Selasa, 28 Januari 2020

Masjid Cheng Ho, Wujud Akulturasi Budaya Tionghoa dan Islam

Tanah Indonesia memiliki saksi bisu wujud toleransi yang bida dicontoh warganya. Salah satunya adalah Masjid Cheng Ho di Palembang.

Sebuah masjid dengan gaya khas Tionghoa berdiri kokoh dan menjadi wisata religi selama bulan suci Ramadan di Palembang, Sumatera Selatan. Masjid itu adalah Masjid Cheng Ho.

Masjid dengan warna khas mereh cerah di 15 Ulu, Seberang Ulu I ini juga disebut punya cerita sejarah tentang peradaban umat muslim. Terutama bagi keturunan Tionghoa dan kini tinggal di Palembang.

Masjid Cheng Ho sebenarnya bernama Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya. Namun masyarakat sekitar menyebut Masjid Cheng Ho Jakabaring.

Menurut cerita sejarah, masjid Cheng Ho didirikan atas inisiatif prakarsa sesepuh, penasehat, tokoh muslim dan Pengurus Persatuan Islam Tionghoa Indonesia di Bumi Sriwijaya. Masjid diresmikan tahun 2006 lalu.

Melihat dari luar, tampak jelas Cheng Ho dibangun dengan perpaduan unsur Cina, Melayu dan arsitek-arsitek di nusantara. Tentunya ini sebagai tanda dan ciri khas masjid Cheng Ho.

Khusus di bulan Ramadan, masjid Cheng Ho menjadi primadona wisata religi bagi umat muslim sambil menunggu berbuka puasa. Begitupun wisatawan luar daerah atau umut muslim keturunan Tionghoa.

"Ini selalu ramai, terutama ketika masuk Ramadan seperti sekarang. Masyarakat banyak datang dari luar kota untuk foto dan istirahat menunggu berbuka," cerita salah seorang warga, Iwan saat ditemui di lokasi.

Selain sebagai tempat ibadah, Iwan pun menyebut ada beberapa fasilitas lain di sekeliling Cheng Ho. Salah satunya yaitu rumah imam masjid, tempat pendidikan agama dan ruangan yang bisa digunakan untuk kegiatan sosial.

Keberadaan Masjid Cheng Ho tak hanya mencerminkan tokoh Islam Tiongkok di masa itu. Ada pula pesan keberagaman dan terjalin hubungan cukup baik antara masyarakat Tionghoa serta masyarakat lokal.

"Ini simbol keberagaman umat muslim di Palembang. Selain ini, sekarang ada juga enam rumah ibadah di komplek olahraga Jakabaring Sport City. Tetapi kalau untuk keturunan Tionghoa muslim tetap di sini masih," imbuh pria berusia 51 tahun asal Lubuklinggau tersebut.

Iwan menyebut masyarakat Palembang sangatlah mengenal sejarah berdirinya Masjid Cheng Ho. Bahkan sampai saat ini masih jadi simbol keberagaman dari berbagai agama mulai zaman Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Darusalam hingga Tiongkok.

"Simbol keberagaman inilah yang saat ini jadi nilai tembah tersendiri sampai setiap hari banyak yang datang. Kalau sekarang orang bilang sudah menjadi wisata religi. Banyak yang dapat dipelajari dari Cheng Ho ini," tutupnya.

Melihat Ritual Pencucian Pusaka Malam ke-7 Ramadan di Maros

Komunitas pecinta badik di sekitar Maros punya ritual khusus setiap tanggal 7 Ramadan. Mereka akan memandikan berbagai pusaka kala itu.

Ratusan bilah badik pusaka dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan diikutkan dalam ritual pembersihan atau yang disebut dengan Mattompang yang digelar oleh komunitas Badik Celebes Maros di malam ketujuh ramadan.

Kegiatan yang digelar ini diikuti oleh para komunitas pecinta badik dari beberapa daerah, mulai dari Makassar, Gowa dan Pangkep. Selain untuk melestarikan budaya dan adat istiadat, kegiatan ini juga sebagai ajang silaturahmi bagi mereka.

Ritual yang digelar setelah salat tarwih ini, diawali dengan sambutan dari para petinggi komunitas dan doa bersama. Setelah itu, ratusan bilah badik mulai dikeluarkan dari sarungnya untuk memulai proses pembersihan.

"Ini memang rutin kita laksanakan setiap tahun pada malam ketujuh Ramadan. Maknanya bukan sekadar membersihkan benda pusaka, tapi lebih para pembersihan jiwa pemiliknya. Diharapkan, dengan kebersihan badik dan jiwa pemiliknya bisa memperoleh kebajikan dan keberuntungan," kata ketua Badik Celebes Maros, Haris Mahmud, Minggu (12/03/2019).

Proses pencucian ini dimulai dengan ritual pengasapan badik diatas dupa. Setelah itu, badik yang sudah terhunus dibilas dengan menggunakan perasan jeruk nipis yang dipotong secara khusus lalu dibersihkan dengan menggunakan tangan pemiliknya. Selama proses ini, pemilik tidak diperbolehkan berucap sepatah katapun.

"Prosesnya itu kita bersihkan pakai jeruk nipis. Nah aturannya memang tidak boleh bersuara selama proses pembersihan untuk lebih menjiawainya. Diproses inilah diharapkan ada sebuah penyatuan antara pemilik dengan badiknya itu. Jadi memang dalam maknanya," lanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar