Setahun setelah World Health Organization (WHO) resmi menyatakan virus Corona sebagai pandemi, sudah ada 11 vaksin yang mendapat izin penggunaan.
Namun, ke-11 vaksin tersebut dinilai tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan di seluruh dunia. Setidaknya itu yang dikatakan oleh Esther Krofah, Direktur Eksekutif di FasterCures. Menurutnya dari sekitar 7 miliar orang yang ada di bumi, baru 1,2% yang mendapat vaksinasi.
"Kita membutuhkan sebanyak mungkin vaksin yang dapat melewati proses ilmiah," ujarnya.
Namun untungnya, saat ini sudah ada 251 vaksin COVID-19 lain yang ada di tahap pengembangan, dengan 60 di antaranya sudah diujikan ke manusia. Bahkan beberapa di antaranya sudah hampir selesai pengembangannya.
Dilansir Science News, Sabtu (27/3/2021) berikut ini beberapa vaksin jenis baru yang dianggap berpotensi untuk menambah daftar vaksin Corona yang mendapat izin pemakaian. Vaksin-vaksin ini mempunyai cara kerja berbeda dengan vaksin yang sudah ada.
Vaksin ini menggunakan beberapa bagian dari protein bernama peptide, dan beberapa protein yang ada di virus Corona, atau tepatnya SARS-CoV-2. Peptide yang dipakai ini menyerupai struktur penting dari protein yang ada di virus Corona.
Saat disuntikkan ke dalam tubuh, peptide buatan laboratorium ini mendorong tubuh untuk membuat sistem antibodi.
Dibanding vaksin lainnya yang menggunakan protein spike secara keseluruhan, Covaxx hanya menggunakan sebagian dari protein dari virus Corona yang penting untuk mendorong reaksi dari sistem imunitas manusia. Selain itu, vaksin ini pun bisa disimpan secara stabil dalam suhu kulkas biasa.
Saat ini Covaxx tengah menjalani pengujian tahap kedua di Taiwan untuk mempelajari respon imunitas dan efek sampingnya. Pengujian tahap 2 dan 3 juga akan segera dilakukan di Brazil untuk menentukan tingkat efikasinya.
https://maymovie98.com/movies/the-founder/
Hitung-hitung Biaya Buat yang Mau Tinggal di Bulan
Badan antariksa berbagai negara berupaya membuka jalan bagi manusia untuk bisa ke Bulan bahkan tinggal di sana. Sebuah studi menunjukkan bahwa bermukim di satelit alami Bumi tersebut akan memakan biaya sangat mahal.
Seorang ahli di Money, perusahaan broker untuk produk kredit konsumen, merilis panduan hipotek perhitungan biaya hidup di Bulan. Berdasarkan hitung-hitungan Money, bermukim di Bulan paling tidak akan menelan biaya USD 325.067 atau sekitar Rp 4,6 miliar sebulan.
Harga ini termasuk biaya pemeliharaan perintilan pengamanan rumah seperti segel udara, pendingin udara dan pemanas berskala industri, jendela tahan meteor, ruangan isolasi, dan sumber energi organik.
Panduan hitung-hitungan ini juga mengurutkan lokasi yang paling didambakan sebagai hunian di Bulan. Bagian Bulan yang disebut sebagai "Sea of Rains" dianggap sebagai pinggiran kota yang sempurna untuk tempat tinggal keluarga. Wilayah ini terletak di utara dan merupakan salah satu kawah tubrukan terbesar di tata surya.
Ambisi untuk bisa menjajah Bulan bukan angan-angan belaka. Buktinya, misi Artemis NASA akan lepas landas pada tahun 2024 dan mengirim kru ke Bulan yang akan menjelajahi permukaan Bulan. Misi ini membawa harapan bisa membangun pemukiman yang stabil di sana.
Dan meski NASA hanya berfokus pada pengiriman astronaut, perusahaan teknologi luar angkasa melihat lebih jauh ke masa depan ketika manusia terpikir untuk pindah dai Bumi ke Bulan.