Senin, 20 Januari 2020

50 Ribu Wisatawan Nonton Tradisi Bakar Tongkang di Riau

Kota Bagansiapiapi di Riau setiap tahun menyelenggarakan Festival Bakar Tongkang. Tradisi yang sudah berjalan 135 tahun ini mampu menyedot 50 ribu wisatawan.

Kota Bagan begitu namanya lebih dikenal, berada di tepi pantai timur Sumatera. Kota ini berjarak sekitar 246 km sebelah utaranya Pekanbaru. Jalur darat merupakan pilihan utama menuju ke kota Bagan dari ibu kota Provinsi Riau.

Walau kota ini tidak berada di tepi jalur lintas timur Sumatera, namun saat festival digelar, Bagan menjadi primadona wisatawan nusantara atau luar negeri. Wisatawan nusantara ini biasanya warga Tionghoa asal Bagan yang merantai akan kembali ke kota asalnya.

Mereka bisa saja ada di Medan, Surabaya, Jakarta, Bandung dan sejumlah kota lainnya di tanah air. Ini belum lagi mereka yang berada di perantauan luar negeri. Di tambah sanak keluarga juga yang ada di Malaysia dan Singapura.

Malah tak sedikit wisatawan Taiwan, Hongkong dan China juga datang ke Bagan. Ini karena mereka masih ada keterkaitan keluarga di masa lalu.

"Kita perkirakan ada 50 ribu orang yang datang baik dalam negeri maupun luar negeri," kata Ketua Yayasan Budi Marga di Bagansiapiapi, Rendy Gunawan dalam perbincangan dengan detikTravel, Rabu (19/6/2019).

Kehadiran wisatawan nusantara atau luar negeri membuat suasana kota Bagan tampak ramai. Jika dilihat dari ketersediaan hotel yang ada rasanya tak mungkin bisa menampung wisatawan yang datang. Karena jumlah hotel dan wisma diperkirakan hanya sekitar 15 unit saja.

Namun demikian, seluruh wisatawan yang datang bisa tertampung. Pertanyaan adalah, dimanakan wisatawan itu menginap?.

"Wisatawan yang datang umumnya memiliki keluarga di Bagan ini. Sehingga mereka yang tak kebagian kamar hotel akan menginap di rumah keluarganya," kata Rendy.

Sebagain wisatawan Tionghoa lainnya, kata Rendy, biasanya akan menginap di kelenteng yang ada di Bagan. Tercatat ada 100 kelenteng di kota yang bising pita kaset burung sarang walet ini. Memang tak semua kelenteng tersedia kamar.

"Tapi sebagian kelenteng ada kamar atau messnya. Ada yang setiap kelenteng 6 kamar ada yang sampai 20 kamar. Jadi kalau hotel dan rumah keluarga sudah penuh, bisa nginap di Mess kelenteng," kata Rendy.

Rendy menyebutkan, tradisi bakar tongkang ini selalu dimintai wisatawan. Tradisi ini juga bisa menjadi tempat berkumpulkan keluarga besar warga keturunan asal China itu.

"Jadi kalau sudah ada bakar tongkang, keluarga yang berada di kota lainnya di Indonesia dimanfaatkan untuk pulang kampung," kata Rendy. 

Turis Asing Terhipnotis Atraksi Kebal Menginjak Duri Tajam di Kalteng

Karnaval Budaya pada Festival Isen Mulang 2019 berlangsung meriah, Selasa (18/6/2019). Seluruh kontingen menampilkan beragam budaya dan juga kekayaan alam Provinsi Kalimantan Tengah. Tak hanya warga lokal, wisatawan mancanegara pun mengaku terpukau pada gelaran tersebut.

Turis asal Wales, Abi Gwinn mengaku kagum dengan budaya-budaya yang dipertunjukkan. Apalagi, dia baru pertama kali melihat karnaval semacam ini di Indonesia. Menurutnya, seni budaya yang ditampilkan dapat menjadi kekuatan pariwisata yang harus terus dijaga dan dilestarikan.

"Ini luar biasa. Saya benar-benar terhibur dan excited melihat penampilan seluruh peserta. Semua menarik. Mulai dari kostum yang dikenakan, aksesori, hingga gerakan-gerakan yang diperagakan," ujar Gwinn dalam keterangannya, Selasa (18/6/2019).

Salah satu yang ditampilkan adalah Tari Balean Dadas dari Kabupaten Barito Selatan. Tarian ini menyita perhatian pengunjung karena mempertontonkan atraksi yang ekstrem. Tarian yang kental dengan aura mistis ini mempertunjukan beberapa penari yang memeluk, menginjak dan bergulingan di atas pelepah pohon salak penuh dengan duri-duri tajam tanpa takut terluka.

Tari Balean Dadas adalah salah satu tari tradisional masyarakat Dayak Maanyan di Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah. Biasanya, tarian ini dilakukan untuk meminta kesembuhan kepada Sang Pencipta (Ranying Hatala langit) bagi mereka yang menderita sakit.

Seiring berjalannya waktu, perkembangannya tidak lagi sebagai sarana pengobatan. Namun lebih untuk sarana hiburan oleh masyarakat. Tari ini dipertunjukan oleh 6 penari wanita dan 2 penari pria. Pertunjukan awalnya dibuka oleh 2 penari wanita yang berperan menjadi dayang-dayang sang dukun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar