering Ada di Sisi Kiri Pakaian Daripada Kanan
Pernahkah kamu memerhatikan logo brand yang ada di T-shirt atau polo shirt yang dipakai? Jika benar-benar diperhatikan, kamu akan sadar, kalau logo brand pada pakaian selalu berada di sebelah kiri pemakainya.
Penempatan logo brand yang besarnya tak seberapa ini mungkin terkesan sepele. Tapi ternyata ada alasan yang cukup strategis di balik penempatan logo di sisi kiri baju.
Pertama-tama kamu harus paham pentingnya logo itu sendiri. Bagi sebuah brand, logo sangatlah penting untuk membangun kesan pertama pada publik maupun audiens.
Bagaimana agar logo itu selalu diingat dan dilihat orang? Tempatkanlah di mana dia langsung mendapat perhatian. Di mana? Sisi atau sebelah kiri.
Menurut studi yang dilakukan Nielsen Norman Group, logo yang berada di bagian kiri atas akan diingat untuk waktu yang lebih lama ketimbang logo sebelah kanan. Kemungkinan orang mengingat kembali sebuah logo lebih tinggi 89 persen ketika ditempatkan di sisi kiri.
Selain itu penempatan logo ini juga mengikuti refleks sebagian besar orang. Seperti dikutip dari Brightside, orang cenderung lebih sering melirik ke sisi kiri dibandingkan sisi kanan. Oleh karena itu logo brand akan lebih terlihat ketika orang memandang sebuah objek.
https://nonton08.com/christmas-eve/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar