Rabu, 04 Desember 2019

Galau Mau Cukur Rambut Kemaluan? Ini Kata Dokter

Masih menjadi polemik menarik mengenai diperbolehkan atau tidaknya mencukur rambut di bagian genital (kemaluan). Ada yang berkata boleh, namun ada yang berkata tidak.

Ditemui di gedung Transmedia, Jl Kapten Tendean, Jakarta Selatan, dokter spesialis kulit dari RS Mayapada, dr Armansjah Dara Sjahrudin, SpKK, MKes mengatakan bahwa mencukur rambut kemaluan diperbolehkan.

"Boleh, asal bagaimana caranya. Kan sekarang sudah banyak ya caranya, ada plucking, waxing, shaving," ujar dokter yang disapa dr Dara ini kepada detikHealth, Rabu (23/8/2017).

Dengan beberapa macam teknik mencukur yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dr Dara sendiri lebih menganjurkan untuk menggunakan teknik laser.

"Laser kelebihannya itu yang paling bagus, tapi cost-nya lebih mahal," imbuhnya.

dr Dara juga menganjurkan untuk lebih memerhatikan kebersihan dari rambut kemaluan tersebut agar tidak menimbulkan masalah atau gangguan kesehatan.

"Secara higienis kalau dirawatnya dengan baik harusnya tidak jadi masalah untuk kesehatan," kata dr Dara.

dr Dara juga mengingatkan bahwa mencukur rambut kemaluan ini harus sangat hati-hati agar tidak menimbulkan infeksi atau permasalahan lainnya seperti jerawat di kulit bagian genital.

"Kalau orang habis removing pubic hair harus menjaga, misalnya diberi krim antibiotik. Krim antibiotik di mana gunanya kalau habis cukur biasanya ada folikel kulit rambut yang terbuka, biasanya akan timbul-timbul jerawat," jelasnya.

Cedera Saat Mencukur Rambut Kemaluan Tak Sekonyol yang Diduga

Sebagian mungkin menganggap cedera saat mencukur rambut kemaluan sebagai hal yang konyol. Kenyataannya, penelitian membuktikan kecelakaan seperti ini cukup sering terjadi.

Sebuah penelitian di JAMA Dermatology mengungkap cedera semacam itu dialami oleh 25,6 persen orang yang mencukur rambut kemaluan. Lecet paling sering dilaporkan yakni sebanyak 61,2 persen, luka bakar 23 persen dan ruam 12,2 persen.

Area yang paling sering mengalami cedera saat mencukur rambut kemaluan juga diungkap dalam penelitian ini. Pada laki-laki, cedera paling sering terjadi pada scrotum atau kantong buah zakar yakni 67,2 persen, penis 34,8 persen, dan area pubis 28,9 persen.

Pada perempuan, cedera paling sering terjadi pada area pubis yakni 51,3 persen, paha dalam 44,9 persen, vagina 42,5 persen, dan perineum atau area sempit di antara organ intim dengan anus, yakni 13,2 persen. Demikian dikutip dari Jamanetwork.

Metode dan cara mencukur rambut kemaluan juga berhubungan dengan risiko mengalami cedera. Pada laki-laki, mencukur dalam posisi berdiri paling sering memicu cedera, sedangkan dalam posisi berbaring terjadi peningkatan risiko cedera yang membutuhkan penanganan medis.

Demi Alasan Kesehatan, Bolehkah Cukur Rambut Miss V dengan Waxing?

Banyak alasan mengapa wanita memilih mencukur habis rambut kemaluan dengan cara waxing. Salah satunya agar merasa lebih percaya diri saat bercinta dengan pasangan. Namun demi alasan kesehatan, bolehkah waxing dilakukan?

"Waxing boleh dilakukan, nggak ada masalah. Itu kebutuhan masing-masing ya. Tapi saya rasa cukup sehat, cukup baik," kata dr Ni Komang Yeni DS, SpOG atau yang akrab disapa dr Yeni, wakil ketua Perkumpulan Menopause Indonesia Cabang Jakarta Raya (PERMI RAYA).

Lagipula menurut dr Yeni, apabila pubic hair atau rambut kemaluan terlalu tebal, ini juga akan mempengaruhi kelembaban sekitar area vagina.

"Karena biasanya justru kalau rambut vaginanya terlalu tebal kita habis cuci misalnya, terus kita mau pakai celana, walaupun sudah kita wipe pakai handuk, itu kan masih basah," ujar dr Yeni.

"Nah setelah itu pakai celana, abis itu pakai jeans seharian, nah itu masih lembab biasanya jamur akan dengan mudah tumbuh," sambungnya.

Dikatakan dr Yeni, mencukur rambut kemaluan dengan gunting pun boleh. Akan tetapi tidak disarankan menggunakan pisau cukur karena rambut kemaluan nantinya akan tumbuh menjadi kasar dan tidak sesuai arah.

"Apalagi pas dicukurnya nggak sesuai arah, itu yang menimbulkan folikulitis, jerawat-jerawat di area vulva, di area bibir kemaluan," pungkas dr Yeni.

Bisakah Orang Meninggal Karena 'Dimakan' Oleh Kutu?

Seorang lansia berumur 93 tahun di Georgia, Amerika Serikat, dilaporkan meninggal pada tahun 2015 lalu. Laporan otopsi menyebut ia meninggal karena infeksi parah (sepsis) dari luka kudis yang ditimbulkan oleh parasit kutu.

Menurut CDC kutu mikroskopis dari jenis Sarcoptes scabiei var. hominis tersebut menginfeksi manusia dengan menggali ke dalam kulit dan bertelur. Hal ini bisa menyebabkan timbulnya rasa gatal dan ruam.

Pada kasus sang wanita, dr Amesh Adalja dari Johns Hopkins University mengatakan bahwa ini adalah kejadian langka. Kutu kudisnya tidak membunuh sang wanita secara langsung namun bertanggung jawab karena menyebabkan banyak luka di kulit.

"Dengan kerusakan di kulit, semua bakteri yang ada jadi lebih mudah untuk masuk ke aliran darah," kata dr Amesh seperti dikutip dari Live Science, Rabu (2/5/2018).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menulis bahwa luka kudis terutama berisiko terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Awalnya mungkin infeksi ringan tapi lama-lama luka bisa jadi semakin dalam hingga akhirnya menjadi sepsis.

Terlebih pada lansia dan anak-anak, imun tubuh yang lemah membuat mereka jadi lebih rentan untuk terkena infeksi. Kudis sendiri sebelum menimbulkan komplikasi bisa sembuh dengan krim kulit khusus untuk membunuh kutu.

Hati-hati Terkena Kudis Jika Rambut Kemaluan Tak Terawat

Merawat rambut kemaluan tidak kalah pentingnya dengan merawat rambut kepala. Mulai dari menjaga kebersihan dengan mencukur dan mengganti pakaian dalam secara rutin.

Jika rambut kemaluan tidak terawat dengan baik, ada beberapa gangguan kesehatan yang dapat timbul. Salah satunya menyebabkan skabies atau yang biasa disebut kudis.

Ditemui di gedung Transmedia, Jl Kapten Tendean, Jakarta Selatan, dokter spesialis kulit dari RS Mayapada, dr Armansjah Dara Sjahrudin, SpKK, MKes mengatakan bahwa skabies bukan merupakan penyakit yang disebabkan oleh suatu infeksi melainkan disebabkan oleh serangan kutu. Penyakit ini biasa menyerang daerah bagian tangan, kepala, dan bagian genital (kemaluan).

"Tapi tidak selalu ke arah rambut kemaluannya, tapi ke seluruh bagian genitalnya," ujar dokter yang disapa Dara ini kepada detikHealth, Rabu (23/8/2017).

Kutu-kutu penyebab terjadinya skabies disebut dr Dara bisa ditularkan oleh orang yang telah terkontaminasi sebelumnya.

"Biasanya kalau ada orang yang terjangkit, orang yang tinggal di asrama dia bisa menular. Atau dari binatang akhirnya terkontaminasi," imbuh dr Dara.

Penularan kutu-kutu ini melalui kontak langsung, seperti pemakaian handuk bersama ataupun melalui hubungan seksual dengan orang yang telah terjangkit.

Semakin tidak terawat rambut kemaluan, maka risiko muncul kutu-kutu penyebab penyakit skabies akan lebih besar datang. Jadi, jangan sepelekan masalah perawatan rambut kemaluan mulai dari sekarang.

Jangan Hanya Rambut Kepala yang Dirawat, Rambut Kemaluan juga Perlu

Biasanya orang hanya melakukan perawatan untuk rambut kepala saja dengan rutin mencucinya agar tetap sehat dan bersih. Namun bukan hanya rambut kepala saja yang perlu dirawat, rambut kemaluan pun juga perlu dirawat dengan baik.

Cara merawatnya mudah. Menurut dokter spesialis kulit dari RS Mayapada, dr Armansjah Dara Sjahrudin, SpKK, MKes, merawat rambut kemaluan berarti merawat kebersihannya.

Ditemui di gedung Transmedia, Jl Kapten Tendean, Jakarta Selatan, dokter yang disapa dr Dara ini menjelaskan bahwa di bagian genital (kemaluan) terdapat kelenjar minyak untuk mengeluarkan keringat. Nah ada beberapa orang yang memiliki kelebihan kelenjar minyak yang dapat menimbulkan kelembapan berlebih pada rambut kemaluan.

"Masalah kesehatan memang ya ada hubungannya dengan orang yang kelebihan kelenjar keringat, memang terjadi di ketiak atau di genital. Itu salah satunya ada penanganan untuk tidak terjadi kelebihan kelenjar minyak, ya kita harus removing pubic hair," ujarnya kepada detikHealth, Rabu (23/8/2017).

Dengan mencukur rambut kemaluan bisa mengurangi risiko terjadi kelembapan yang nantinya akan menjadi sarang jamur, bahkan bisa terjadi infeksi jika kebersihan benar-benar tidak terjaga.

"Pasti orang yang memang metabolisme keringatnya banyak, otomatis dia harus merawatnya lebih baik. Tidak tergantung pada wanita atau pria," jelas dr Dara.

Selain itu, dr Dara menganjurkan untuk rutin mengganti pakaian dalam. "Yang penting lebih ke arah pakaian dalamnya harus diganti, kalau habis olahraga mungkin bisa diganti 2-3 kali," pungkasnya.