Jumat, 03 Januari 2020

Ekspedisi Air Terjun di Balik Temuan 100 Kubik Kayu Ilegal di Tambora

Tim ekspedisi menaiki 5 motor. Di awal perjalanan, mereka melewati perkebunan kopi dan lahan jagung warga, lalu menemukan wilayah perkebunan pepaya. Setelah melewati perkebunan kopi, tim mulai merasa ada yang tidak beres dengan lokasi yang akan mereka kunjungi.

"Sejak dari perkebunan kopi, kami sudah melihat kondisi pembabatan hutan. Hal itu tentu di luar ekspektasi saya, tapi saya tetap berpikir positif, ini mungkin karena dekat pemukiman warga jadi bisa saja kawasan hutan produksi," ungkap Anang saat berbincang-bincang dengan wartawan beberapa waktu lalu.

Kawasan Hutan Tambora yang luas membuat tim mendambakan perjalanan yang berbeda dibandingkan dengan jalur pendakian melalui Desa Pancasila yang menurutnya telah mengalami kerusakan lingkungan.

Namun semakin masuk ke dalam hutan, Anang pun kaget melihat kondisi hutan yang rusak. Pepohonan tumbang diselingi beberapa pohon, lalu ada lagi yang tumbang, begitu seterusnya. Batang-batang pohon berdiameter melebihi pelukan orang dewasa tumbang begitu saja.

Anang mengaku, setelah tim ekspedisi mencapai titik penyimpanan motor, yaitu di lokasi mata air, ada pemuda lokal yang mengatakan sudah ada desa di kaki Gunung Tambora yang mulai membeli air untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Pohon yang sengaja ditumbangkan sebagai cara menandai kepemilikan terhadap kayunya, jadi ditumbangkan terlebih dahulu baru dalam beberapa waktu akan diambil kembali.

"Sekitar 5 motor masuk ke dalam hutan hingga mencapai titik mata air pertama. Nah, di mata air ini anak-anak Tambora ini mulai bercerita kalau di Desa Pancasila sudah tersebar isu warga membeli air untuk kebutuhan hidup padahal mereka tinggal di dekat hutan yang memiliki banyak mata air," terang Anang.

Di lokasi di mata air tersebut, Anang juga mengobrol dengan pemuda-pemuda lokal tentang kerusakan hutan mereka. Namun, hal yang aneh adalah mereka tak menyangka hutan yang mereka lewati mengalami kerusakan separah itu.

Apalagi setelah mereka melewati mata air. Saat memasuki kawasan sungai menuju air terjun, Anang juga kaget karena ada lahan kosong bekas pembabatan hutan yang cukup luas.

"Saya benar-benar kaget, kenapa di tengah hutan ada lahan kosong, luasnya lebih dari setengah lapangan bola, sedangkan pohon-pohon yang melebihi pelukan orang dewasa banyak yang tumbang. Dari itu saya sudah enggak semangat," ujarnya.

Saat itu, Anang sudah pesimis dengan hasil perjalanan yang akan mereka peroleh. Hutan-hutan tampak rusak, baginya itu kurang menarik agar orang mau datang mengunjungi air terjun.

Dalam perjalanan memasuki sungai menuju air terjun pertama, sekitar 300 meter dari tempat penyimpanan motor, ada hal lain yang mencengangkan yaitu banyak sekali balok kayu yang direndam dalam air sungai yang mereka lewati.

Saat berjalan kaki, tim ekspedisi bertemu dan berhadapan dengan para pembabat hutan, yang saat itu mendiami sungai yang menjadi lokasi ditemukannya tumpukan kayu oleh tim gabungan itu.

Ari saat itu mengambil gambar dengan ponsel lalu didatangi oleh bapak-bapak bawa parang dan mengancam, untungnya dia mengaku bahwa dua bukan pemuda lokal, melainkan pemuda Dompu yang sedang melakukan ekspedisi ke Air Terjun Rempa Peo.

Tim ekspedisi menyebutkan, kayu yang mereka temukan di sepanjang sungai menuju air terjun jumlahnya melebihi 1.000 kubik, bukan 100 kubik saja seperti yang disita oleh petugas gabungan.

Setelah pulang berekspedisi, temuan tersebut kemudian diunggah oleh pengguna facebook dengan nama akun Fitriani Sallim Fu'ady, lalu heboh dan mendapat banyak komentar.

Tim gabungan yang terdiri dari TNI Polri, KPH Tambora, dan pejabat pemerintah kecamatan setempat dibentuk lalu melakukan patroli gabungan. Al hasil, ditemukannnya tumpukan kayu balok hasil olahan sebanyak 100 kubik.

Selain menyita kayu-kayu tersebut, tim gabungan juga mengamankan salah seorang warga yang diduga pelaku pembalakan liar. Dua warga lainnya berhasil melarikan diri saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar