Saat berkunjung ke Banjarmasin, jangan lewatkan Masjid Sabilal Muhtadin. Inilah masjid kebanggan Banjarmasin yang megah dan cantik.
Masjid Sabilal Muhtadin berdiri di atas lahan yang pernah dipergunakan penjajah Belanda untuk membangun Fort Tatas, yang merupakan pertahanan Belanda di kota Banjarmasin pada masa penjajahan.
Pembangunan masjid ini sebetulnya sudah dimulai sejak tahun 1964, namun kemudian sempat tertunda. Kemudian pada tahun 1974 pembangunan masjid ini dilanjutkan kembali, dan mulai dipergunakan pada tanggal 31 Oktober 1979 untuk kegiatan Idul Adha 1344 H.
Kemudian pada tanggal 9 Februari 1981, Presiden Soeharto meresmikan masjid ini, dan untuk selanjutnya, Masjid Sabilal Muhtadin dipergunakan sebagai pusat kegiatan Islam dan dakwah di Kalimantan Selatan.
Penamaan dengan pilihan Sabilal Muhtadin adalah sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap ulama besar Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary (1710-1812 M) salah satu karyanya yang terkenal berjudul Sabilal Muhtadin.
Bangunan utama Masjid ini memiliki luas 5250 meter persegi. Masjid ini mampu menampung sekitar lima belas ribu orang jamaah.
Menara masjid terdiri atas 1 menara besar yang tingginya 45 meter, dan 4 menara kecil, yang tingginya masing-masing 21 meter. Pada bagian atas bangunan utama Masjid, terdapat kubah besar dengan diameter 38 meter. Sementara kubah menara kecil memiliki diameter 5 dan 6 meter.
Pada Masjid Raya Sabilal Muhtadin ini terdapat hiasan kaligrafi bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an dan As-maul Husna, serta nama-nama 4 Khalifah Utama dalam Islam. Sementara pada pintu Masjid yang terbuat dari bahan tembaga terdapat bentuk relief dengan corak khas Kalimantan.
Kemegahan Masjid Sabilal Muhtadin juga bisa dinikmati dari Sungai Martapura, jika traveler menyusuri sungai Martapura menggunakan klotok.
Pada halaman masjid, juga terdapat hutan kota yang teduh dan sejuk. Selepas salat berjamaah ataupun saat menunggu datangnya waktu salat, jamaah dapat bersantai sejenak di hutan kota ini.
Melihat Toraja Lewat Budaya dan Alamnya yang Indah
Bicara Toraja pasti tak lepas dari upacara kematiannya. Mari lihat Toraja lebih dekat dari kultur dan alamnya yang eksotis.
Pulau Sulawesi tidak melulu soal laut. Kali ini, penjelajahan saya di pulau Sulawesi berlabuh di kabupaten Toraja Utara. Dari Manado, saya harus melalui Makassar terlebih dahulu melalui perjalanan udara, kemudian melanjutkan perjalanan darat selama kurang lebih delapan jam untuk menuju Toraja Utara.
Banyak pilihan bis dari Makassar ke Toraja. Saya memilih bis Primadona dengan kelas yang harganya Rp 190.000. Bis yang saya naiki nyaman dan membuat perjalanan delapan jam tidak terasa. Disediakan makanan ringan dan air mineral juga.
Toraja Utara merupakan pemekaran dari kabupaten Tana Toraja. Toraja Utara memisahkan diri dari Tana Toraja pada tahun 2008. Meski berbeda wilayah administrasi, jangkauan tempat wisata di Toraja Utara dan Tana Toraja tidak terlalu berjauhan. Saya memilih berhenti di Rantepao, ibukota Toraja Utara, karena teman saya yang akan menjadi tour guide berdomisili disana.
Saya mengunjungi desa Kete Kesu yang merupakan desa wisata di Toraja Utara. Di sana terdapat peninggalan purbakala berupa kuburan batu yang diperkirakan berusia 500 tahun lebih dan rumah adat suku Toraja.
Saat saya berkunjung ke sana, penduduk desa sedang berkumpul untuk mempersiapkan acara. Selain kuburan batu di desa Kete Kesu, saya juga mengunjungi buntu londa. Kuburan batu yang memiliki kisah romantis Romeo-Juliet versi Toraja.
Konon, ada sepasang kekasih yang dilarang berhubungan lebih lanjut dan kemudian bunuh diri. Kisah bunuh diri mereka ada dua versi. Di Buntu Londa, tulang belulang sepasang kekasih ini diletakkan berdekatan.
Adalah Kalimbuang Bori yang menjadi salah satu warisan dunia UNESCO. Batu-batu tinggi yang tegak berdiri dengan berbagai ukuran atau yang dikenal dengan nama menhir. Konon didirikan demi menghormati pemuka adat ataupun keluarga bangsawan yang sudah meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar