Sebuah studi terbaru mengungkap penyebab pria lebih rentan mengalami gejala virus Corona COVID-19 yang jauh lebih parah dibandingkan wanita.
Dikutip dari Daily Mail, para peneliti dari Universitas Yale di Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa pria memiliki kemampuan yang lebih buruk dalam memproduksi sel kekebalan tubuh untuk membunuh virus dan melawan peradangan akibat penyakit. Sedangkan pada wanita, respons kekebalan tubuh akan semakin kuat seiring bertambahnya usia.
Para peneliti pun berpendapat, dengan adanya temuan ini, maka cara perawatan dan pengobatan yang diberikan pada pasien Corona pria dan wanita mungkin bisa diterapkan secara berbeda.
"Kami sekarang memiliki data jelas yang menunjukkan bahwa kekebalan tubuh pada pasien Corona antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Perbedaan ini dapat menjadi dasar mengapa pria lebih rentan terhadap penyakit," kata peneliti Dr Akiko Iwasaki, profesor imunologi di Universitas Yale.
Studi yang telah diterbitkan dalam jurnal Nature ini dilakukan dengan cara mengamati 17 pria dan 22 wanita yang terinfeksi Corona dan dirawat di Rumah Sakit Yale, AS, selama periode 18 Maret hingga 9 Mei.
Hasilnya menunjukkan, adanya perbedaan jumlah virus atau viral load antara pasien pria dan wanita. Bahkan, jumlah antibodi yang dihasilkan untuk melawan COVID-19 pun berbeda.
Pada tahap awal infeksi, pasien pria cenderung mengalami inflamasi atau badai sitokin yang lebih besar dibandingkan pasien wanita.
Badai sitokin merupakan respons sistem kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap virus. Kondisi ini dapat memicu gangguan pernapasan, kegagalan multi-organ, bahkan kematian.
Selain itu, disebutkan juga wanita mampu menghasilkan lebih banyak sel T dibandingkan pria. Sel T merupakan sejenis sel darah putih yang mampu mengikat dan membunuh sel yang terinfeksi virus.
Para peneliti mengungkap, pria cenderung memiliki respons pembentukan sel T yang kurang kuat dibandingkan wanita dan ini dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit.
"Ketika (pria) menua, mereka kehilangan kemampuan untuk merangsang sel T," kata Iwasaki.
"Jika orang itu gagal membuat sel T, kemampuan mereka dalam menghadapi penyakit akan buruk. Namun, pada wanita tua bahkan sangat tua seperti berusia 90 tahun, mereka masih menghasilkan respons imun yang cukup baik dan layak," jelasnya.
Vaksin Corona Sinovac Disebut Terbukti Bisa Kalahkan 20 Strain Corona
Dalam penemuan vaksin untuk mengatasi virus Corona COVID-19, China memiliki tiga kandidat salah satunya adalah vaksin Sinovac. Vaksin yang berasal dari perusahaan bioteknologi yang berbasis di Beijing ini menyebut bahwa vaksin buatannya sudah terbukti efektif bisa melawan beberapa jenis virus Corona.
Chairman dan CEO Sinovac Biotech, Yin Weidong, optimis vaksin Corona buatan perusahaannya sudah terbukti bisa mengalahkan strain virus Corona yang berasal dari luar negeri. Strain virus ini didapatkan dari warga China yang kembali dari luar negeri.
"Sejak April, kita memiliki kasus dari luar negeri. Mereka tidak terinfeksi di China, tetapi menunjukkan gejala penyakit ini di China. Kami memperoleh 20 lebih strain virus yang berbeda dari mereka, termasuk dari Amerika Serikat, Eropa, dan negara-negara Timur Tengah," jelasnya yang dikutip dari CGTN, Kamis (27/8/2020).
"Kami menemukan semuanya bisa dinetralisir, terlepas dari mana asal virus itu. Jadi kami optimis tipe serum dari vaksin virus COVID-19 ini belum berubah. Vaksin kami bisa menetralisir seluruh virus COVID-19 di dunia," imbuhnya.
Yin Weidong mengatakan pihaknya sudah siap memproduksi vaksin ini secara massal, bahkan bisa memproduksi 300 juta dosis per tahun. Dengan kapasitas sebesar ini, ia yakin bisa memenuhi permintaan vaksin dari dalam negeri dan beberapa negara lainnya.
"Kami telah menjanjikan beberapa negara akan mendapat prioritas yang sama seperti China. Ini artinya kapasitas produksi 300 juta vaksin akan tersedia untuk negara yang memiliki angka kasus Corona tinggi, termasuk Indonesia," jelas Yin Weidong.
Dari hasil uji klinis fase 1 dan 2 vaksin ini yang melibatkan 1.000 relawan, terbukti vaksin Sinovac bisa menciptakan antibodi pada 97 sampai 98 persen relawan. Kini perusahaan tersebut sedang melakukan uji klinis fase 3 dengan klaim efek perlindungannya bisa bertahan selama dua tahun.
https://nonton08.com/fucking-berlin/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar