Sabtu, 29 Agustus 2020

China Patenkan Antivirus Buatan AS 'Remdesivir' untuk Obati Virus Corona

China dilaporkan tengah mengajukan paten untuk obat virus corona. Obat ini dikembangkan oleh Institut Virologi Wuhan dengan memanfaatkan obat remdesivir yang dulu pernah dipakai untuk melawan wabah virus ebola.
Para peneliti menemukan remdisivir efektif dalam memerangi virus corona ketika dikombinasikan dengan obat malaria chloroquine. Straits Times melaporkan peneliti China sudah mengajukan paten sejak 21 Januari 2020 lalu.

Remdesivir sendiri pertama kali dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Amerika Serikat, Gilead Sciences, khusus untuk melawan Ebola tahun 2013-2016. Namun dalam pengembangannya ternyata obat ini mampu melawan virus lain.

Pada tahun 2016 Gilead sebetulnya sudah mengajukan paten untuk metode obat virus corona namun tidak menyebut nama remdisivir. Hingga akhirnya pada tahun 2017 perusahaan melaporkan hasil studi dalam jurnal Science Translational Medicine menyebut obat dengan kode GS-5734.

Juru bicara Gilead, Sonia Choi, mengaku sudah tahu langkah yang dilakukan peneliti China. Pihaknya nanti akan mengkaji tentang apa yang sudah diketahui tentang senyawa terkait dan yang disebut dalam paten.

"Kami masih belum bisa berkomentar tentang pendaftaran paten ini karena ada keterlambatan 18 bulan sebelum pengajuan dipublikasikan," kata Sonia pada South China Morning Post (SCMP).

Institut Virologi Wuhan mengaku telah mengikuti kebijakan internasional dan mengajukan paten "dari perspektif kepentingan nasional".

Akankah Virus Corona Wuhan 'Lenyap' Seperti SARS?

 Virus corona Wuhan yang kini telah menyebar ke 27 wilayah di luar China, dikabarkan sudah menginfeksi 28.000 orang dan lebih dari 560 meninggal dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun telah menyatakan wabah itu sebagai 'darurat kesehatan global' yang artinya benar-benar harus menjadi perhatian seluruh negara di dunia.
John Nicholls, profesor klinis patologi di Universitas Hong Kong (HKU) mengatakan wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang diakhiri pada Juli 2003, berakhir saat memasuki bulan-bulan di musim panas yang suhunya sudah tinggi. Selain itu kebiasaan hidup bersih seperti mencuci tangan pun efektif dalam menghentikan penyebaran penyakit SARS yang semakin meluas.

Menurutnya hal yang sama akan terjadi pada wabah novel coronavirus (2019-nCoV).

"Itu akan sama untuk yang satu ini," katanya, dikutip dari CNN.

"Menurut saya ini akan berakhir sama seperti SARS, dan nanti orang-orang akan terkena flu yang sangat buruk sekitar lima bulan," jelas Nicholls.

Untuk menghentikan penyebaran virus lebih lanjut, China telah mengkarantina negara mereka, yaitu menutup semua pintu masuk di bandara, stasiun kereta api, dan bus di semua kota besar di Provinsi Hubei, tempat pertama kali virus corona baru ini mewabah.

Meskipun beragam upaya telah dilakukan pemerintah China, beberapa ahli virologi mengatakan wabah novel coronavirus lebih sulit dibendung jika dibandingkan dengan wabah SARS. Menurut Nicholls, wabah virus corona baru dengan penularan yang lebih besar daripada SARS terjadi karena virus corona baru ini dapat menular pada pasien tanpa gejala.

Sementara itu Gilead Sciences, sebuah perusahaan biofarmasi dengan obat remdesivir yang sebelumnya digunakan untuk mengobati virus Ebola, kini bekerja sama dengan otoritas kesehatan China untuk melihat apakah obat tersebut dapat benar-benar memerangi gejala virus corona baru.
https://nonton08.com/lazer-team/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar